Akibatnya, Jusuf Kalla diberhentikan sebagai Penasihat DPP Partai Golkar dan pemecatan terhadap sembilan pengurus Partai Golkar dengan alasan Jusuf Kalla dan sembilan fungsionaris lain dianggap tidak mematuhi keputusan rapat pimpinan partai. Sebagai catatan, sejak berdiri tahun 1964 dalam bentuk Sekber Golkar, belum pernah ada pemecatan massal seperti itu.
Pilpres 2004 yang memenangkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla menjadi arus balik pendulum politik Golkar dimana pada saat Munas VII Partai Golkar di Bali, 16-19 Desember 2004, Jusuf Kalla terpilih sebagai ketua umum periode 2004-2009 yang mengalahkan Akbar Tandjung. Kemenangan Jusuf Kalla dalam posisi menjadi wakil presiden pada saat itu mengukuhkan idiom bahwa Partai Golkar sebagai partai yang pragmatis terhadap kekuasaan.
Dari beberapa konflik di tubuh Partai Golkar yang terjadi, konflik terlama di dalam partai ini adalah konflik pasca Pemilu 2014. Kubu Agung Laksono yang kecewa dengan keputusan dan pencapaian Aburizal Bakrie, kemudian membuat Munas tandingan bersama dengan para pendukungnya.
Sehingga, terdapat dua kepengurusan partai Golkar yang melaporkan hasil munasnya dan masing-masing menganggap sah kepengurusannya. Jika dilihat dari aktornya, konflik yang terjadi di tubuh Golkar ini adalah pertarungan elite partai yang mengakibatkan terbelahnya partai menjadi dua kubu.
Perbedaan kepentingan menjadi asal terjadinya dua versi Munas Partai Golkar. Yang digugat kubu Munas Ancol adalah ketidakmampuan Golkar mengusung calon presiden ataupun wakil presiden sendiri. Posisi Jusuf Kalla sebagai calon wakil presiden Joko Widodo saat itu justru diusung partai lain.
Beberapa tokoh kubu Munas Ancol, antara lain Agung Laksono, Agus Gumiwang Kartasasmita, dan Priyo Budi Santoso, menamakan diri "Tim Penyelamat Partai Golkar". Saling gugat antara kedua kubu berlangsung dalam periode sepanjang 2015. Dualisme Keputusan Mahkamah Partai Golkar pun terlihat, dimana dua hakim mahkamah partai memenangkan munas kubu Ancol, sementara dua hakim lainnya meminta kubu Ancol menerima kubu Munas Bali.
Sampai dengan awal 2016, konflik kedua kubu tersebut masih tajam. Kedua tokoh dari dua versi munas yang berbeda, yaitu Agung Laksono dan Aburizal Bakrie, sempat dipanggil Presiden Joko Widodo di Istana Negara, pada 11 Januari 2016. Namun, pasca pertemuan tersebut, cara pandang kedua pihak dalam penyelesaian konflik masih terlihat jelas.Â
Agung Laksono menyatakan bahwa penyelesaian konflik akan dilakukan dengan sebuah "Musyawarah Nasional (Munas) Bersama", sementara Aburizal Bakrie menyatakan bahwa Munas Bersama bukan bentuk yang dikenal AD/ART partai.
Masalah di partai Golkar sendiri pada awalnya dimulai ketika Rapat Pimpinan Nasional III berlangsung di Bogor pada 29 Juni 2012. Hasil rapimnas tersebut salah satunya adalah menetapkan Aburizal Bakrie sebagai bakal calon presiden dari Partai Golkar. Namun, hingga hari pendaftaran calon presiden, Golkar belum mendapat dukungan dari partai lain untuk membentuk koalisi.Â
Sedangkan Partai Gerindra melalui Koalisi Merah Putih (KMP) sudah menetapkan pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa sebagai capres dan cawapres.
Di sisi lain, PDI Perjuangan dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) mengusung pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Kompas, 20/5/2014).