Mohon tunggu...
aprila paratih
aprila paratih Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Melihat Lebih Dalam Novel "Laskar Pelangi"

22 Februari 2018   21:00 Diperbarui: 22 Februari 2018   21:10 1792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Ketika setiap orang mendengar dua kata yakni Laskar Pelangi, pastilah timbul berjuta opini dan imajinasi. kata -- kata yang terlontar tentang Laskar Pelangi akan muncul dari bibir orang -- orang yang pernah membacanya, menontonnya atau bahkan hanya mendengar sebuah kisah yang hidup di dalamnya. Opini tersebut seperti roh positif yang mengalir dari buku ini. Terlihat jelas jika buku ini mengangkat edukasi sebangai kunci pamungkasnya, kemudian diiringi dengan hubungan yang sangat erat bersama sahabat -- sahabat dan para gurunya. Andrea Hirata menyiratkan pesan, "hidup yang selalu diperjuangkan dalam situasi dan kondisi apapun."

Ketika Ikal duduk di bangku SD dan SMP waktunya banyak dihabiskan di sekolah Muhamadyh dan khayalannya sering berkunjung kesebuah tempat yang bernama Eddensor. Sebuah tempat yang sangat jauh, indah, dan membangkitakan jiwanya. Ia membaca tempat bernama Eddonsor dari buku yang diberikan A Ling padanya.

Novel ini sangat megandung berjuta rasa. Rasa bahagia mereka tunjukkan ketika bermain bersama, belajar bersama, hingga mempelajari kerasnya hidup bersama -- sama. Kesedihan yang amat dalam adalah kepergian Lintang ketika ia putus sekolah dan orang genius tingkat dewa sepertinya harus melanjutkan kemiskinan keluaganya.

Andrea Hirata menggunakan sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama.

"Aku cemas karena melihat Bu Mus yang resah dan karena beban perasaan ayahku menjalar ke sekujur tubuhku."

Novel ini diceritakan dengan alur maju. Karena berawal dari kisah seorang Ikal yang bersekolah di sekolah Muhamadiyah, kemudian muncullah ceritanya bersama sahabat -- habatnya sampai akhirnya ia mengikuti beasiswa.

Tokoh utama Ikal, Ikal merupakan seorang anak laki -- laki, dengan keluarga yang kurang mampu namun diperlihatkan sebagai sosok yang kuat, dan mensyukuri hidupnya.

 "aku tahu bahwa beliau sedang gugup dan aku maklum bahwa tak mudah bagi seorang pria berusi empat puluh tujuh tahun, seorang buruh tambang beranak banyak dan bergaji kecil, untuk menyerahkan anak laki- lakinya ke sekolah."

 Untuk masuk sekolah dasar saja susah minta ampun, tak seperti anak biasanya. Mungkin untuk anak seusia tujuh atau enam tahun yang berangkat ke sekolah tidaklah berpengaruh besar akan ekonomi keluarga. Tak diragukan lagi ayahnya menginginkan ia bekerja.

Dari Ikal lah semuanya berawal, kemudian ia mulai menceritakan seorang sahabat yang ia banggakan, dan sangat berarti untuk hidupnya. Lintang, anak yang berasal dari keluarga nelayan miskin yang sangat melarat. Tetapi itu tidak menyurutkan citranya, Lintang diibaratkan mutiara yang ditemukan dalam sebuah kubangan. Jiwa pantang menyerah, kegeniusan, sopan santun, dan cara -- caranya menjalani hidup itulah yang menjadi magnet bagi dirinya.

"Aku tak bisa melintas. Seekor buaya sebesar pohon kelapa tak mau beranjak, menghalang di tengah jalan"ungkap Lintang kepada sahabat -- sahabatnya.

"Delapan puluh kilometer pulang pergi ditempuhnya dengan sepeda setiap hari. Tak pernah mengeluh.Ka ta -- kata yang digambarkan oleh Ikal terhadap lintang."

Dengan fakta -- fakta diatas sangat mendukung tokoh Lintang untuk diambil sari -- sari kehidupannya yang sangat mebuka mata, terutama untuk siswa -- siswa yang sedang bermalas - malasan

Warna yang sangat mencolok juga timbul dari seorang Mahar, sahabat yang sangat genius dalam seni, kreatif, periang, dan daya imajinasi tinggi.

"Ritme ukulele mengiringi vibrasi sempurna suaranya disertai sebuah penghayatan yang luar biasa sehingga ia tampak demik ian men derita karena kehilangan seorang kekasih. Bernyanyi dan memainkan musik, bakat yang ditunjukan pada awal kisahnya."

Kreativitasnya memang tak terselami, kehidupannya sangat erat dengaan seni. Karya -- karyanya menuntut kejeniusan tingkat tinggi dan cara cepat dalam menyelesaikan berbagai kendala yang dihadapi.  

Kelas mereka memang terbilang unik, diantaranya siswa perempuan yang hampir tidak ada. Tak lain dia lah Sahara perempuan satu --satunya di kelas mereka. Ia mempunyai kerakter yang sangat keras, berpendirian teguh, dan agamais. Sifat -- sifat tersebut diperlihatkan melalui penggalan berikut ini.

"Masya Allah! Denga ranak muda, mana bisa kauhargai karya sastra bermutu, nanti jika Buya menulis lagi buku berjudul Si Kancil Anak Nakal Suka Mencuri Timun barulah buku seperti itu cocok buatmu."

Melalui cara bicara ia tampak sebagai orang yang salalu menilai sasautu dari sudut pandangnya.

Tokoh lain yang ikut menghiasi novel ini adalah A Kiong, seorang anak laki -- laki bedarah Tionghoa. Ikal sering menyebutnya anak Hokain, Hokain merupakan salah satu sub suku Tionghoa yang ada di Belitong. Setiap berpapasan wajah dengannya ia selalu menebar senyum, sangat setia dengan sahabat -- sahabatnya, setia dengan tanggung jawabnya,  dan bisa dikatakan ia tergolong anak yang  lugu.

"Sejak kelas satu SD, A Kiong adalah pengikut setia Mahar. Ia percaya-dengan sep enuh jiwa-apa p unyang dikatakan Mahar. Ia memposisikan Mahar sebagai seorang suhu dan penasihat sprir itual."

Beralih ke tokoh Trapani, ia adalah siswa tertampan di kelas mereka. Agaknya dia sedikit pendiam, tak mau jauh dari ibunda tercinta dan perfeksionis.

 "Meskipun rumahnya dekat dengan sekolah tapi sampai kelas tiga ia masih diantar jemput ibunya. Ibu adalah pusat gravitasi hidupnya."

"Jambul, baju, celana, ikat pinggang, kaus kaki, dan sepatunya selalu bersih, serasi warnanya, dan licin."

Singkron sekali, kepribadian sepertinya memang mudah kita temui diberbagi lingkungan kehidupan. Walaupun demikian sifat Trapani tetap disenagi oleh sahabat -- sahabatnya.

Berikut ini adalah Syahdan, seorang sahabat yang mempunnyi tingkat ekonomi yang sama seperti Ikal. Ia di ceritakan sebagai susah menerawang cita -- citanya.

"Masalahnya di mata Syahdan, gedung sekolah, bagan ikan, dan gudang kopra tempat kelapa-kelapa busuk itu bersemedi adalah sama saja."

"Syahdan selalu riang menerima tugas apa pun, termasuk menyiram bunga, asalkan dirinya dapat menghindarkan diri dari pelajaran di kelas."

Perilaku klasik yang sering dilihat atau didengar. Orang -- orang yang tampak tak bersemangat dalam sekolah akan memperlihatkan sifat mereka yang sering melupakan pelajaran. Mungkin ada berbagai faktor yang menyebabkan hal ini terjadi. Syahdan contohnya, walaupun pengalaman sekolahnya tidak memuaskan di mata Ikal, tapi siapa sangka ia menjadi orang yang paling sukses diantara yang lainnya.

Kucai, ia bersosok pemimpin, pintar berbicara, agaknya ia sedikit keras.

"Maka jika digabungkan sifat populis, sok tahu, dan oportunis dengan otaknya yang lemot Kucai memiliki semua kualitas untuk menjadi seorang politisi."

Tidak cukup pernyataan di atas, kadang ketika mereka bertengkar Kucai selalu memberikan pendapat yang kuat seseuai pendiriannya. Jika ia memandang sesuatu itu salah maka ia langsung menyela.

Jiwa anak kecil yang terkurung di tubuh orang dewasa, orang dewasa yang berpemiikiran anak kecil. Kata -- kata ini memberitahukan bahwa Harun adalah anak yang sedikit terganggu mentalnya, selalu mengulangi hal yang sama, bahkan ia lemot dalam menangkap pelajaran.

"Jika kami naik kelas harun juga ikut naik kelas meskipun ia tak punya rapor. Pengecualian dari sistem, demikian orang-orang pintar di Jakarta menyebut kasus seperti ini."

Walau pun demikian mereka sangat menerima Harun dengan segala kekurangannya, terutama Sahara. Tanpa Harun mereka bukan lah apa -- apa, mungkin tidak akan ada Laskar Pelangi tanpa Harun.

Inilah pria terakhir di kelas mereka Borek, ia digambarkan sebagai anak yang tidak mempunyai keistimewaan apa pun. Tetapi ia memiliki rasa percaya diri untuk memilih arah hidupnya.Dia ingin menjadi idaman bagi kaum hawa, tipikal ini tentu harus berwajah tampan, berbadan kekar, dan bertenaga seperti banteng yang siap menyeruduk.

"Pada awalnya dia adalah murid biasa, kelakuan dan prestasi sekolahnya sangat biasa, rata-rata air."

"Sejak itu Borek tidak tertarik lagi dengan hal lain dalam hidup ini selain sesuatu yang berhubungan dengan upaya membesarkan ototnya."

Walau pun ia sering melakukan hal yang kurang rasional, tetapi ia berusaha keras untuk menjadi pribadi yang ia inginkan. Dengan berlatih keras untuk mendapatkan otot -- otot yang memukau ia berhasil dijuluki sebagai Samson.

Berikut inilah orang yang menjadi lentera kehidupan Laskar Pelangi. Bu Musdalifah, beliau mengajar dengan rasa tanggung jawab yang tinggi, bahkan mendidik dengan cinta yang besar. Bukan hanya pengetahuan yang dilimpahkan, melainkan kebudipekertian, dan ajaran -- ajaran agama. Laskar Pelangi sangat beruntung jika dibandingkan dengan siswa -- siswa sejagat raya. Setelah mengahadapi perang yang nyata dikehidupan, mereka siap secara mental dan iman. Terutama ketika menyelesaikan pendidikan dibangku SMA, ketika mencari jati diri, merantau ke negeri yang jauh sekalipun, petuah -- petuah Bu Mus lah yang menjadi tameng mereka.

 "Sabarlah anakku, pertanyaanmu menyangkut pernjelasan tafsir surah Ar-Ruum dan itu adalah ilmu yang telah berusia paling tidak seribu empat ratus tahun. Tafsir baru akan ktia diskusikan nanti kalau kelas dua SMP....."

Kelembutan Bu Mus bak kain sutra yang sangat tinggi kualitasnya, tak tertantingkan. Hal itulah yang membuat Ikal dan yang lainnya merasa nyaman di dekat Bu Mus.

Penulis menceritakan bagaimana kesederhanaan hidup yang sangat kental melalui aktivitas yang mereka lakukan. Ayahanda atau ibunda yang menjadi tulang punggung keluarga, tak sekali pun rasa malas mereka tunjukkan walau pun keadaan tak jua berubah dari waku ke waktu.  Laskar Pelangi (sebutan untuk Ikal dan sahabat -- sahabatnya.) sering kali membantu orang tua setelah pulang sekolah untuk mencari sampingan pendapatan keluarga.

 "Pagi yang sunyi senyap mendadak sontak berantakan ketika kantor pusat PN Timah membunyikan sirine, pukul 7 kurang 10."

"subuh para istri meniup siong (potongan bambu) untuk menghidupkan Setiap tumpukan kayu bakar."

Hal tersebut kemudian dilakukan secara bertahun -- tahun lamanya.

Ada sedikit pemberontakan yang tercium dari penulis. Terutama ketika ia memandang Gedong bagaikan negeri yang sangat makmur dengan kekayaan yang meliampah ruah dan jika dibandingkan dengan Belitong desanya sangat berbeda 180 derjat.

"Kehancuran PN Timah adalah kehancuran agen kapitalis yang membawa berkah bagi kaum yang selama ini terpinggirkan, yakni penduduk pribumi Beli"tong."

Dalam novel ini penulis membidik sasarannya yakni PN (Perusahaan Negara) sebagai faktor penyebab terjadinya kesenjangan. Bahwa pada akhir cerita, semua masyarakat merasa bebas setelah PN lumpuh total. Penduduk tidak dihantui rasa takut ketika mengambil timah di tanah yang memang hak mereka.

Masyarakat Belitong secara keseluruhan memeluk agama Islam. Dulu kala Islam memang berkembang pesat di daerah pesisir Indonesia terutama bagian barat. Apa lagi masyarakat Belitong masih berdarah Melayu asli. Jadi tidak heran jika kita menemukan nama -- nama yang sangat berbau agamis dan mencitrakan seorang diri melayu.  Tuhan sangat lekat dengan jiwa mereka, lekat dengan keseharian, dan lekat dengan hidup mereka dari waktu ke waktu.

"KAMI orang-orang Melayu adalah pribadi-pribadi sederhana yang memperoleh kebijakan hidup dari para guru mengaji dan orang-orang tua di surau-surau sehabis salat magrib."

Inilah yang menjadi keelokan hidup mereka, walau pun sering penulis katakan miskin, namun hidup mereka bahagia. Dengan keyakinan mereka tidak merab -- raba lagi, dengan cahaya mereka dapat melihat jalan dalam lingkup yang gelap.

Andrea Hirata adalah seorang sastrawan yang lahir pada era tujuh puluhan sampai delapan puluhan. Wajar saja kala itu semuanya terlihat jadul dimata kita. Penyampaian informasi yang masih sangat minim menjajah diberbagai aspek kehidupan. Pendidikan dengan metode lama namun tidak mengurangi kualitasnya. Hiburaan seadanya yang sangat memperkuat persaudaraan

"Rasa bahagia ini melebihi ketika aku mendapat hadiah radio tran sistor 2- band dari ibuku sebagai upah mau disunat tempo hari."

"Kadang-kadang beliau membantu pelanggan menulis dan malah membacakan surat cinta untuk para kekasih yang buta huruf."

"Maka koran- koran itu terlambat selama tiga puluh dua tahun. Kami tak tahu apa yang terjadi di Jakarta."

Di masa kini jarang sekali kita menjumpai orang -- orang yang memiliki radio, menulis surat cinta untuk sang kekasih, atau tidak mengetahui perkembangan berita satu haripun. Berbagai aspek hidup kita memang bergenggaman erat dengan elektronik dan media sosial.

Di sana, di desa nan kaya akan timah ini hidup berdampingan orang -- orang dengan aliran darah yang berbeda. Orang Sawang, orang Tionghoa, dan orang Melayu. Mereka hidup dengan ciri masing - masing dengan warna yang sangat kuat. 

Perbedaan mereka mencipatakan gradasi warna yang sangat indah, seperti lukisan abstrak. Orang Tionghoa selalu digambarkan sebagai orang yang pintar berbisnis dan cerdik  seperti ular tapi tulus seperti merpati. Lain halnya orang Sawang mereka diperlihatkan dari sebagai orang -- orang yang bekerja di penghujung jari telunjuk dan tak berdaya menghadapi kuatnya perubahan zaman. Terakhir orang Melayu, mereka dilihat dari sudut hidup yang kental dengan agama dan kemiskinan yang belum bisa dihilangkan.

"Aichang, phok, kiaw, dan khaknai, seluruhnya adalah perangkat penambangan timah primitf yang sekarang dianggap temuan arkeologi, bukti bahwa nenek moyang mereka telah lama sekali berada di Pulau Belitong. Komunitas ini selalu tipikal: rendah hati dan pekerja keras."

"Segere! Siun! Siun! " hardik tiga orang Sawang, kuli panggul, yang numpang lewat, membyuarkan lamun anku."

Semua orang hidup dalam lingkup sosial dan itulah yang diperlihatkan oleh orang belitong. Saling bercengkrama, berkaitan seperti rantai untuk menyambung kehidupan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun