[caption id="attachment_167000" align="aligncenter" width="640" caption="ilustras/admin(shutterstock.com)"][/caption]
Kasus kecelakaan tragis yang menewaskan 9 orang di Tugu Tani beberapa pekan yang lalu memunculkan berbagai pertanyaan seputar kondisi pengemudi yang mengendarai mobil dalam tragedi tersebut. Disinyalir pengemudi maut itu menggunakan narkoba. Bagaimana dampak penggunaan narkoba dan mengapa seseorang menggunakan narkoba menjadi topik yang ramai dibahas di berbagai media.
Istilah narkoba merupakan singkatan dari narkotika dan obat-obat terlarang lainnya. Kalangan dunia medis lebih sering menggunakan istilah Napza (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya). Undang-undang Narkotika no. 35 tahun 2009 tidak memisahkan istilah narkotika dan psikotropika. Undang-undang tersebut hanya menggunakan istilah narkotika, yang didefinisikan sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Dalam dunia kedokteran, narkotika juga disebut sebagai zat psikoaktif yaitu zat yang ketika dikonsumsi akan mengubah fungsi tubuh baik secara fisik maupun psikologis. Mengapa narkoba bisa mengubah fungsi tubuh? Bagaimana narkoba bisa membuat penggunanya mengalami ketergantungan?
Secara umum, obat-obat yang termasuk narkoba bekerja pada otak terutama di area yang disebut reward system. Area tersebut merupakan pusat rasa senang dan kepuasan pada manusia. Narkoba akan mempengaruhi reward system untuk menghasilkan zat kimia otak (neurotransmitter) yang dinamakan dopamin. Neurotransmitter dopamin inilah yang bekerja untuk memunculkan perasaan senang dan kepuasan pada manusia. Ketika dopamin diproduksi dalam jumlah berlebihan dan dalam waktu lama maka fungsi otak akan mengalami gangguan.
Pada saat menggunakan narkoba untuk pertama kalinya, sebagian besar pengguna, secara sadar memilih untuk menggunakan narkoba. Selanjutnya, penggunaan narkoba menjadi rutin dan semakin lama dosis yang dibutuhkan akan semakin meningkat. Seorang pengguna tidak lagi bisa mendapatkan efek yang sama dengan dosis yang biasa digunakan, dosis harus terus ditingkatkan. Kondisi inilah yang disebut sebagai toleransi.Â
Ketika dosis narkoba diturunkan atau penggunaannya dihentikan, maka tubuh akan merasakan efek yang berlawanan dari efek narkoba yang digunakan. Misalnya narkoba yang memberikan efek tenang dan nyaman ketika digunakan akan memunculkan rasa gelisah yang berlebihan ketika penggunaan dihentikan. Beberapa narkoba yang mempunyai efek menghambat rangsang nyeri, seperti heroin, akan membuat penggunanya merasa nyeri yang luar biasa ketika dosis dikurangi atau penggunaan heroin dihentikan. Narkoba lain seperti sabu-sabu (methamphetamine) yang membuat penggunanya merasa aktif dan bersemangat, akan berdampak suasana perasaan (mood) yang labil, tidak nyaman dan sedih, jika pengguna menurunkan dosis atau menghentikan penggunaan. Kondisi yang muncul ketika dosis narkoba diturunkan atau penggunaan dihentikan disebut sebagai gejala putus zat (withdrawal).
Rasa ‘nagih’ atau ketagihan yang kuat (craving) juga akan muncul jika penggunaan narkoba dihentikan. Ketagihan ini akibat otak membutuhkan narkoba. Adanya toleransi, gejala putus zat dan craving merupakan tanda bahwa fungsi otak sudah berubah. Dalam kondisi tersebut pengguna tidak bisa lagi menghentikan penggunaan narkoba. Inilah yang disebut dengan adiksi.
Otak yang sudah mengalami adiksi tidak hanya berubah fungsinya tetapi juga strukturnya. Kondisi tersebut dibuktikan dengan penelitian-penelitian terbaru yang melakukan pemeriksaan radiologis pada otak. Penelitian-penelitian tersebut mendapatkan bukti yaitu gambaran struktur otak pada pengguna narkoba jangka panjang yang berbeda dari struktur otak pada orang yang tidak terdampak narkoba. Dengan kondisi yang demikian maka para ahli memasukkan adiksi narkoba sebagai suatu penyakit otak.
Sebagai penyakit, tentunya adiksi membutuhkan penanganan medis untuk mengatasinya. Di sisi lain, penggunaan narkoba juga menimbulkan dampak di berbagai bidang seperti psikologis, sosial, ekonomi dan hukum. Sering kali bukan hanya penggunanya saja yang mengalami dampak tersebut tetapi orang-orang di sekitarnya juga bisa terkena dampak buruk dari penggunaan narkoba. Untuk itulah maka penanggulangan permasalahan narkoba harus dilakukan secara komprehensif dan melibatkan berbagai pihak terkait.
Dampak dalam bidang kesehatan yang ditimbulkan dari penggunaan narkoba tentulah bukan hanya adiksi. Berbagai organ penting dalam tubuh manusia, mulai dari otak, jantung, paru-paru, hati, ginjal, dan lainnya juga dapat mengalami penyakit akibat dari penggunaan narkoba. Belum lagi penularan penyakit infeksi seperti HIV/AIDS dan hepatitis akibat penggunaan narkoba dengan cara disuntikkan. Melihat besarnya dampak di bidang kesehatan, maka tindakan pencegahan jauh lebih penting untuk dilakukan. Mengenal narkoba, yaitu dampak buruk dan bahayanya akan membantu kita untuk menghindari penggunaannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H