Frozen food, yeay or nay ?Â
Demikian kira-kira meringkas perdebatan hangat tentang frozen food. Â Sebagian orang beranggapan bahwa frozen food adalah solusi yang tepat dalam memenuhi kebutuhan makan di era modern yang menuntut gaya hidup serba praktis. Â Sebagian lagi menolak frozen food karena dinilai banyak membawa mudharat bagi kesehatan.
Bila disimak dengan lebih cermat, sepertinya ada sesuatu yang tidak sinkron dalam perdebatan tersebut.  Apa yang dimaksud sebagai frozen food oleh satu pihak, belum tentu sama dengan yang ada dalam anggapan pihak lain. Â
Baca juga: Kamuflase Gula dan Kehadiran NegaraPengertian tentang frozen food seolah berada di wilayah abu-abu, dan tampaknya situasi itu dimanfaatkan oleh pihak tertentu demi menangguk untung.
Â
Frozen Food dan Sejarahnya
Frozen food.  Makanan yang dibekukan.  Sebenarnya tak ada yang salah dengan frozen food. Tehnik membekukan makanan adalah salah satu metode yang digunakan untuk mengawetkan makanan agar tak mudah rusak dan dapat dinikmati dalam jangka waktu yang lebih lama.  Dalam metode tersebut, makanan disimpan dalam temperatur serendah mungkin untuk memperlambat aktivitas mikroorganisme, enzim dan oksigen yang dapat membusukkan makanan.
Metode  ini sudah banyak diterapkan sejak berabad-abad yang lalu oleh manusia yang tinggal di kawasan beriklim dingin.  Salah satu contohnya, masyarakat Cina memiliki tradisi mengawetkan makanan di ruang es bawah tanah sejak tahun 1000 sebelum masehi.Â
Metode ini mulai diterapkan untuk keperluan komersial pada tahun 1920-an, ketika Charles Birdeye mempelopori penggunaan metode quick freezing (membekukan dengan cepat) sebagaimana banyak digunakan dalam industri makanan beku saat ini. Â
Inovasi Birdeye tersebut diilhami oleh tradisi Suku Inuit dalam mengawetkan ikan hasil tangkapannya. Â Suku Inuit yang tinggal di dekat kutub utara akan segera membekukan ikan sesaat setelah ditangkap sehingga dapat disimpan untuk menghadapi musim dingin yang panjang. Â Birdeye memperhatikan bahwa rasa ikan tersebut tak banyak berubah walaupun baru dicairkan untuk dinikmati setelah beberapa bulan kemudian. Â (bacaan referensi di sini)
Metode quick freezing digunakan oleh industri pangan modern saat ini untuk mengawetkan berbagai makanan seperti daging, buah dan sayur.  Berbagai studi menunjukkan bahwa bila dilakukan dengan benar maka metode ini cukup efektif untuk menjaga kandungan nutrisi makanan dalam jangka waktu cukup lama.Â
Salah Kaprah Frozen Food
Metode quick freezing ini cukup ampuh untuk mengawetkan makanan -- apapun bentuknya, baik makanan utuh (whole food, real food) maupun makanan ultra olahan/ ultra processed food (selanjutnya dalam tulisan ini disebut sebagai UPF).Â
Saya menduga, di sinilah salah kaprah itu bermula. Â Ketika mendengar istilah frozen food, tampaknya yang terbayang di benak kebanyakan orang adalah makanan semacam nugget, sosis, burger, hot dog, dkk.Â
Nugget adalah frozen food, pemahaman itu seperti nempel sekali khususnya di kepala ibu-ibu rumah tangga seperti saya ini. Â Hal ini dapat dipahami mengingat gencarnya iklan macam-macam nugget, sosis "tinggal lheb" dan kawan-kawannya sebagai frozen food.Â
Kalau kita pergi ke toko dan waralaba yang melabeli diri sebagai "toko frozen food", terlihat kalau frozen food semacam nugget dkk lebih mendominasi di dalamnya dibanding dengan makanan utuh beku seperti daging ayam, fillet ikan, sayur dan buah beku. Â Padahal, makanan semacam nugget sebenarnya lebih tepat disebut sebagai makanan ultra olahan beku / frozen ultra processed food (selanjutnya dalam tulisan ini disebut sebagai frozen UPF).
Kerancuan pemahaman tersebut tampaknya justru menjadi peluang bagi sejumlah pelaku industri pangan untuk melabeli frozen UPF sebagai frozen food. Â Padahal keduanya tidak sama.
Dengan melabeli frozen UPF sebagai sekedar frozen food saja seolah-olah mengaburkan fakta bahwa makanan tersebut dibuat melalui proses panjang disertai penambahan berbagai zat aditif yang berimplikasi pada berkurangnya nutrisi.
Bagi saya, ini seperti tehnik kamuflase produsen pangan sarat gula sebagaimana pernah saya bahas dalam tulisan yang lalu di sini .
Makanan Ultra Proses Beku (Frozen UPF)
Sebagian besar makanan yang dikonsumsi masyarakat saat ini memang sudah melalui proses pengolahan.  Sejumlah kecil makanan masih dikonsumsi dalam bentuk mentah (raw food) seperti buah dan sayuran segar.  Namun perlu diingat bahwa masing-masing tingkat pengolahan membawa konsekwensi yang berbeda terhadap keutuhan nutrisi dalam makanan. Semakin panjang prosesnya, semakin berkurang kutuhan nutrisinya. Sedangkan tujuan orang makan tentunya bukan sekedar untuk kenyang melainkan juga untuk memperoleh nutrisi yang berguna untuk tubuh.
Pada tahun 2009, para peneliti dari Universitas Sao Paulo, Brazil telah mengusulkan sebuah kerangka kerja untuk menggolongkan makanan menurut keutuhan nutrisinya berdasarkan proses pengolahannya. Â Kerangka kerja yang kemudian dikenal sebagai NOVA Food Classification tersebut kemudian diterima dan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan diterapkan dalam berbagai riset tentang makanan.
Menutut NOVA, berdasarkan proses pengolahannya makanan dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Â Makanan yang belum diproses atau minim proses
Yaitu makanan murni dari alam yang dapat dikonsumsi secara langsung, meliputi buah, sayur, biji-bijian, umbi batang, jamur, alga, telur, susu hingga mata air.
2. Â Makanan yang diproses secara minimal
Yang dimaksud dengan proses minimal yaitu membuang bagian yang tidak diinginkan, pengeringan, pembubukan, pemerasan, penggilingan, penghancuran, fraksinasi, merebus, mengukus, memanggang, mendinginkan, membekukan, pasteurisasi, fermentasi non alcohol, penempatan dalam wadah/vacuum, dan pengolahan lain yang tidak disertai dengan penambahan gula, garam, minyak atau zat lain. Â Biasanya proses ini dilakukan untuk memperpanjang masa penyimpanan makanan.
Contoh makanan dalam klasifikasi ini adalah: minyak zaitun, rempah-rempah baik segar maupun kering, buah segar yang diperas, didinginkan atau dibekukan; kopi, dll.
3. Â Makanan diproses
Yaitu produk makanan yang dibuat dengan menambahkan gula, garam, minyak; dan untuk roti dan keju melibatkan fermentasi non alkohol. Â Contohnya: sayur dan buah yang diawetkan dengan air asin, daging dan ikan yang dikeringkan/diasap/diawetkan, buah dalam sirup, roti dan keju yang baru dibuat (biasanya bukan produksi pabrik).
4. Â Makanan ultra proses
Makanan ultra proses biasanya dihasilkan untuk keperluan industri. Â Produk ini dibuat melalui proses yang sangat panjang dengan peralatan canggih dan melibatkan penambahan berbagai zat aditif yang tidak dijumpai di dapur rumah pada umumnya.Â
Makanan yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah minuman berkarbonasi, aneka biskuit kemasan, nuget, sosis, hot dog, sereal, sup bubuk instan, dll.
Berdasarkan klasifikasi NOVA tersebut, dapat disimpulkan bahwa frozen food seperti nugget, burger, sosis, dan semacamnya digolongkan dalam klasifikasi 4 yakni makanan ultra proses.Â
Daging ayam yang langsung dibekukan termasuk dalam klasifikasi makanan yang diproses secara minimal dan memiliki kualitas nutrisi yang baik. Â Lain halnya dengan daging ayam yang diolah menjadi nugget yang termasuk dalam klasifikasi makanan ultra proses. Â Selain kualitas nutrisi yang sudah berkurang, nugget juga mengandung banyak zat aditif.Â
Alasan Bersikap Kritis Terhadap Frozen UPF
Gangguan pencernaan akut yang saya alami beberapa tahun yang lalu menjadi salah satu alasan pribadi untuk bersikap kritis terhadap produk frozen UPF.  Hingga kini, pencernaan saya sangat sensitif terhadap zat aditif yang berlebih dalam produk makanan.  Pengalaman ini menjadi bukti bagi saya dan keluarga bahwa dampak negatif UPF terhadap kesehatan itu adalah sesuatu yang nyata, bukan mengada-ada.Â
Tanpa latar belakang akademis yang mencukupi, saya tak hendak membahas detail tentang aspek medis dampak negatif UPF terhadap kesehatan. Â Namun saya ingin mengajak kompasianer untuk bersikap kritis terhadap produk frozen UPF dengan melihat aspek yang sering lepas dalam perdebatan tentang frozen food, yaitu aspek ekonomi.Â
Frozen UPF adalah produk bernilai ekonomi tinggi. Urbanisasi dan gaya hidup modern telah menciptakan permintaan pasar yang sangat besar terhadap frozen food.  Dikutip dari Kompas, saat ini nilai pasar untuk industri frozen food di Indonesia telah mencapai lebih dari Rp. 200 trilyun. Sedangkan potensi pasarnya tak kurang dari Rp. 650 trilyun, dengan perincian Rp. 300 trilyun produk perikanan, Rp. 100 trilyun produk unggas, Rp. 80 trilyun produk daging merah dan 175 trilyun produk hortikultura.Â
Melihat besarnya potensi ekonomi tersebut, tak heran bila industri pangan sangat gencar untuk melalukan berbagai strategi pemasaran frozen food.
Produsen pun tak segan untuk berinvestasi besar-besaran demi menancapkan kuku tajam pengaruhnya dalam preferensi makanan publik. Â Mereka mempekerjakan para ahli untuk terus menerus "menyempurnakan" palatability (cita rasa) produk hingga sulit untuk ditolak oleh selera publik. Â Upaya itu termasuk penggunaan berbagai zat aditif untuk merekayasa bentuk, warna, tekstur, aroma, dan rasa makanan hingga mencapai "blissful point" atau titik kebahagiaan yang menimbulkan keinginan konsumen untuk terus menerus mengkonsumsi UPF. Â
Tak dapat dipungkiri bahwa frozen food adalah makanan masa depan karena kepraktisannya menjawab kebutuhan hidup saat ini. Kita memang tidak bisa menolak frozen food, tapi kita bisa memilih dengan bijak frozen food macam apa yang lebih bersahabat terhadap kesehatan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H