Namun perlu diingat bahwa Finlandia adalah negara dengan GDP per kapita yang jauh lebih tinggi dari pada Indonesia. Data tentang GDP per kapita yang dilansir Worldometer menempatkan Finlandia pada peringkat ke 21 dan Indonesia pada peringkat ke 96.
Dengan GDP yang jauh lebih kecil, jumlah pelajar lebih banyak, apakah sudah tepat jika program makan bergizi pelajar di Indonesia menggunakan skema universal school meal ?Â
Beberapa negara lain memilih menerapkan skema "subsidized school meal". Â Dalam skema subsidi, program makan bergizi dilaksanakan secara nasional namun pembiayaan oleh negara difokuskan untuk pelajar dengan kriteria tertentu, misalnya berasal dari masyarakat berpenghasilan rendah, difable, dll. Salah satu negara yang sukses menerapkan skema ini adalah. Â Di Portugal, program nasional makan untuk pelajar dilaksanakan dengan ketentuan subsidi 100% bagi siswa ekonomi lemah, 50% bagi siswa dari ekonomi menengah, dan membayar penuh bagi siswa ekonomi atas.
Skema pembiayaan subsidi untuk program makan bergizi tampaknya lebih realistis untuk konteks Indonesia. Â Dengan skema pembiayaan subsidi, mungkin dana yang dibutuhkan lebih kecil dari Rp. 450 triliun. Adanya basis data yang kuat dan sinkron lintas instansi tentu menjadi dasar yang penting untuk pelaksanaan skema pembiayaan tersebut agar tak terjadi kericuhan dalam pelaksanaanya.
Realistis Dengan Prioritas dan Pentahapan
Sejauh ini pembahasan yang berjalan sudah memasukkan rencana pelaksanaan secara bertahap dengan meletakkan kriteria 3T (terdepan, teluar, tertinggal) sebagai prioritas dalam tahun pertama pelaksanaan. Selain itu, mungkin juga dapat ditambahkan prioritas berdasarkan jenjang pendidikan. Misalnya, prioritas untuk siswa TK dan SD pada tahun petama pelaksanaan. Dengan demikian tahun pertama pelaksanaan dapat menjadi uji coba yang benar-benar terukur dan dapat menjadi landasan bagi kelanjutannya.  Perlu diingat bahwa kesuksesan program school meals di negara-negara lain tidak dibangun seketika melainkan lewat proses panjang.  Apalagi mengingat besarnya jumlah pelajar di Indonesia, keberagaman dan kondisi geografis menyajikan tantangan tersendiri dalam pelaksanana proram makan bergizi.
Realistis Dalam Bentuk
Atas praktek school meals di berbagai negara, FAO (Food and Agriculture Organization) membuat guidelines/pedoman tentang gizi dalam school meal. Â Di dalamnya disebutkan ada 3 macam modalitas/ bentuk school meals yang diterapkan, yaitu: sarapan, makan siang, dan makanan tambahan/snack. Â Masing-masing memilki standar kandungan gizi yang berbeda, yaitu sarapan dengan kandungan 20% dari kebutuhan energi harian dan 30% Â pada makan siang.Â
Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang disarankan oleh Kementrian Kesehatan untuk anak usia 10 -- 12 tahun adalah 2000 kalori per hari. Merujuk pada standard tersebut maka paket sarapan pada program makan bergizi idealnya mengandung 500 kalori dan 700 kalori untuk makan siang.Â
Masing-masing bentuk school meals memiliki konsekwensi besaran pembiayaan yang berbeda. Â Barangkali, penyesuaian inilah yang selama ini mengakibatkan perubahan berkali-kali dalam penamaan program makan bergizi yang semula digagas sebagai makan siang kemudian diubah menjadi sarapan dan saat ini demi fleksibilitasnya dinamai sebagai program makan bergizi.Â
Pilihan bentuk dalam program makan bergizi, perlu memperhatikan ketentuan nutrisi baik yang direkomendasikan oleh FAO maupun oleh Kemenkes sehingga tidak mengorbankan kualitasnya. Â Memaksakan realisasi program dengan anggaran yang sangat minim (Rp. 7.500,- per porsi) beresiko pada buruknya kualitas gizi makanan sehingga tujuan peningkatan nutrisi asupan anak tidak tercapai dan malah membuahkan problem baru malnutrisi dan problem kesehatan pada anak. Misalnya bila realisasinya makanan yang diberikan hanya nasi, mie dan secuil lauk yang secara nutrisi kurang berkualitas. Â Hal tersebut bukan hanya berdampak pada kekecewaan publik yang berimbas pada elektabilitas dalam pemilu yang akan datang namun juga dapat menjadi sorotan internasional yang negatif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H