Mohon tunggu...
Komang Ayu Paramitha Utari
Komang Ayu Paramitha Utari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Udayana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi angkatan 2024. Duta Pendidikan Prov. Bali 2022 sekaligus Putri Sekolah Ajeg Bali. Model dan Talent Bali.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum di Antara Kekuasaan dan Oligarki

21 Oktober 2024   16:11 Diperbarui: 21 Oktober 2024   16:11 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : https://suluhpergerakan.org/wp-content/uploads/2019/04/1_VcSHWZ32i4e6ebnSIBWW1A.png

Oligarki merupakan bentuk dari suatu pemerintahan yang dimana kekuasaan politik dan ekonomi di kuasai oleh sekelompok masyarakat kecil dan golongan elit. Dampak yang paling sering terjadi ketika terdapat Oligarki adalah KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme) . Lemahnya penegakan hukum di Indonesia menjadikan suatu dorongan terjadinya hal tersebut. Praktik Oligarki dan KKN merupakan sebuah tantangan yang harus di hadapi bagi bangsa Indonesia karena jika di biarkan hal tersebut dapat sangat merugikan negara dan membuat rakyat Indonesia menjadi tidak sejahtera.


Masalah hukum oligarki dalam segala bidang kehidupan khususnya pengelolaan sumber daya alam beririsan dengan perbuatan kolusi dan nepotisme yang di dalam UU KKN diancam pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah). Jika dibiarkan hal ini akan dapat mendorong lahirnya korupsi yang merupakan bahaya dan ancaman serta hambatan untuk mencapai Indonesia sejahtera.

Siklus oligarki selama 79 tahun Indonesia merdeka telah terjadi dan lebih meningkat aktivitasnya sejak era reformasi 1998 yang dipicu globalisasi ekonomi dengan pengaruh liberalisme yang menitikberatkan pada persaingan bebas dalam bidang perdagangan pasca ratifikasi perjanjian GATT-WTO dengan UU Nomor 7 Tahun 1974. Kelompok oligarki bisa hidup dan berkembang karena menjalin kerjasama dengan oknum pemegang kekuasaan baik dari unsur eksekutif, unsur legislatif, dan unsur yudikatif.  

Sumber : https://suluhpergerakan.org/wp-content/uploads/2019/04/1_VcSHWZ32i4e6ebnSIBWW1A.png
Sumber : https://suluhpergerakan.org/wp-content/uploads/2019/04/1_VcSHWZ32i4e6ebnSIBWW1A.png

Jaringan oligarki bukan merupakan pelanggaran hukum, melainkan mencerminkan melemahnya integritas dan akuntabilitas kedua pilar kekuasaan yang pada gilirannya menimbulkan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Diakui di dalam UUD 1945 bahwa Indonesia adalah negara hukum. Namun, menegakkan hukum untuk mencapai kepastian, keadilan, dan kemanfaatan terbesar bagi 270 juta jiwa rakyat Indonesia masih gagal. Sumber penyebab sesungguhnya bukan pada ketentuan UU yang lemah, melainkan juga yang paling menentukan adalah kita sebagai penegak hukum tersebut

Pemikiran terbaru tentang hukum adalah bahwa hukum tidak hanya merupakan norma yang bersifat statis atau dipandang sebagai perilaku aparat penegak hukum, melainkan juga dan seharusnya sejak awal pendidikan hukum dan pelatihan hukum bagi calon aparatur penegak hukum, dipahami bahwa hukum merupakan nilai yang bersumber pada filosofi dan pandangan hidup bangsa ini yaitu Pancasila. Kelima sila Pancasila sering dikumandangkan, bahkan walaupun sudah dibentuk lembaga khusus untuk tujuan tersebut yakni Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), namun masih saja tidak terbukti mewujud dalam pola tingkah laku indvidu dalam masyarakat, begitu juga di kalangan aparatur penegak hukum.

Contohnya seseorang tokoh partai politik ditetapkan sebagai saksi atau tersangka tanpa diketahui sebab ditetapkannya dan sekian lama lebih dari 30 hari bahkan lebih dari 90 hari menyandang status tersebut tanpa kejelasan nasibnya dan biasanya berakhir perkara dilanjutkan atau perkara dihentikan dan juga masalah persaingan antara pelaku bisnis sering terjadi dimana hukum dan aparatur hukum dijadikan alat sebagai perpanjangan tangan kepentingan salah satu pihak dalam berbisnis untuk "menenggelamkan atau menghabisi" lawan berbisnis demi kekuasaan dan kepentingan finansial semata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun