Apa dampaknya?
Untuk penghentian ekspor satu bulan saja, devisa negara diperkirakan akan hilang sebesar US$3 milyar (setara Rp 43.337.250.000.000,-) ditambah kehilangan potensi pajak ekspor CPO dan minyak goreng. Â Dari sisi eksportir akan kehilangan potensi selisih harga minyak goreng dalam negeri dengan luar negeri yang diprediksi sebesar Rp8.000,- perliter. Â Dari sisi importir, negara-negara seperti India, Spanyol, Malaysia, Italia dan Kenya akan mengalami gangguan pasokan CPO setara dengan 86,68% dari total ekspor CPO Indonesia. Â Sedangkan Tiongkok dan India akan mengalami gangguan pasokan minyak goreng sebesar 29% dari total ekspor Indonesia.
Apa sasaran yang diharapkan?
Sebagaimana tujuan yang secara eksplisit dinyatakan oleh Presiden Joko Widodo, semoga ketersediaan minyak goreng di dalam negeri akan segera tercukupi dengan begitu akan tercipta harga keseimbangan yang terjangkau, dimana jumlah permintaan (konsumsi) terpenuhi oleh jumlah penawaran (produksi dan penjualan). Â
Dengan terpenuhinya ketersediaan minyak goreng dalam negeri, selain menimbulkan efek ganda: pengeluaran konsumsi minyak goreng yang terjangkau, harga-harga produk yang menggunakan bahan minyak goreng lebih murah dan tentunya potensi pengeluaran pemerintah sebesar Rp 1,34 triliun per tahun untuk impor minyak goreng dapat ditiadakan. Â Jadi makna : "memenuhi ketersediaan minyak goreng dalam negeri" memiliki implikasi yang dalam bahwa Indonesia sebagai negara pengekspor minyak sawit terbesar di dunia memiliki kesempatan untuk menikmati kedaulatan pangannya, menikmati hasil buminya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H