Puncak parade adalah arak-arakan para pengawal Tokugawa Ieyasu yang berkuda, diawali dengan pasukan para samurai cilik. Dan kemudian diikuti oleh arak-arakan semua wanita yang berhubungan dengan Tokugawa Ieyasu. Ada ibu suri, istri, anak-anak dan cucu-cucunya. Mereka berbusana kimono tradisonal lengkap. Juga orang-orang bawahan yang berjasa pada keseharian hidup juga ada, misalnya arak-arakan claning service, yang membawa sapu panjang tanda siap mendukung apa pun agar semuanya bisa bertempur dengan baik.
Setiap tahun pemerintah daerah Okazaki memberi kesempatan pada semua warganya untuk berpartisipasi. Pada saat itu saya menonton bersama seorang pengajar Native Bahasa Jepang, yang baru saja selesai tugasnya mengajar di Bandung, selama dua tahun, Beliau mempunyai pengalaman, anak laki-lakinya juga pernah mengikuti parade, semuanya tanpa uang, termasuk juga rental baju prajuritnya. Yang boleh mengikutinya anak-anak yang saat tahun itu berusia 11 tahun baik anak laki-laki atau pun perempuan.
Semua mengakui dengan ikut berpartisipasi ini seolah spirit jiwa samurai selalu tergali kembali untuk diaplikasikan dalam hidup sehari-hari. Apalagi diadakannya bertepatan dengan musim Sakura, yang identik dengan sebuah pengharapan. Karena begitu Sakura berbunga pada puncaknya, kelopak akan luruh satu persatu dan kemudian muncul tunas daun-daun untuk kembali menanti mekarnya bunga kembali pada tahun mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H