Mohon tunggu...
Eddy Soejanto
Eddy Soejanto Mohon Tunggu... lainnya -

suka mengupaskan, suka menyajikan, dan suka mempersilahkan Anda menikmatinya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Maunya, Menggurui Guru yang Belum Mau Bermutu

10 Februari 2010   02:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:00 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Salah seorang inovator pembelajaran, Agus Sampurno pernah mengatakan, bahwa tantangan menjadi guru bermutu ternyata sangat berat, tapi juga bisa menjadi sangat sederhana asalkan guru mampu menyederhanakannya.

Bagaimana itu? Guru cuma dituntut mampu memiliki performans yang gampang tersenyum, sikap peduli, penuh perhatian, dan tak bosan melontarkan lelucon. Itu semua ditampilkan secara ajeg di ruang-ruang kelas melengkapi kemampuannya yang paling penting, yaitu menguasai dan menyajikan mata pelajaran yang diampu.

Kata Agus Sampurno meyakinkan, bahwa hal demikian itu cukuplah bagi murid-murid. Murid-murid bisa mengubah sosok guru yang demikian itu menjadi segalanya. Sebagai  sosok yang selalu ditunggu-tunggu kehadirannya dan disesali kekosongannya di ruang-ruang kelas. Walaupun mereka mungkin sudah didampingi oleh internet, multimedia pembelajaran, mulai dari games pembelajaran sampai DVD pembelajaran sebagai alternatif sumber pengetahuan lainnya.

Memang demikian, kapanpun dan di manapun seorang guru bermutu, maka ia haruslah manusia yang lebih baik daripada murid-muridnya. Sehingga apabila banyak berita buruk yang mengungkapkan murid-murid hanya menginginkan ijazah, tapi masa bodoh dengan cara memperoleh ilmunya, maka semestinya fakta ini tidak boleh terjadi pula di kalangan guru.

Tetapi kenapa ada kejadian 1.820 orang peserta sertifikasi guru dalam jabatan yang terancam diturunkan pangkatnya karena dinilai telah melakukan kecurangan? Bukankah dengan ini bisa menjelaskan serendah apa kadar mutu mereka sebagai guru?

Ampun guru, barangkali pemberitaan itu dan pemberitaan lainnya umumnya sangat menyakitkan, tetapi harus bisa diterima sebagai sebuah kenyataan.

Atau kalau mau berkilah, gunakan argumen Doni Koesoema A, bahwa pendidikan bukan obat mujarab bagi berbagai macam persoalan yang dihadapi bangsa ini. Meski demikian, dengan mendesain kebijakan pendidikan secara baik dan sinambung, hal itu mampu memberi sumbangan yang bermakna bagi perubahan tatanan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun