Mohon tunggu...
Pardomuan Gultom
Pardomuan Gultom Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STIH Graha Kirana

Lecturer

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Refleksi 20 Tahun MK: Benteng Pertahanan Hak Konstitusionalisme

23 Juli 2023   23:59 Diperbarui: 24 Juli 2023   00:01 1432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam perkembangan sistem ketatanegaraan di Indonesia, khususnya dampak peralihan dari rezim Orde Baru ke reformasi, membawa perubahan yang sangat besar terhadap pengelolaan kekuasaan dan hukum. Di bidang hukum, hal itu ditandai dengan amandemen terhadap UUD 1945 yang turut melahirkan Mahkamah Konstitusi sebagai pengontrol pelaksanaan UUD 1945 terhadap undang-undang.

Keberadaan MK sendiri diatur dalam Pasal 24C ayat (2) UUD 1945 dan dibentuk oleh UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dengan 4 (lima) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban, yakni: menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945; memutus pembubaran partai politik; memutus perselisihan tentang hasil Pemilu; dan kewajiban memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.

Dalam rangka menjaga agar kehidupan ketatanegaraan secara hukum tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh UUD 1945, maka diperlukan suatu tata cara hukum yang merupakan kewenangan yang diberikan UUD 1945 dalam bentuk pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945 apabila timbul persoalan konstitusionalitas. Apabila suatu undang-undang dianggap bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, yaitu konstitusi, maka untuk memastikan keabsahannya dapat dilakukan melalui kewenangan pengujian atau judicial review oleh Mahkamah Konstitusi. Kewenangan dalam menjamin konsistensi dan sinkronisasi undang-undang dengan konstitusi yang membuat Mahkamah Konstitusi disebut sebagai pengawal konstitusi (the guardian of constitution) sekaligus pengawal ideologi negara (the guardian of ideology).

Refleksi 20 Tahun MK 

Selain menangani perkara Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN), perkara perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah (PHPKADA), dan perkara perselisihan pemilihan umum (PHPU), MK juga menangani perkara pengujian UU (PUU) terhadap UUD 1945. Dari data rekapitulasi perkara PUU yang dimuat dalam laman situs resmi MK, dari tahun 2003 hingga tanggal 23 Juli 2023, MK telah memutus perkara PUU, baik yang amarnya ditolak, dikabulkan atau maupun tidak diterima, sebanyak 1665 perkara atau 47,49 % dari total 3506 seluruh perkara (MKRI, 2023).

Data tersebut menunjukkan bahwa Mahkamah Konstitusi lebih banyak menangani judicial review dalam perjalanan 20 tahun kelembagaannya. Sebagai pengawal konstitusi, terdapat beberapa putusan Mahkamah Konstitusi yang berpegang pada supremasi konstitusi, diantaranya Putusan No. 001-021-022/PUU-I/2003 terkait judicial review UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan, Putusan No. 85/PUU-XI/2013 yang berisi tentang pembatalan UU No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air, Putusan No. 36/PUU-X/2012 tentang pengujian UU No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, Putusan No. 22-24/PUU-VI/2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Berdasarkan Suara Terbanyak, Putusan 91/PUU-XVIII/2020 terkait pengujian UU No. 11. Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dan Putusan Nomor 114/PUU-XX/2022 terkait pengujian UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Dalam mengukur tingkat kepuasan masyarakat, pada tahun 2021 Survei Pengukuran Kinerja Mahkamah Konstitusi menunjukkan bahwa tingkat kepuasan penerima layanan Mahkamah Konstitusi berada pada range nilai rata-rata tertimbang nilai indeks antara 3,064 -- 3,532 atau konversi IKM 76,61 -- 88,30 atau berkategori baik (MKRI, 2021), dimana posisi ini tidak berbeda pada tahun sebelumnya (MKRI, 2020). Untuk jenis pelayanan penanganan perkara konstitusi pada tahun 2021, nilai Indeks Survei Pengukuran Kinerja Mahkamah Konstitusi adalah 87,3  dengan mutu pelayanan baik (MKRI, 2021). Nilai ini naik 0,41 dari tahun sebelumnya, yakni 86,890 (MKRI, 2020).

Jika melihat hubungan antara jumlah putusan yang telah dihasilkan oleh Mahkamah Konstitusi dalam 20 tahun perjalanannya dengan nilai indeks survei pengukuran kinerja dalam pelayanan penanganan perkara konstitusi, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi positif. Akan tetapi, ke depan Mahkamah Konstitusi perlu melakukan pengukuran tingkat kepuasan masyarakat terhadap putusan yang dihasilkan dalam satu tahun masa persidangan. Hal ini penting dilakukan mengingat bahwa setiap putusan, selain berdampak kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap suatu perkara, juga dapat berdampak luas terhadap kepentingan publik.

Sebagai pengawal konstitusi, dalam 20 tahun Mahkamah Konstitusi telah banyak menghasilkan pembelajaran hukum dalam mencapai peradaban konstitusi di Indonesia. Dan dengan semakin bertambahnya usia, kiranya Mahkamah Konstitusi ke depan memiliki resiliensi dalam menghadapi era disrupsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun