Kembali terjadi kecelakaan kereta api. Kereta Api Senja Utama tabrakan dengan Argo Anggrek di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah Sabtu 2 Oktober 2010 dinihari. Sampai catatan ini ditulis, menurut berita kompas.com, sedikitnya 26 orang tewas. Dua puluh enam orang tewas. Sangat menyedihkan.
Seriuskah kita mau menjaga keselamatan transportasi kereta api?
Jika ya, seriuskah kita menyediakan anggaran yang dibutuhkan untuk menjamin keselamatan transportasi kereta api?
Cobalah periksa apakah PT Kereta Api Indonesia memiliki anggaran yang cukup untuk menjalankan semua prosedur keselamatan (termasuk pemeliharaan teknik sarana lokomotif dan gerbong serta prasarana rel dan jembatan mereka)?
Kita ketahui bersama, PT Kereta Api Indonesia menjalankan kewajiban pelayanan sosial (PSO, public social obligation) untuk juga mengoperasikan keretaapi pada trayek-trayek yang merugikan secara ekonomis. Jika mereka bebas mengambil keputusan, tentu saja mereka akan memilih hanya mengoperasikan keretaapi pada trayek-trayek yang menguntungkan (misalnya KRD/KRL Jabodetabek) sehingga keuangan perusahaan sehat dan memungkinkan semua prosedur keselamatan dijalankan secara penuh. Tetapi mereka harus menjalankan tugas yang dibebankan pemerintah kepada mereka untuk tetap mengoperasikan trayek-trayek yang merugikan secara ekonomis.
Untuk itu peraturan perundang-undangan kita telah mengatur adanya anggaran yang disebut anggaran PSO, yang dialokasikan melalui APBN. Persoalannya, apakah benar anggaran PSO untuk PT Kereta Api Indonesia sudah dialokasikan secara memadai dalam APBN? Jika belum dialokasikan dalam jumlah yang memadai, siapa yang bersalah? Apakah kementerian BUMN dan kementerian teknis yang membidangi keretaapi sudah mengajukan anggaran itu dalam jumlah yang tepat kepada DPR? Apakah DPR ketika membahas APBN memang serius mengkaji anggaran PSO untuk PT Keretaapi Indonesia dan menambah jumlah anggaran itu bila dinilai belum memadai? Daripada ikut mengurusi sampah di stasiun keretaapi melalui sidak (dan secara otoriter langsung memecat kepala stasiun tanpa proses pemeriksaan yang fair), lebih baik Menteri yang bertanggungjawab untuk urusan kereta api ini menggunakan waktu kerjanya untuk mengurusi anggaran PSO keretaapi yang benar dalam APBN.
Dan coba juga periksa, apakah anggaran PSO yang ada di APBN (yang jumlahnya tidak memadai itu), benar-benar utuh diterima PT Kereta Api Indonesia tepat pada waktunya?
Kita juga mengetahui bahwa PT Keretaapi Indonesia tidak bebas menetapkan tarif. Sebenarnya melalui tarif yang wajar, mereka dapat memperoleh pemasukan yang memadai untuk memungkinkan mereka memiliki dana yang cukup dalam menjalankan semua prosedur keselamatan. Ambillah contoh. Kalau saja tarif KRL/KRD di Jabodetabek dinaikkan Rp 1.000 (seribu rupiah) maka setiap hari dengan jumlah penumpang sekitar 800.000 ribu orang, mereka akan memperoleh pemasukan tambahan (dibandingkan dengan tarif sebelum kenaikan) sebanyak Rp 800 juta. Jumlah itu sangat berarti untuk memungkinkan mereka menjalankan prosedur keselamatan (termasuk prosedur pemeliharaan sarana dan prasarana). Kenaikan tarif Rp 1.000 (seribu rupiah) rasanya tidaklah akan menimbulkan masalah ekonomi yang luar biasa kepada para warga Jabodetabek yang menggunakan jasa KRD/KRL. Tetapi cobalah bayangkan. Kalau wacana kenaikan Rp 1.000 ini disampaikan ke DPR, pastilah para politisi yang “hebat-hebat” itu akan berteriak garang menyatakan ketidaksetujuannya dengan dalih “demi kepentingan rakyat”. Dan berhari-hari akan terjadi lomba "membala rakyat" di televisi, koran radio dan lainnya menentang kenaikan seribu perak.
Maka, ketika terjadi kembali kecelakaan kereta api dan kita bertanya “Siapakah yang harus dihukum?”, marilah kita masing menempeleng muka kita sendiri! Selamat menempeleng wajah sendiri!
Saya turut berdukacita sedalam-dalamnya atas korban meninggal dunia dalam kecelakaan keretaapi tadi pagi. Saya turut prihatin atas penderitaan yang dialami korban luka-luka dan keluarga yang ditinggal oleh korban tewas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H