Suatu sore dikala senja aku duduk di pelataran rumahku sambil menatap matahari yang mulai meninggalkan langit.
Aku terdiam dalam lamunan dan sepinya suasana disini,
namun tak lama kemudian sepi ini seakan di rusak oleh suara mobil mahal yang melintasi jalanan di depan rumahku,
suara berisik itu seakan memecahkan semua lamunan yang sedang terjadi dibenakku
tak lama kemudian setelah mobil itu pergi, aku melihat ada seorang ibu yang lewat di jalanan yang sama sambil menggenggam tangan anaknya.
namun berbeda dengan sebelumnya, ibu dan anak ini berpakaian lusuh, sang anak sangat terlihat lelah berjalan dengan sendal kebesarannya itu, lalu perhatianku dicuri dengan suatu hal.
ternyata sendal yang dipakai anak itu adalah sendal sang ibu.
aku tidak mengerti apa yang terjadi kepada mereka. namun sepertinya, sendal si anak putus. si ibu tidak tega melihat anaknya berjalan dengan kaki telanjang, lalu ia memberikan sendalnya kepada si anak.
Aku berusaha menjabarkannya di dalam benakku,sampai mereka sudah jauh dari depan rumahku.
Lalu sebuah pikiran terlintas di benakku, "kenapa semesta ini suka menindas orang yang lebih lemah, sedangkan orang yang lebih kuat seakan semesta menjaganya?"
Namun ditengah pikiran itu muncul, sang antitesis pun ikut muncul seakan ingin memberikan jawaban dan alasannya, ia berkata "Terkadang memang orang lain melihat orang yang lebih lemah adalah orang yang tertindas, tapi semesta membentuk karakter, hati dan sifat mereka  sehingga semesta bisa menunjukan kepada dunia bahwa orang yang dipandang lebih rendah lebih bisa mensyukuri tentang hidup, mereka lebih bisa mensyukuri apapun yang mereka punya, mereka juga lebih mengetahui hal tentang berkorban untuk orang lain dibanding dengan orang yang lebih kuat"
CV - 19 Februari 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H