Mohon tunggu...
Paramesthi Iswari
Paramesthi Iswari Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

Ibu rumah tangga. Sedang belajar untuk kembali menulis.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kebijakan Makan Gratis untuk Pelajar di Berbagai Negara

10 Juni 2024   14:00 Diperbarui: 19 Juni 2024   11:18 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Pexel/Yogendra Singh)

Baru-baru ini, presiden terpilih, Prabowo Subianto, menyampaikan kepada publik tentang adanya perubahan terhadap pelaksanaan program makan siang gratis untuk pelajar.  Beliau menyampaikan bahwa program unggulannya itu akan disesuaikan dan bertajuk sebagai “sarapan bergizi”.  Hal ini untuk mengantisipasi jam belajar sebagian siswa yang telah berakhir sebelum jam makan siang. 

Beliau juga mengakui bahwa dengan keterbatasan APBN yang ada maka tidak mudah mengupayakan pendanaan bagi program yang  diperkirakan akan membutuhkan biaya hingga 450 trilyun rupiah per tahun.  Oleh karena itu berbagai penyesuaian perlu untuk dilakukan, termasuk di antaranya menggantikan susu dengan telur.

Lantas, bagaimanakah sebenarnya pelaksanaan program makan untuk pelajar yang telah berjalan di negara-negara lain? Negara mana saja yang telah menerapkan kebijakan ini?  Bagaimana pendanannya, apakah sepenuhnya didanai oleh anggaran negara? Adakah pelajaran yang bisa diambil dari praktek pelaksanaan program makan gratis untuk pelajar di negara-negara yang sudah terlebih dahulu menerapkannya?  Barangkali dengan menengok pelaksanaan program serupa di berbagai negara lain dapat membuka wawasan kita lebih luas dan lebih realistis menyikapinya.

Survey Global

Makan siang untuk pelajar adalah sebuah program yang dinilai dapat membantu pelajar untuk mengakses makanan bergizi selama jam belajar sehingga berkorelasi terhadap capaian belajar dan peningkatan kualitas sumber daya manusia maupun kesejahteraan sebuah negara. 

Menyadari nilai strategis tersebut, program ini telah diterapkan di berbagai negara di dunia.  Namun, mengingat pelaksanaannya yang tak mudah, banyak negara yang baru menerapkannya secara parsial atau bahkan belum menerapkannya.  Pembiayaan, standarisasi kualitas maupun operasionalisasi adalah faktor-faktor yang kerap menjadi kendala. 

Pada tahun 2021, Global Child Nutrition Foundation (GCNF) telah melakukan survey tentang program makan siang untuk pelajar di 139 dari 195 negara di dunia.  Laporan survey tersebut menunjukkan setidaknya 330 juta dari 1,1 milyar siswa atau sebanyak 27% siswa di dunia telah menerima manfaat dari program makan siang. Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa semakin tinggi perekonomian sebuah negara akan semakin besar capaiannya dalam program makan siang untuk pelajar.  Meskipun demikian, tidak semua negara maju (high income) menerapkan program ini. 

Pembiayaan

Perdebatan yang sering muncul tentang pembiayaan program makan siang untuk pelajar adalah apakah selayaknya ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah atau pemerintah hanya perlu mengalokasikan pembiayaan bagi pelajar dari kelompok rentan. 

Beberapa negara menerapkan kebijakan universal free school meals di mana biaya makan siang untuk semua pelajar pada jenjang pendidikan dasar – apapun kondisi ekonominya -  ditanggung oleh negara. Umumnya kebijakan ini diterapkan di negara yang termasuk dalam kategori high income, seperti: Finlandia, Swedia dan Estonia.   Sejauh ini, India dan Brazil adalah 2 negara yang meski tidak termasuk dalam kategori high income namun sepenuhnya menanggung pembiayaan program makan siang untuk pelajarnya. Maka cukup mengherankan bila beberapa waktu yang lalu pejabat Indonesia lebih memilih melakukan studi banding untuk mempelajari program ini ke Swedia yang tergolong sebagai negara maju dari pada ke negara lain yang lebih memiliki kesamaan dengan Indonesia.

Beberapa negara memilih untuk memfokuskan pembiayaan untuk pelajar dari kelompok ekonomi lemah yang dikenal dengan targetted free school meals atau subdidized school meals. Kebijakan ini diterapkan di Portugal, Jerman, Inggris, Spanyol, Hongaria, Luxemburg, dll.  Skema pembiayaan tersebut tentu saja tidak dapat diterapkan mana kala basis data pemerintah lemah atau tidak sinkron antara satu sama lain. 

Ada pula negara yang tidak memiliki program makan siang untuk pelajar.  Norwegia, Denmark dan Belanda adalah contoh negara maju yang tidak memiliki program makan siang untuk pelajar.  Di negara-negara tersebut, siswa membawa bekal makan siang sendiri dari rumah. 

Selanjutnya, mari kita tengok penerapan program ini di beberapa negara yang dirangkum dari berbagai sumber.

 

Jepang

Kyushoku, atau makan siang sekolah ala Jepang dirujuk sebagai salah satu program makan siang untuk pelajar terbaik dalam hal kualitas nutrisi maupun sistem pelaksanaannya. Program ini dilaksanakan secara integral sebagai upaya membangun karakter pelajar.  Para siswa dibagi dalam kelompok yang secara bergiliran bertugas melaksanakan penyelenggaraan makan siang, bahkan sejak kelas 1 SD.  Tugas itu mencakup membagikan makanan per porsi, menyajikan, mengumpulkan dan membersihkan kembali peralatan dan ruang makan bersama. 

Biaya kyushoku menjadi tanggung jawab orang tua.  Setiap bulan, orang tua membayar ¥49.000 per anak per tahun untuk siswa SD dan 56.000 untuk siswa SMP atau sekitar 5 juta Rupiah. Meski biaya pendidikan di Jepang itu gratis, kyushoku menjadi komponen biaya sekolah terbesar yang harus ditanggung orang tua.

Beberapa pemerintah daerah telah mengambil inisiatif untuk mengambil alih dan menggratiskan program ini.  Kini wacana untuk mengalihkan pembiayaannya kepada negara sedang menguat seiring dengan kebijakan nasional untuk memprioritaskan upaya meningkatkan angka kelahiran dan meringankan biaya yang harus ditanggung orang tua ketika memiliki anak.

 

Portugal

Portugal adalah negara yang sangat mengejutkan dan layak menjadi acuan dalam hal penerapan kebijakan makan siang gratis untuk pelajar.  Meski belum tergolong sebagai negara high income, per tahun 2021 negara ini telah tuntas menjangkau 100% pelajar dalam program nasional tersebut.  Bandingkan capaian ini dengan Inggris yang memiliki GDP 10 kali lipat lebih besar dari pada Portugal namun masih tertinggal jauh dalam capaian pemberian makan siang untuk pelajar.

Program makan siang untuk pelajar di Portugal menerapkan 3 skema pembiayaan, yaitu gratis bagi siswa yang berasal dari ekonomi lemah, subsidi 50% untuk siswa dari ekonomi menengah, dan membayar penuh untuk siswa yang mampu.  Makanan yang disajikan diatur dengan standar nutrisi yang baik sehingga selain berhasil meningkatkan nutrisi juga menurunkan angka obesitas pada anak. 

Dari Portugal, tampaknya kita bisa belajar tentang komitmen terhadap pendidikan dan nutrisi bagi generasi muda, political will, kebijakan berbasis data dan pembiayaan yang realistis.

India

India adalah negara dengan program makan siang untuk pelajar yang terbesar di dunia.  Saat ini, tak kurang dari 118 juta pelajar menerima manfaat dari program yang menelan anggaran negara sebesar $1,7 milyar per tahun yang sepenuhnya bersumber pada anggaran negara.

Program makan siang untuk pelajar yang di India dikenal dengan sebutan Mid Day Meals Scheme dicanangkan sebagai mandatori secara nasional sejak tahun 2001 dan telah berakar panjang dalam sejarah pendidikan di India sebelumnya.  Di tengah tingginya angka kemiskinan dan malnutrisi pada anak di India, program ini terbukti berperan besar meningkatkan asupan gizi pada anak sekaligus meningkatkan angka keikutsertaan anak di sekolah. Selain itu, program ini juga bekontribusi positif dalam mengurangi konflik antar kasta yang sering terjadi.  Tanpa pandang kasta, setiap anak memiliki hak yang sama dan duduk bersama pada saat makan siang di sekolah.

Namun hingga kini, perjalanan mid day meals di India sama sekali tidak mudah.  Salah satu hal yang masih menjadi permasalahan adalah standarisasi nutrisi lantaran penolakan penggunaan protein hewani dalam sajian makan siang yang datang dari penduduk yang tidak mengkonsumsi protein hewani karena perintah agamanya.

 

Brazil

Brazil telah melaksanakan program pemberian makan bagi anak dari keluarga miskin sejak tahun 1940.  Pada tahun 2009, program itu diperluas untuk menjangkau semua anak usia sekolah yang jumlahnya tak kurang dari 44 juta. Kebijakan ini didasari oleh efektifitas program ini dalam memberikan makanan bergizi, meningkatkan angka keikutsertaan anak di bangku pendidikan dasar, maupun mengurangi obesitas pada anak-anak yang menjadi salah satu keprihatinan besar di Brazil.

Catatan menarik, pelaksanaan program dilaksanakan dengan ketentuan bahwa setidaknya 30% dari makanan yang disajikan berasal dari petani lokal.  Dengan demikian, program ini bermanfaat pula dalam meningkatkan kesejahteraan petani lokal.

Penutup

Berbagai negara telah membuktikan bahwa program makan siang untuk pelajar memiliki sejumlah besar manfaat.  Pelaksanaan program besar ini perlu dipersiapkan dengan baik dan realistis agar tidak tergerus manfaatnya oleh sistem yang korup dan abai terhadap kepentingan anak sebagai prioritas utama.  Lebih dari pada sekedar janji politik, program ini perlu untuk dilaksanakan secara matang, bertangung jawab, realistis dan terukur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun