Mohon tunggu...
Paoezan Sept.
Paoezan Sept. Mohon Tunggu... Petani - petani

Suka duduk, tapi lebih senang berjalan. Aku bilang untuk menghilangkan Jenuh...

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Bunga untuk Rosie

3 Desember 2015   22:08 Diperbarui: 3 Desember 2015   22:41 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam itu, di bawah sinar purnama yang tinggal separuh, kau bertanya perlahan kepadaku. “di mana aku akan mengekalkan aroma harumku?” aku terdiam dan kembali melanjutkan kata-katamu, “ Tempat di mana harumku mengabadi dan takkan hilang meski dideru oleh hembusan angin musim kemarau.” Aku ingin menjawab pertanyaanmu. Namun, pelupuk mata jelimu meneteskan rinai bening. Kata-kataku berubah menjadi sebuah pelukan.

Untuk semetara, kau bisa meletakkan gelisahmu di dadaku. Dalam hening suaraku terbawa angin. Bergegas meninggalkan sedan tangismu. Bajuku basah oleh airmatamu.

Rosie. Engkau adalah mawar yang harummu tak pernah lekang meski engkau berubah nama. Engkau adalah melati yang putihmu tetap mempesona walau diterpa kemarau sepanjang masa. Engkau adalah anggrek yang memberikan keindahan dalam belantara hutan. Engkau adalah bunga matahari yang selalu memberikan warna setiap kali mentari terbit di ufuknya. Engkau adalah seruni yang menghipnotis setiap mata yang memandang. Engkau adalah kamboja yang mengukuhkan hitamnya malam. Engkaulah melur yang membasuh setiap tetes keringat yang mengucur.

Engkau adalah taman berhimpunnya segala keharuman. Engkau adalah taman bersatunya segala keindahan. Engkaulah yang memberikan warna bagi kehidupan. Namun, Rosie, engkau masih mencari tempat untuk mengekalkan harummu.

Dan hatiku yang selama ini selalu cerah karenamu, hati yang selalu lapang tersebab hadirmu kini harus kubuka lebih luas lagi agar dapat menerima kenyataan. Kenyataan bahwa tempayan yang telah kusiapkan tak kunjung bisa menjadi tempatmu mengekalkan harummu. Rosie, sederas apa pun angin menggoyangmu, percayalah bahwa ada aku yang akan menjadi tambatan.

Di mana mula perkenalan kita. Di sebuah tepi gundukan tanah coklat yang berlumpur yang di naungi oleh batang yang rimbun, atau di sela-sela deretan rapi kursi. Samar. Aku tak begitu ingat. Bukan karena ia tak penting, terlebih karena harum aromamu bisa membuat aku lupa tentang masa laluku. Atau, aku sibuk berpikir tentang tempayan yang aku siapakan untuk menampungmu. Tempayan yang kelak akan berisi aroma keringatku dan aroma harum tubuhmu. Aroma yang akan menuntun kehidupan masa depan dengan anak-anak yang kita impikan. Tapi, sekali lagi aku bermipi Rosie.

Di kota dengan panas yang selalu di atas tiga puluh derajat celsius itu, kau sayik dengan keseharianmu. Mengikuti beragam aktivitas sebagai mahasiswa. Jilbabmu yang menjuntai panjang seringkali berkibar. Entah itu karena angin, atau karena badanmu yang bergoyang tersebab lari-lari kecilmu. Aku tak tahu persisnya, aku hanya mendapat cerita dari Rara, teman dekatmu dan juga temanku.

Rosie ingatkah engkau dengan dua kuntum mawar yang tumbuh di pinggir hutan di ujung desa kita? Mawar putih yang tampak bercahaya saat malam di bawah sinar rembulan, selalu segar saat ia dibasuh oleh embun pagi. Itu kenangan kita. Dua kuntum mawar yang yang menjadi tanda bahwa desa kita masih asri, subur dan belum berdebu.

Kini semua hilang.

Pada mulanya ia hanya berubah warna menjadi kehitaman karena debu tanah mereka yang menggali tambang. Tak lama kemudian seluruh batangnya berubah menjadi kecoklatan karena tanah yang bercampur air hujan. Kelak jika kau datang untuk melihatnya, ia sudah tak berbekas.

Mawar itu, yang menjadi tanda dan batas bagi hutan kita, kini berganti kawat berduri dan sebuah tulisan putih di atas sebuah plang: ‘Yang Tidak berkepentingan dilarang masuk.’ Kita tak boleh lagi menginjak tanah kita sendiri. Dan kenangan kita berada di tepian lubang besar tambang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun