Setiap guru pasti marah-marah, gusar dan tersinggung kalau dikatakan, bahwa tidak ada siswa yang bodoh, tetapi yang ada adalah guru yang goblog, yang selalu mengalami kesulitan mengajar.
Mereka akan mengelak, dengan mengatakan:”Bukankah keberhasilan guru bisa dilihat dari capaian siswa yang berhasil lulus ujian nasional atau siswa naik kelas?”
Seharusnya diakui saja dengan lapang dada, apabila terjadi siswa kesulitan atau gagal belajar, ini berarti menjadi tanggung jawab guru, baik yang belum maupun yang sudah memperoleh sertifikat profesi pendidik. Sebab, ungkapan kesulitan belajar siswa itu tidak ada, yang ada hanya kesulitan guru mengajar, disampaikan oleh Dr Rita Dunn (1992). Dan dipertegas kebenarannya oleh Barbara Prashing (The Power of Learning Styles, 2004, hlm 115)
Penyebabnya pasti bukan karena guru tidak bisa mengajar, tetapi karena cara guru mengajar dengan main pukul rata dalam menerapkan metode pembelajaran dan cara melakukan penilaian, bahkan diseragamkan. Padahal semua guru tahu, bahwa setiap siswa memiliki keunikan kecerdasan. Sehingga tidak akan cocok satu metode pembelajaran digunakan untuk melayani seluruh tipe kecerdasan siswa, termasuk juga cara melakukan penilaian.
Ini mengakibatkan tidak mudahnya proses belajar pada diri siswa, dan disimpulkan dia sebagai siswa yang mengalami kesulitan belajar, alias lamban, atau bodoh.
Masih meminjam pendapat Barbara Prashing, untuk pengajaran, paradigmanya adalah: ”Apabila siswa tidak bisa belajar dengan cara guru mengajar, maka guru harus mampu mengajar mereka dengan cara mereka bisa belajar” Untuk pembelajaran, paradigmanya: ”Setiap orang bisa belajar, tetapi setiap orang belajar dengan cara berbeda”
Salahkah guru? Tidak. Salahkah siswa? Juga tidak. Tidak ada yang perlu disalahkan dari kekurangan-kekurangan yang dialami oleh mereka, guru dan siswa. Yang jelas, semakin banyak dirasakan, bahwa sistem pendidikan kita kurang leluasa dalam memberikan ruang gerak yang memungkinkan guru melakukan pembelajaran optimal.
Apalagi kalau sudah dihadapkan dengan segala kriteria yang terkait dengan kelulusan atau kenaikan kelas. Barangkali dari sini bisa diurai benang kusut persoalannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H