Mohon tunggu...
Deiny Setiyawan
Deiny Setiyawan Mohon Tunggu... -

A student of Akademi Siswa Bangsa Internasional | An amateur writer who has lot of imagination | A day-dreamer photographer who looks for perfection | A gembel backpacker

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Persamaan dan Perbedaan Dua Cerita Ulang: Robin Hood dan Sunan Kalijaga

29 November 2014   22:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:30 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita Ulang 1

Zaman dahulu, tinggal seorang anak laki-laki bernama Robin Hood. Ia adalah seorang putra dari sebuah kerajaan. Robin Hood dibesarkan dengan gelimangan harta dan kekayaan keluarganya. Meski demikian, ia tidak pernah merasa tinggi hati dengan itu. Ia adalah seorang putra yang dermawan dan suka menolong. Ia tidak pernah menyombongkan kekayaan keluarganya. Robin Hood diajarkan Ayahnya kemampuan berburu dan memanah. Hingga ketika dia dewasa, ia menjadi seorang pemanah yang sangat handal.

Kemampuan Robin Hood dalam bertahan hidup dan memanah dibuktikannya ketika ia turut serta dalam Perang Salib. Ketika perang tengah berkecamuk, dengan berani ia turun langsung ke medan perang. Ia bersembunyi di Hutan Sherwood untuk melakukan misi mengendap-endap.

Dalam persembunyiannya, ia melihat banyak sekali orang-orang miskin yang kelaparan di Hutan Sherwood. Ya, mereka semua bersembunyi di tempat itu. Keadaan rakyat yang kelaparan itu benar-benar memprihatinkan dan mengetuk hati Robin Hood. Dengan mata kepalanya sendiri, ia melihat kesenjangan yang memilukan. Orang-orang miskin itu berjuang menahan lapar dalam persembunyian di tempat berbahaya, sedangkan orang-orang kaya di sana sedang bersantai ria menikmati suasana perang dengan segala perlindungan.

Dengan segala keberanian dan hatinya yang tangguh, Robin Hood memberanikan diri untuk mencuri dan merampok harta orang-orang kaya. Para petinggi, pemerintah, lumbung kerajaan, semuanya tidak lepas dari kelakuannya. Ia membagikan seluruh hasil curiannya pada orang-orang miskin. Mereka yang menerima makanan dan uang merasa sangat bersyukur bertemu dengan Robin Hood. Hingga akhirnya, mereka menjadikan Robin Hood sebagai sosok pahlawan.

Tentu saja, kelakuan Robin Hood yang tidak hanya dilakukannya sekali-dua kali itu memompa denyut emosi pemerintah Inggris. Seluruh petinggi Inggris mengumumkan posisi Robin Hood sebagai buronan Negara. Tapi berkat kecerdasan dan kemampuannya bertahan diri, Robin Hood selalu bias menghindar dari penangkapan.

Hingga akhirnya, wabah penyakit menyebar di seluruh penjuru Hutan Sherwood. Wabah itu amat mematikan. Seluruh masyarakat terkena imbasnya, termasuk Robin Hood. Dalam keadaan sakit, Robin Hood dibawa ke sebuah bihara yang merupakan tempat pengobatan. Namun, salah seorang biarawati bernama Nyonya Marie melukainya, ketika teman-temannya pergi meninggalkannya. Ia melukai pergelangan tangan Robin Hood dengan gunting. Wajar saja, Nyonya Marie adalah utusan pemerintah Inggris. Robin Hood meninggal beberapa saat kemudian dengan tangan bersimpah darah di pangkuan temannya. Ia dimakamkan di bawah pohon tempat anak panahnya menancap setelah ia lontarkan. Seluruh rakyat miskin hanyut dalam kesedihan yang amat dalam, tapi tidak untuk pemerintah Inggris.

Cerita Ulang 2

Raden Syahid, adalah anak dari Tumenggung Wilatikta, Adipati Tuban. Dia dibesarkan di lingkungan Kadipaten yang mewah dan bergelimang harta. Meskipun demikian, ia tidak pernah menjadi orang yang sombong. Ia adalah anak yang pemberani dan suka menolong kala itu. Sejak kecil, Raden Syahid selalu diajarkan Ibundanya untuk mengasihi dan memberi sesame. Ia diajarkan ajaran Islam oleh Ibunda dan gurunya. Pengetahuannya akan Islam semakin berkembang dan membentuk kepribadian yang cenderung membenci kaum bangsawan karena konflik antar kelas rakyat waktu itu.

Hingga saat kadipaten Tuban mewajibkan pungutan upeti kala itu, jiwa Raden Syahid memberontak. Ia sangat tidak setuju dengan adanya hal itu. Apalagi dengan keadaan rakyat yang sangat memprihatinkan: kemiskinan merajalela, kesenjangan antar kaum, musim kemarau yang berakibat paceklik kala itu. Raden Syahid mengumandangkan isi hatinya atas ketidak adilan itu pada Ayahandanya. Namun Tumenggung tidak bisa berbuat banyak. Ini semua adalah perintah dari Majapahit. Raden Syahid semakin gundah dengan keadaan rakyat yang memprihatikan. Ia lebih sering menghabiskan waktunya di kamar dan membaca Al-qur’an setiap malam.

Hingga akhirnya, Raden Syahid memutuskan untuk mencuri hasil upeti yang telah terkumpul di gudang kadipaten. Hasil curian itu kemudian ia kembalikan kepada orang-orang miskin di kadipaten Tuban. Semua kegiatan itu dilakukan pada malam hari, termasuk memberikan hasil curian. Rakyat yang tidak tahu menahu tentang rezeki yang seolah jatuh dari langit hanya bisa bersyukur dan kegirangan.

Kegiatan Raden Syahid dalam mencuri dan merampok gudang pengumpulan upeti terus berlanjut. Berhubung ia sangat pandai dalam ilmu bela diri, dan keberaniannya juga tidak untuk diragukan, ia selalu berhasil dalam pencuriannya dan tidak pernah ketahuan oleh penjaga gudang. Para penjaga menjadi semakin risau dengan adanya pencuri, yang tidak lain adalah Raden Syahid. Tapi rakyat menjadi bahagia karena setiap malam mereka mendapatkan rezeki yang tidak diketahui siapa pemberinya.

Pemerintahan menjadi kocar-kacir. Mereka khawatir bila tidak bisa menyetorkan upeti sesuai dengan ketetapan Majapahit.

Para penjaga mulai membuat rencana untuk mengetahui siapa sebenarnya dalang di balik ini semua. Mereka memutuskan untuk memergoki pencuri itu pada malam hari. Dari kejauhan dan keremangan malam, mereka melihat bayangan hitam sedang membuka pintu gudang penyimpanan upeti. Benar saja, mereka langsung berlari dan menangkap pencuri itu. Betapa terkejutnya mereka setelah mengetahui bahwa pencuri itu adalah Raden Syahid, putra dari junjungan mereka sendiri. Akhirnya, Raden Syahid dibawa ke hadapan Adipati dan mendapat hukuman atas tindakannya. Ia dihukum cambuk pada malam itu juga karena tidak menjawab untuk apa ia mencuri pungutan dari rakyat itu.

Bukannya jera, Raden Syahid menjadi semakin berani. Setelah terbebas dari hukuman, ia keluar dan tidak pernah kembali ke istana. Seluruh anggota kadipaten cemas dengan apa yang terjadi pada Raden Syahid. Permaisuri juga sangat cemas dan tidak bisa tenang.

Raden Syahid telah menetapkan tekadnya. Ia ingin menjadi penolong bagi orang-orang miskin tanpa ada yang harus tahu. Ia memakai pakaian serba hitam dan topeng dalam aksinya. Saat itu, ia selalu merampok dan mencuri dari bangsawan di Tuban. Kemampuannya dalam bela diri terus terasah dan semakin pandai. Seluruh hasil rampokannya diberikan pada orang-orang miskin dan rakyat jelata.

Ada saja orang yang iri dan ingin melakukan keburukan pada Raden Syahid. Seorang pemimpin perampok hendak mencemarkan nama baiknya dengan menyamar menjadi dirinya, menggunakan baju serba hitam, dan topeng sama persis dengannya.

Setelah sholat Isya’, Raden Syahid mendengar teriakan gadis. Ia langsung berlari karena khawatir dengan situasinya. Di rumah kecil itu, ia mendengar teriakan itu dari dalam. Ia langsung mendobrak dan menemukan gadis yang tengah diperkosa oleh segerombolan penjahat. Tampak salah seorang, yang ia yakini sebagai pemimpin penjahat itu, berpakaian dan bertopeng sama dengannya. Ia langsung menghajar mereka semua hingga semuanya lari tunggang langgang. Ketika hendak menolong gadis itu, Raden Syahid dikejutkan dengan suara kentongan bertalu-talu mendekat. Sayang sekali, ia telah terkepung oleh warga. Warga yang tidak mau lagi mendengar alasannya membuka topengnya. Terkejutlah warga ketika tahu itu adalah Raden Syahid, putra junjungan mereka semua. Akhirnya, kedok perampok itu terbuka.

Oleh Ayahandanya, Raden Syahid diusir dari Tuban. Ia berkelana menjadi perampok bangsawan dan membagikan hasilnya pada orang-orang miskin yang ditemuinya.

Suatu malam, ia bermimpi bahwa ia bertemu dengan seseorang yang membawa tongkat emas. Bermaksud mencari tahu kebenarannya, Raden Syahid selalu memikirkan mimpi itu.

Hingga suatu hari, ia bertemu dengan seorang tua berpakaian serba panjang dengan sorban di kepalanya. Orang tua itu berjalan dengan menggunakan tongkat berkilauan. Berharap itu adalah tongkat emas, Raden Syahid menghampirinya dan merebut tongkat itu. Orang itu terjatuh karena Raden Syahid merebutnya secara paksa. Kecewa dengan apa yang dilihatnya, Raden Syahid mengetahui bahwa itu adalah tongkat berlapis kuningan biasa, bukan emas. Sedikit terkejut, ia melihat orang tua itu mencoba berdiri sembari menangis. Raden Syahid mengembalikan tongkat itu dan menanyakan mengapa dia menangis. Orang itu menjawab tersedu-sedu bahwa ia sudah mencabut rumput dari tanah itu. Orang itu menjelaskan pada Raden Syahid bahwa ia telah melakukan sesuatu yang sia-sia. Lantas, ia menanyakan mengapa Raden Syahid mengambil tongkatnya secara paksa. Setelah mengetahui bahwa Raden Syahid ingin merampok tongkat itu, bila tongkatnya berwarna emas, dan ingin memberikannya pada orang miskin, orang tua itu hanya bisa menggelengkan kepalanya.

Orang tua itu memberi tahu bahwa memberi harta orang miskin dari hasil rampok adalah tindakan yang dibenci Allah. Sama saja ketika membasuh pakaian kotor dengan air kencing. Raden Syahid terpukul hatinya. Ia seolah mendapat tamparan bertubi-tubi. Lalu, orang tua itu menunjuk pohon aren di seberangnya sembari berkata bahwa pohon itu adalah rezeki yang halal dan baik untuk orang miskin. Raden Syahid benar-benar terkejut ketika melihat buah arennya menjadi emas seketika. Lantas ia mengambil beberapa darinya.

Raden Syahid merasa bersalah dengan semua kegiatannya. Buah aren yang telah ia ambil juga tidak ada gunanya mengingat beberapa saat setelah diambil, semua buah itu kembali menjadi aren biasa. Lantas ia memohon pada orang itu agar ia bisa menjadi muridnya.

Sunan Bonang, itulah nama orang tua itu. Ia memberikan syarat pada Raden Syahid bila ingin menjadi muridnya. Disuruhnya Raden Syahid untuk menunggui tongkatnya yang ia tanamkan di tepi sungai, lalu meninggalkannya. Raden Syahid membaca doa agar Allah menidurkannya, sama seperti kisah yang ia dengar bahwa ada orang yang pernah ditidurkan Allah selama puluhan tahun di dalam gua. Akhirnya, Raden Syahid tidur dalam keadaan bertapa di tepi sungai itu. Tak terasa, hingga 3 tahun Raden Syahid tertidur, seluruh tubuhnya tertutup lumpur dan dedaunan.

Sunan Bonang terkejut ketika melihat Raden Syahid dalam keadaan seperti itu, masih menunggui tongkatnya. Ia membangunkan Raden Syahid dengan ucapan salam berkali-kali, tapi tidak juga berhasil. Akhirnya, Raden Syahid terbangun setelah mendengar adzan darinya.

Sunan Bonang memberikan pakaian baru pada Raden Syahid dan mengangkatnya menjadi muridnya mulai saat itu. Kemudian, Sunan Bonang menjulukinya sebagai Sunan Kalijaga, yang berarti penjaga sungai dalam bahasa Jawa.

Persamaan Cerita Ulang Robin Hood dan Sunan Kalijaga

1.Mengambil tema heroik

2.Memiliki satu tokoh utama yang amat berpengaruh dalam jalannya cerita dan situasinya

3.Tokoh utamanya memiliki pemikiran yang sama dalam memandang orang miskin dalam cerita

4.Kedua tokoh utamanya merupakan anak bangsawan/petinggi negeri dalam cerita

5.Kedua tokoh sama-sama memperjuangkan nasib dan hak orang miskin

6.Terdapat persamaan garis besar cerita, yakni mencuri dan merampok untuk diberikan kembali kepada orang-orang miskin

7.Keduanya dibenci dan menjadi buronan pemerintah kala itu, tetapi menjadi tokoh pahlawan dalam masyarakat

Perbedaan Cerita Ulang Robin Hood dan Sunan Kalijaga

Robin Hood

Sunan Kalijaga

Pada cerita Robin Hood, latar waktu yang dijadikan landasan adalah pada saat perang salib, di Inggris

Pada cerita Sunan Kalijaga, latar waktu yang dijadikan landasan adalah pada zaman kedudukan Majapahit di Indonesia

Cerita berasal dari Inggris

Cerita berasal dari Indonesia

Dikenal dengan kepandaian dalam memanah

Dikenal dengan kepandaian bela diri dan ilmu keagamaan

Merupakan tokoh pejuang hak dalam masyarakat

Pada akhirnya, Raden Syahid menjadi Sunan Kalijaga, tokoh keagamaan dalam Islam

Berperang dalam Perang Salib

Tidak berperang

Merupakan anak seorang raja

Merupakan anak seorang Adipati, petinggi yang statusnya di bawah raja

Analisis Penulis

Berdasarkan data yang tercantum di atas, kedua cerita tersebut memiliki kesamaan dan perbedaan. Terlepas dari perbedaannya, kedua cerita tersebut memiliki garis besar cerita yang sama. Kedua cerita tersebut sama-sama berlandaskan kriminalitas, yang didasarkan pada rasa kemanusiaan. Kedua tokoh utama di dua cerita ulang itu menggunakan cara yang bersifat kriminal, melanggar aturan kala itu, dengan dalih hasil curian diberikan kembali kepada orang-orang miskin yang membutuhkan. Cerita tersebut juga terjadi sejak lama sekali, dari tahun sekarang.

Sebagai kesimpulan, kedua cerita itu saling memiliki ikatan satu sama lain. Keduanya memiliki garis besar cerita yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun