Mohon tunggu...
Eddy Soejanto
Eddy Soejanto Mohon Tunggu... lainnya -

suka mengupaskan, suka menyajikan, dan suka mempersilahkan Anda menikmatinya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru Bermutu Agen Pembelajaran Apaan

22 Januari 2010   22:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:19 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Akhir-akhir ini mulai nampak hal-hal yang bertentangan dengan ungkapan Sindhunata (Menggapai Paradigma Baru Pendidikan, 2000, hal.12) yang menyatakan bahwa sekolah merupakan lembaga yang paling malas untuk berubah.

Susul-menyusulnya topik pembicaraan mengenai laju kecenderungan perubahan di masa depan, yang semakin kompleks, ternyata benar-benar direnungkan, sehingga berhasil menyemangati banyak guru untuk berperan menjadi andil dalam reformasi lembaga pendidikan (sekolah).

Saat ini, tak satupun sekolah merasa enggan dituntut untuk menjalankan kinerja yang bertumpu dan berdasarkan kecenderungan pada masa depan tersebut. Implikasinya bagi semua warga sekolah adalah memerlukan perubahan secara mendasar dan komprehensif dalam rangka mempertahankan dan memperkuat keberadaan, kedudukan dan fungsinya pada masa depan. Dengan demikian guru-guru pun dituntut makin gegas kesiapannya menjadi agen pembelajaran.

Bahwa pelaksanaan kurikulum dijaminkan pada para guru, semua pemangku kepentingan sepakat. Kesigapan mereka, baik bermutu maupun tidak bermutu, dalam bertindak tidak usah lagi dibimbangkan dengan penentuan skala prioritas. Apakah yang diutamakan membenahi mutu kompetensi guru dulu, atau melengkapi sarana dan prasarana sekolah dulu.

Ini sudah bersandar pilar aturan yang tegas pada pasal 39 ayat (2), UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas. Yang menyatakan, bahwa guru merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Jadi benar, secara normatif guru wajib berperan sebagai sosok yang sanggup menjadi agen pembelajaran di sekolah. Tanpa memandang dan mempertimbangkan kapasitas sarana dan prasarana yang memasilitasinya.

Untuk itu, mutu guru bermutu pun harus semakin diakrabi, guna menciptakan suasana pendidikan yang i2m3 dan mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan. Ia adalah sosok yang memberi teladan, menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Tetapi apakah kriteria mutu guru bermutu sebagai agen  pembelajaran yang sedemikian sempurna itu akan dapat didekati?

Secara klise, jawabannya selalu berbunyi: sejumlah tujuan tidak akan dapat diraup apabila kesejahteraan tidak cukup. Buktinya sampai sekarang hak guru yang berupa penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai juga belum seluruhnya diwujudkan.

Ampun pemerintah, kalian masih perlu banyak memperhatikan hak-haknya yang lain, seperti memperoleh penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja, pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas, perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas, hak atas hasil kekayaan intelektual, dan kesempatan untuk menggunakan sarana-prasarana dan semua fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.

Kalau mau, setiap saat guru dapat saja membariskan lebih panjang daftar hak dan kewajibannya sesuai dengan kehendak peraturan perundang-undangan. Namun apakah itu punya makna, bila keseimbangan antara hak dan kewajiban tidak seperti yang diharapkan?

Lebih-lebih jika dikotomi guru negeri dan guru swasta tetap dipelihara, seakan makin enggan  menyusutkan ketimpangan dan kesenjangan kesejahteraan mereka, dan terus-menerus menjadi biang permasalahan sulitnya meningkatkan kualitas pendidikan.

Oleh karena itu, meskipun dunia pendidikan sudah mulai mengubah paradigma, tetapi para guru tidak nampak akan segera menjawabnya. Kenapa masih banyak juga yang tetap tinggal diam dan berpangku-tangan, menunggu dan melihat saja?

Berulangkali gerakan guru-guru yang ditandai dengan berbagai bentuk protes, terjadinya selalu disebabkan terlukanya rasa keadilan, pengabaian atas hak-hak mereka.
Bahkan seringkali dari sisi kepentingan mempertahankan atau memperebutkan kekuasaan, guru cukup diletakkan pada posisi marjinal, sebagai angka ikut. Bukan hanya oleh pemerintah, bahkan oleh pimpinan atau pengelola sekolah sekalipun.

Hal seperti itu sudah saatnya dihabisi oleh guru. Bukan dengan unjukrasa, mogok mengajar, mogok makan, apalagi perbuatan anarki. Mengapa tidak dengan menunjukkan diri guru sendiri, sebagai sosok yang dapat mengikuti laju perubahan dengan menjadi bermutu semutu agen pembelajaran?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun