rumah masa kecil kami. Kangen karena di situ dapat kujumpai Bapak dan juga berbagai kenangan berharga tentang keluarga kami. Sumpek karena rumah itu kini terasa terlalu penuh dengan barang-barang yang menurutku tak semuanya dibutuhkan lagi.
Kangen tapi sumpek. Demikianlah perasaanku tentangIbu telah meninggal sejak tahun 2006 yang lalu. Mungkin karena alasan sentimental, Bapak masih mempertahankan barang-barang di rumah sama seperti pada saat masih tinggal bersama Ibu.
Almari baju, meja kerja, rak buku, maupun almari peralatan memasak milik Ibu lengkap beserta isinya masih berada di tempat yang sama dengan 20 tahun yang lalu. Ada juga tumpukan koran yang biasanya dikliping oleh Bapak.
Rumah semakin penuh oleh barang-barang baru maupun tumpukan berkas akademis milik Tante – Ibu sambung kami - yang berprofesi sebagai dosen. Rumah menjadi terasa sesak setiap kali kami - anak-anak, menantu dan cucu - berkunjung di masa liburan.
Beberapa kali kucoba mengusulkan untuk melepaskan barang-barang yang sudah tak terpakai agar rumah lebih nyaman ditinggali. Sebagian bisa diberikan kepada orang yang membutuhkan dan yang lain bisa diloakkan. Namun saran itu disebut “ora ilok” atau tidak pantas lantaran dinilai tidak menghormati Bapak sebagai pemilik rumah dan tidak menghormati kenangan atas almarhumah Ibu. Demi menjaga kerukunan, aku memilih untuk tidak menyinggung hal itu lagi.
Melepas barang-barang yang memiliki kenangan masa lalu memang sering menjadi hal yang sulit untuk dilakukan. Tak semudah membuang sampah, melepas barang yang memiliki nilai kenangan sering terasa seperti membuang kenangan itu sendiri. Padahal tidak demikian adanya.
Aku sendiri pun mengalaminya. Tinggal di rumah berukuran mungil menuntut kami untuk menjaga agar rumah tak menjadi terlalu penuh sehingga menjadi ruang yang nyaman bagi aktifitas keluarga.
Dulu, ketika anakku beranjak besar dan tak lagi bayi, rasanya sulit melepas baju-baju dan mainan bayi yang lucu-lucu karena melekat kenangan indah bersamanya. Namun itu harus dilakukan mengingat keterbatasan ruang di rumah kami.
Konmari, Berbenah ala Marie Kondo
Kegiatan menyingkirkan benda-benda yang sudah tidak digunakan lagi lazim dikenal dengan istilah decluttering atau beres-beres atau berbenah.
Sedikit tentang istilah ini, ada yang menyebutnya sebagai “beberes”. Mungkin dari kata dasar “beres” ditambah awalan “ber” kemudian karena huruf “r” pada awalan luluh, maka menjadi “beberes”. Tetapi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring, istilah itu tidak ada atau tidak baku. Jadi, dalam tulisan ini kita sebut saja sebagai “decluttering” atau berbenah.