Mohon tunggu...
Paras Tuti
Paras Tuti Mohon Tunggu... Guru - Cakrawala Dunia Indonesia-Jepang

Kosong itu penuh. Dan, penuh itu kosong

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Filosofi Silaturahim ala Jepang: Renungan Ba’da Lebaran

25 Juli 2015   11:54 Diperbarui: 25 Juli 2015   12:06 1327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

c. おかげさまという謙虚な心 okagesama to iu kenkyo-na kokoro

“Syukurlah, atas usaha anda juga”, dengan segala kerendahan hati diucapkan pada lawan interaksinya. Jika kita menelisik kalimat itu dalam bahasa Jepang, maka tidak akan ditemui unsur Ketuhanan. Jika dimaknai dari orang yang mengaku beragama, maka makna dari kalimat itu, kira kira demikian, “Berkat rahmat Yang Kuasa, saya ucapkan dengan segala kerendahan hati, sehingga bisa dapatkan yang saya inginkan”. Biasanya disambung dengan ucapan “Alhamdullillah, …..bla, bla,…”, sebagai respon adanya pertanyaan yang mengembirakan.
Tidak hanya itu, terkadang juga diucapkan seseorang sebagai sindiran tajam. Banyak yang memakainya untuk hal hal yang berlawanan maknanya dengan kondisinya.

 

d. させていただきますというの心 sasete itadakimasu to iu houshi no kokoro

Perasaan “melayani” tanpa pamrih ini menjadi landasan orang Jepang dalam bekerja. Apalagi jika kalimat ini menjadi slogan suatu instansi. Oleh sebab itu tidak jarang kita temui suatu pelayanan yang luar biasa dalam bidang jasa saat berkunjung ke Jepang. Tetapi tanpa pamrih yang bagaimana, sulit kita pahami. Karena semuanya memang melakukan berdasarkan aturan yang ada. Hal ini bisa terlihat jika kita mengamati keseharian mereka dengan cara tinggal di sana dan berinteraksi dengan intens untuk beberapa waktu lamanya.

Ini yang membedakan dengan orang orang Indonesia, masih bisa diketemukan orang-orang yang berbuat tanpa pamrih secara langsung, walaupun jarang sekali.
Apa yang dimaksud dengan ‘tanpa pamrih secara langsung’? Banyak dari kita yang berpikiran demikian, melakukan sesuatu dengan harapan balasan jatuh ke anak cucu, jika sekarang tidak mendapatkan secara langsung dari lawan interaksinya. Karena itu lebaran menjadi ajang jalin silaturahim yang tepat.

 

e. 有難うございますという感謝の心 arigatou gozaimasu to iu kansha no kokoro

Bagamana dengan ucapan “terima kasih”? dibandingkan dengan orang Indonesia, orang Jepang lebih susah atau lebih jarang mengucapkan “arigatou gozaimasu” (Terima kasih). Karena apa? Bagi mereka menerima sesuatu barang atau perbuatan itu, tidak cukup hanya dengan “terima kasih”, tapi lebih cenderung mengucapkan “sumimasen” (maaf). Karena dalam pikiran mereka, saat menerima sesuatu itu, hubungan itu tidak cukup berhenti saat itu saja.
Maksudnya, masih ada kelanjutannya, sesuai dengan arti harfiah sumimasen, yakni, ‘sesuatu yang belum tuntas’.
Dua hal inilah bisa kita sadari bahwa ada suatu beda pemikiran yang besar bagi orang yang mengakui keberadaa Tuhan. Karena saat “terima kasih”, bisa berarti Tuhan yang akan membalasnya.

Lima filosofi yang berlaku di masyarakat Jepang sebagai bekal untuk berinteraksi satu dengan yang lainnya ini, seberapa jauh masih berlaku? Dan seberapa jauh, mereka masih melakukannya sampai sekarang? Penulis tidak bisa memastikannya. Pada tulisan ini, penulis hanya coba berikan contoh kongkritnya dalam keseharian mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun