Seminggu lalu, beberapa hari sebelum tahun baru, bertepatan dengan hari hari terakhir kerja Kalender Pabrik Toyota, sebelum memasuki masa libur panjang, aku diundang untuk mengikuti kegiatan 餅付きMochi tsuki, acara membuat Mochi. Acara ini diadakan untuk mengungkapkan rasa syukur menyambut tahun baru, yang diadakan oleh salah satu pabrik rekanan perusahaan besar Toyota. Libur kali ini cukup panjang, selama 10 hari. Di Jepang, selama setahun ada 3 kali libur panjang. Libur panjang selanjutnya, Golden Week, akhir April dan libur O-bon pada pertengahan Agustus, tepat pada puncak musim panas.
[caption id="attachment_313369" align="aligncenter" width="300" caption="Peralatan Mochi tsuki. (dok pribadi) "][/caption] 餅つきMochi Tsuki ini, jika diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia adalah kegiatan membuat mochi bersama-sama. Mochi dalam Bahasa Inggris di terjemahkan dengan Cake rice. Lha padahal kalau ada istilah Cake. khan bayangan kita adalah kue yang menur-menur dan manis. Apakah betul demikian? Bukan sama sekali! Ini adalah hanyalah masalah penterjemahan yang karena tidak ada barangnya dalam Bahasa target, jadinya susah sekali diterjemahkan. Tetapi, dalam beberapa bahasa daerah di Indonesia ada, misalnya bahasa Jawa, sejenis mochi ini disebut dengan jadah atau tetel. Mochi tsuki sejak dulunya diadakan pada akhir tahun menyambut tahun baru, untuk menyatakan rasa syukur hasil panen yang didapat. Sejak dulu sampai sekarang hasil panen yang sangat membanggakan masyarakat Jepang, yaitu Panen Padi. Oleh karena itu apa pun yang berhubungan dengan panen padi ini banyak kegiatan dilakukan. Dan hasil olahan yang bahan dasar beras ini juga banyak untuk dipakai sebagai upacara-upacara ritual yang penting bagi kehidupan seseorang. Misalnya, せんべいsenbei, krupuk beras yang dibakar, rasa shoyu kecap asin. Atau pun mochi yang dimasukkan dalam sup rasa gurih, biasa disebut お雑煮ozoni. Yang lain adalah お酒, osake, yaitu minuman keras tradisional yang harus ada dalam setiap ritual penting, juga pegang peranan penting dalam pernikahan ala Shinto (silakan baca: Prosesi Pernikahan ala Shinto)
Saat tahun baru seperti sekarang ini, kuil Shinto juga menyediakan tempat untuk para pengusaha O-sake untuk meletakkan tong-tong o-sake ini untuk menyambut tahun baru, sebagai tanda rasa syukur. Dengan mempersembahkan o-sake pada para penguasa alam menurut kepercayaan Shinto, diharapkan tahun mendatang akan menjadi lebih baik.
[caption id="attachment_313377" align="aligncenter" width="300" caption="O-sake yang siap dipakai untuk proses ritual di Kuil Shinto Ise Jingu. Dok Pribadi"]
Kembali pada Mochi tsuki, peralatan yang diperlukan adalah alat tumbuk dan alat pukul yang bentuknya seperti palu. Eh, ternyata berat sekali lho. Dan yang terpenting dari kegitan mochi tsuki adalah adanya “kolaborasi dan komunikasi” yang harus terjalin dengan rapi, si pemukul harus menunggu tanda dari si pemberi air pada mochi yang setiap kali telah tertumbuk untuk mencegah agar tidak lengket.
[caption id="attachment_313378" align="aligncenter" width="300" caption="Ada Komunikasi dan Kolaborasi dalam kerjasama Mochi Tsuki ini. Dok Pribadi"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H