Lagi-lagi kasus kekerasan senior terhadap juniornya terdengar mengalir dari tanah air tercinta. Sehubungan dengan kasus yang lagi menghangat, tulisan berikut, menggambarkan hubungan antara 先輩 Senpai (senior) - 後輩 Kouhai(junior) dalam sosial masyarakat Jepang.
Yang patut disadari adalah, tidak semua yang terlihat baik adalah sesuai dengan kondisi yang kita miliki. Tetapi setidaknya kita memiliki referensi mengapa di Jepang nyaris tidak terdengar kasus semacam itu.
Dalam berbagai segi kehidupan, hubungan Senpai-Kouhai ini terlihat kental sekali. Jadi kalau ada orang yang menyebut 大先輩 daisenpai, pada seseorang, maka orang yang dijuluki daisenpai itu sepertinya wajib dihormati oleh orang-orang yang ada di sekelilingnya. Inilah beberapa ulasan, tentang senior dan junior tersebut.
1. Sebutan senpai pada senior, lebih mengarah pada makna “orang yang masuk lebih dahulu (dalam sebuah komunitas)” daripada makna yang ditekankan pada “usia yang lebih tua”.
2. Yang disebut Senpai oleh juniornya, sudah otomatis akan terkondisikan bahwa dirinya harus bertanggung jawab dengan segala apa yang terjadi pada juniornya selama masih dalam batas komunitas di mana dia disebut dengan senpai.
3. Seorang senpai yang baik, akan dibuktikan jika juniornya bisa menunjukkan pada khalayak ramai dalam komunitasnya. Pembuktian adalah jika junior yang dibimbingnya bisa mengikuti semua aturan yang berlaku di basecamp tersebut.
4. Identitas senpai, adalah orang yang dianggap harus dihormati, disegani, dan diyakini bisa membimbing
5. Jika junior yang dibimbing seorang senpai tidak bisa menunjukkan pada umum semua pengajaran yang telah didapat dari senpai, maka si senior akan tercoreng namanya, dianggap secara moril tidak berkualifikasi sebagai senpai.
Bagaimana tanggung jawab seorang senpai? Kita ambil contoh, misalnya, seorang senpai pada sebuah klub atau kegiatan ekstra kulikuler tenis dalam suatu SMA. Pertama-tama yang dilakukan adalah memberi tahu semua yang berhubungan dengan aturan basecamp tempat latihan.
Jika juniornya tidak bisa atau susah memahami aturan itu, senpai yang ditunjuk untuk membimbing junior tersebut yang akan bertanggung jawab pada guru pelatihnya.
Dan kewajiban seorang kouhai (junior) adalah mutlak menuruti apa yang diajarkan oleh senpainya. Tidak ada kesempatan membantah. Karena jelas terkondisi oleh alamnya dalam suatu komunitas, bahwa yang dinamakan senpai adalah orang yang betul-betul menjalankan apa yang sudah menjadi kewajibannya dari atasannya. Dalam hal ini, adalah guru pembimbing ekstra kulikuler. Karena itu unsur kepercayaannya terhadap senpai ini tinggi.
Kenapa bisa berlangsung seperti itu? Salah satu alasannya adalah adanya Konsep Amae, yang dimunculkan oleh Takeo Doi, seorang pengamat sosial. Konsep tersebut mengisyaratkan bahwa manusia Jepang satu dengan yang lain, harus saling bergantung. Tujuan mereka untuk saling tergantung yakni, untuk lebih mempercantik hubungan kemanusiaan dalam suatu komunitas di mana seseorang menjadi anggotanya.
Rasa ketergantungan satu dengan yang lainnya sangat kental sekali. Hal ini yang menyebabkan sebuah tanggung jawab adalah hak mutlak yang harus dimilki dari masing-masing individu saat interaksi sosial tersebut berlangsung dalam sebuah komunitas. Berikut ini adalah doktrin yang harus dipahami oleh masing-masing individu dalam suatu komunitas:
1. Senior bertanggung jawab mentransfer informasi dari seseorang yang lebih senior. Junior bertanggung jawab untuk memahami
2. Senior dihormati. Junior patuh.
3. Senior secara moril menjaga nama baik orang yang lebih senior dari dirinya.
Junior secara moril menjaga nama seniornya
Hubungan senior junior ala senpai-kouhai ini yang ada di sosial masyarakat Jepang ini memang terkesan seakan jiwa kemanusiaannya terpenjara selama interaksi berlangsung. Dan akan terus terpenjara selama individu tersebut belum “lepas” dari komunitasnya.
Itu artinya, masing-masing anggota akan menjaga keutuhan komunitas di mana dia bernaung. Karenanya masing-masing individu akan mengkondisikan rasa ketergantungannya pada anggota lain dalam komunitas yang sama. Begitu ada yang terpaksa harus “membuang seorang individu”, maka, runtuhlah dunia bagi “individu yang terbuang”.
Itulah yang dinamakan konsep amae yang berperan di sistem senpai kouhai dalam sosial masyarakat Jepang. Jika ada yang terbuang dari komunitasnya, maka untuk bisa diterima dalam komunitas lain yang sejenis akan susah. Karena, sudah tersiar akan reputasinya. Yang bersangkutan dianggap tidak bisa menjaga keutuhan hubungan. Jelas berhubungan dengan hubungan yang tidak harmonis antara senior dan junior.
Sangat beda dengan alam Indonesia. Hubungan antara senior dan junior tidak sekental yang ada di Jepang. Karena orang Indonesia sangat fleksibel pada hubungan antar manusianya. Jika dia terpaksa keluar dari komunitasnya, tidak ada kekhawatiran sedikit pun. Karena akan dengan mudahnya bisa diterima oleh komunitas yang lain.
Inilah salah satu alasan, mengapa hubungan senior junior di Indonesia bisa diterabas atau dirasa tidak begitu dipentingkan. Dengan begitu tanggung jawab dari seorang senior pun akan terasa tipis. Oleh karena itu yang berposoisi sebagai senior pun, rasa tanggung jawab dan rasa untuk mengayomi juniornya tidak begitu diperhatikan.
Dan sebaliknya posisi junior pun juga tidak begitu dirasakan, karena jika dia “tertendang” pun akan dengan mudah melompat masuk ke dalam komunitas yang lain.
Semuanya seperti dua sisi mata uang. Tinggal memilih, terpenjarakan selama menjadi anggota dalam suatu komunitas atau kah masuk dalam suatu komunitas yang rasa perlindungan dan kenyamanannya tidak begitu diperhatikan. Sebetulnya yang sebenar-benarnya dikatakan hal yang ideal adalah kombinasi keduanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H