[caption id="attachment_116209" align="alignnone" width="680" caption="Suasana Konsultasi Publik antara Komnas HAM dengan masyarakat desa Wotgalih"][/caption] Komnas HAM akhirnya turun ke Wotgalih untuk melakukan investigasi secara intensif terkait kasus konflik tambang pasir besi antara masyarakat Wotgalih dengan PT. Aneka Tambang, Minggu, 12 Juni 2011. Rombongan yang dipimpin langsung oleh ketua Sub Komisi Pemantauan dan Penyelidikan, Kabul Supriyadi tersebut langsung menemui masyarakat Wotgalih yang sudah berkumpul di Balai Desa Wotgalih sejak pagi. Dalam pertemuan yang bertajuk Konsultasi Publik tersebut, Komisioner yang berasal dari Semarang ini melakukan dialog langsung dengan masyarakat Wotgalih terkait dengan berbagai indikasi adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di desa penghasil bunga terbesar di Lumajang ini. Kehadiran Komisioner Komnas HAM ini didampingi oleh 3 orang anggotanya yakni Sriana, Nurjaman dan Bayu Pamungkas. "Kami datang ke Wotgalih ini karena adanya pengaduan dari Foswot, dan kami wajib meresponnya karena itu amanat undang-undang" kata Kabul. "Bahkan meskipun hari minggu, kami tetap menjalankan tugas. Buktinya kami datang ke sini dan memakai tanda garuda di dada" imbuhnya. Selanjutnya Kabul menambahkan bahwa kehadirannya ke Wotgalih adalah untuk mengklarifikasi langsung pengaduan dari Foswot terkait konflik antara masyarakat desa Wotgalih dengan PT. Aneka Tambang. "kami dalam posisi yang netral, kami tidak dalam rangka mendukung masyarakat Wotgalih maupun PT. Aneka Tambang. Kami hanya ingin memastikan apakah di sini memang betul-betul terjadi pelanggaran HAM atau tidak" tegas Kabul. Berkali-kali di sela dialog tersebut Kabul bertanya langsung kepada masyarakat, apakah keberadaan penambangan pasir besi di desa wotgalih memberikan kesejahteraan kepada masyarakat apa tidak? dengan serentak dan lantang masyarakat menjawab "Tidaaaak..!!". Dan terlihat staf dari Komnas HAM mencatat pernyataan tersebut dengan seksama. H. Mahrus, salah satu tokoh di desa Wotgalih menyampaikan secara terbuka kepada Komnas HAM bahwa sebelum ada penambangan pasir besi, desa Wotgalih adalah desa yang sejahtera, aman dan tentram. Tapi sejak adanya penolakan warga terhadap penambangan pasir besi tersebut kondisi keamanan menjadi terusik. Kasus kriminalitas seperti perampokan dan pencurian meningkat, konflik antara masyarakat yang anti tambang dengan yang pro tambang mulai timbul, bahkan dalam beberapa bulan terahir terjadi pengeroyokan secara terbuka dengan menggunakan senjata tajam oleh orang pro tambang kepada orang anti tambang. Fendi, salah satu dari empat orang warga desa Wotgalih yang pernah dipenjara atas tuduhan melanggar pasal 335 ayat 1 juga menceritakan secara langsung kepada rombongan dari Komnas HAM tersebut bahwa dirinya pernah diperlakukan secara semena-mena oleh aparat penegak hukum di Lumajang. "saya hanya membonceng Dayat ke balai desa untuk menyelamatkannya dari amukan massa, tapi saya malah di penjara selama 5 bulan 2 hari". Fendi juga menjelaskan bahwa saat diperiksa di mapolres dirinya sempat ditawari oleh polisi yang melakukan penyidikan pada dirinya waktu itu bahwa jika dirinya dan teman-temannya mau menyetujui adanya penambangan pasir besi di desa Wotgalih, maka dirinya dan teman-temannya akan dibebaskan dari jeratan hukum, tapi dengan tegas Fendi dan kawan-kawannya menolak. "Lebih baik saya ditahan Pak, daripada saya harus menyetujui adanya penambangan pasir besi di desa kami" tegasnya. Setelah melakukan dialog selama kurang lebih 2 jam dengan masyarakat, rombongan dari Komnas HAM ini meninjau langsung lokasi penambangan pasir besi yang ada di pesisir Samudera Indonesia tersebut. Didampingi oleh tokoh-tokoh masyarakat desa Wotgalih, rombongan ini melihat langsung kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh penambangan pasir besi yang pernah dilakukan oleh PT. Aneka Tambang selama sekitar 10 tahun di lokasi tersebut. Banyaknya lubang-lubang bekas galian yang tidak direklamasi, lenyapnya beberapa gundukan pasir yang semula menjadi tameng bagi desa Wotgalih dari terjangan angin laut dan ombak, rusaknya pertanian akibat naiknya air asin ke areal persawahan dan hancurnya ekosistem karena tidak dilakukan reboisasi menjadi fakta yang langsung direkam oleh tim investigasi ini. Kabul juga berjanji bahwa besok harinya mereka akan menemui Bupati Lumajang dan Kapolres Lumajang untuk mengklarifikasi langsung berbagai temuan di lapangan yang terindikasi sebagai pelanggaran HAM, salah satunya adalah tidak diberikannya dokumen Amdal yang diminta oleh masyarakat Wotgalih, padahal itu adalah dokumen publik yang boleh diakses oleh siapapun. Juga adanya intimidasi, kriminalisasi dan pemalsuan tanda tangan warga untuk persetujuan ijin pertambangan. "kami akan usut tuntas kasus ini" tegasnya sebelum meninggalkan Wotgalih. [caption id="attachment_113931" align="aligncenter" width="500" caption="Tim Investigasi dari Komnas HAM didampingi ketua Foswot saat meninjau langsung lokasi penambangan pasir besi di desa Wotgalih"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H