Mohon tunggu...
Pardomuan Gultom
Pardomuan Gultom Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STIH Graha Kirana

Lecturer

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Data Tenaga Honorer Masih Carut Marut, Bagaimana Nasibnya November Ini?

17 Juli 2023   00:36 Diperbarui: 18 Juli 2023   13:26 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tenaga honorer di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten menggelar aksi damai (Foto: Kompas.com/Rasyid Ridho)

Selain PNS dan PPPK, cukup banyak penamaan (nomenklatur) yang digunakan untuk jenis pegawai di instansi pemerintah, seperti: Tenaga Honorer, Tenaga Ahli, Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN), Pegawai Kontrak, Pegawai Tidak Tetap (PTT), Tenaga Pendamping, Tenaga Sukarelawan, dan sebagainya, dengan tingkat pendidikan, keahlian dan standar gaji yang berbeda-beda.

Pemerintah pusat melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB) menghimbau kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) instansi pemerintah untuk menentukan status kepegawaian pegawai non-ASN (non-PNS, non-PPPK, dan eks-Tenaga Honorer Kategori II) selambat-lambatnya pada 28 November 2023 mendatang yang tertuang dalam Surat Menteri PANRB No. B/185/M.SM.02.03/2022 perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Ketentuan tentang batas penentuan status kepegawaian pegawai non-ASN (tenaga honorer) di lingkungan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 49/2018 tentang tentang Manajemen PPPK yang diundangkan pada 28 November 2018 yang lalu, di mana dalam PP tersebut mengatur bahwa pemberlakuan penentuan status tenaga honorer paling lama 5 (lima) tahun sejak PP tersebut dikeluarkan, yakni berakhir pada tanggal 28 November 2023.

Hal ini merupakan amanat dari UU No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Pasal 99 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 49/2018 tentang Manajemen PPPK pun menyebutkan bahwa Pegawai non-ASN yang bertugas di instansi pemerintah dapat diangkat menjadi PPPK apabila memenuhi persyaratan, dalam jangka waktu paling lama lima tahun sejak PP tersebut diundangkan.

Meskipun batas waktu penataan status tenaga honorer sudah sangat dekat, yaitu sebelum 28 November 2023, namun rekrutmen tenaga honorer masih terus dilakukan sehingga membuat permasalahan tenaga honorer tidak berkesudahan hingga saat ini.

Sementara, dalam Pasal 96 ayat (2) PP No. 49/2018 tentang Manajemen PPPK sudah mengamanatkan, Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di instansi pemerintah untuk tidak melakukan perekrutan tenaga honorer.

Problem Yang Belum Selesai

Beberapa langkah strategis telah dilakukan pemerintah bersama dengan 7 Komisi Gabungan DPR, yakni Komisi I, II, III, VIII, IX, X, dan XI dalam hal penanganan tenaga honorer.

Berdasarkan kesepakatan antara pemerintah dan DPR, diketahui bahwa dari tahun 2005 hingga 2014, pemerintah telah mengangkat Tenaga Honorer Kategori- I (THK-I) sebanyak 860.220 dari 920.720 orang sehingga sehingga masih tersisa 60.482 orang. Namun pada tahun tahun 2012, jumlahnya meningkat menjadi 648.462 orang yang ada di database tahun 2012. 

Dari 648.462 orang, yang lulus seleksi THK-II sebanyak 209.872 orang sehingga masih ada 438.590 THK-II yang tidak lulus. Dengan demikian, tenaga honorer yang sudah diangkat sebanyak 1.070.092 atau seperempat jumlah total ASN nasional. 

Penanganan tenaga honorer pada masa ini diatur dalam PP No. 48/2005 jo PP No. 43/2007 dan terakhir diubah dalam PP No. 56/2012 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS. Dalam kurun waktu ini juga, pemerintah hanya mengangkat 775.884 ASN dari pelamar umum.

Untuk penanganan tenaga honorer periode 2018 sampai 2020, pemerintah mengeluarkan PP No. 11 Tahun 2017 juncto PP No. 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan terakhir diatur dalam PP No. 17 Tahun 2020 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.

Pada periode ini, ada sebanyak 438.590 THK-II yang mengikuti seleksi CASN (CPNS dan PPPK). Dan sebelum pelaksanaan seleksi CASN 2021, sesuai data per Juni 2021, terdapat sisa THK-II sebanyak 410.010 orang, yang terdiri atas 123.502 tenaga pendidik, 4.782 tenaga kesehatan, 2.333 tenaga penyuluh, dan 279.393 tenaga administrasi.

Dan ada sejumlah 184.239 tenaga administrasi yang berpendidikan D-III ke bawah, di mana sebagian besar merupakan tenaga administrasi kependidikan, penjaga sekolah, administrasi di kantor pemda, dan administrasi di puskesmas atau rumah sakit.

Problem utama dalam penanganan tenaga honorer di tingkat daerah adalah kekuatan anggaran masing-masing instansi pemerintah untuk membiayai PPPK dan tenaga alih daya (outsourcing).

Sementara, menurut UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah (HKPD), memberikan batas maksimal belanja pegawai sebesar 30% dari APBD dan batas minimal belanja modal minimal sebesar 40% dari APBD.

Data Yang Carut Marut

Dalam paparan yang disampaikan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR pada 21 November 2022 yang lalu, pendataan jumlah tenaga honorer pada 2022 telah mencapai 2.360.723 orang, di mana dalam data tersebut masih ada 580.004 tenaga honorer dengan rincian masa kerja 11-15 tahun sebanyak 360.950 dan masa kerja 15 tahun sebanyak 219.054. Padahal, seharusnya mereka sudah masuk ke dalam pengangkatan pada 2015 lalu (CNNIndonesia, 23/11/2022).

Selain itu, BKN juga menemukan adanya 5.943 orang tenaga honorer yang mendapatkan gaji lebih dari Rp 10 juta per bulan. Namun, ada juga tenaga honorer yang tidak mendapatkan gaji resmi sama sekali, yakni sebanyak 261.023 orang.

Problem pendataan tenaga honorer merupakan hal yang sangat krusial untuk diatasi mengingat batas waktu nasib mereka hanya ditentukan hingga pada 28 November 2023. 

Jika membandingkan data antara sisa THK-II per Juni 2021 sebesar 410.010 orang dengan data yang diterima oleh BKN pada November 2022, maka terjadi penambahan data sebanyak 1.950.713 tenaga honorer dalam kurun waktu kurang dari 2 tahun. Kondisi ini pastinya akan mempersulit pemerintah dalam pengaturan formasi sesuai kemampuan anggaran dalam menggaji.

Jika merujuk pada Pasal 96 ayat (1) PP No. 49/2018 tentang Manajemen PPPK, maka seharusnya tidak terjadi penambahan data sejak PP tersebut diterbitkan. Konsistensi pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, khususnya KemenPANRB, dalam penetapan data tenaga honorer juga sangat penting sebagai pelaksanaan amanat dari PP No. 49/2018.

Hal yang kontradiktif dengan PP No. 49/2018 adalah Surat Menteri PANRB nomor B/1511/M.SM.01.00/2022 tentang Pendataan Tenaga Non ASN di lingkungan Instansi Pemerintah, yang terbit pada 22 Juli 2022. Dalam Surat Menteri PANRB tersebut terdapat satu poin mengenai syarat pendataan tenaga honorer, yakni diangkat paling rendah oleh pimpinan unit kerja dan telah bekerja paling singkat selama 1 tahun pada tanggal 31 Desember 2021. 

Dengan demikian, Surat Menteri PANRB nomor B/1511/M.SM.01.00/2022 telah membuka peluang bagi tenaga honorer untuk masuk dalam pendataan pasca pelarangan rekrutmen tenaga honorer sesuai ketentuan Pasal 96 ayat (2) PP No. 49/2018. Ketidaksinkronan antara PP No. 49/2018 dengan Surat Menteri PANRB nomor B/1511/M.SM.01.00/2022 membuat terjadinya penambahan data tenaga honorer pada November 2022 hingga mencapai 2.360.723 orang.

Angin Segar Bagi Tenaga Honorer

Dalam konferensi pers pada 12 Juni 2023 yang lalu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Abdullah Azwar Anas, menyebutkan bahwa kebutuhan nasional untuk ASN 2023 sebanyak 1.030.751 formasi, dengan rincian untuk pemerintah pusat, yakni 6.742 PPPK Dosen, 12.000 PPPK Tenaga Guru, 12.719 PPPK Nakes, 15.205 PPPK Tenaga Teknis lainnya. 

Sementara untuk tenaga daerah, 580.202 PPPK Guru sebanyak, 327.542 PPPK Nakes, dan 35.000 PPPK Tenaga Teknis lainnya. Jumlah alokasi PNS dari Sekolah Kedinasan ada sebanyak 6.259.

Untuk seleksi calon PPPK melalui jalur afirmasi, terdapat tambahan nilai seleksi kompetensi teknis kepada guru honorer dengan masa kerja 3 tahun sesuai Peraturan Menteri PANRB No. 20 Tahun 2022 tentang Pengadaan Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja untuk Jabatan Fungsional Guru pada Instansi Daerah Tahun 2022. 

Dan menurut Keputusan Menteri PAN dan RB Nomor 76 Tahun 2022 tentang perubahan atas KepmenPAN RB Nomor 1197 Tahun 2021 tentang Jabatan Fungsional, seleksi jalur afirmasi ini juga dapat diterapkan untuk seleksi calon PPPK Jabatan Fungsional lainnya.

Jika merujuk pada Parkinson's Law atau Birokratisasi Parkinson, yang menyebutkan bahwa kecenderungan penataan birokrasi dengan cara memperbesar jumlah secara kuantitatif, akan menyebabkan big bureaucracy yang berujung pada lambatnya kinerja birokrasi. 

Kiranya pemerintah dapat menghasilkan kebijakan yang komprehensif dan terukur dengan tetap mempertimbangkan pengangkatan tenaga honorer yang telah memenuhi persyaratan PP No. 49/2018, kemampuan anggaran, serta pengaturan sesuai formasi yang dibutuhkan tanpa harus membuat birokrasi yang gemuk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun