Waktu pak lurah sudah tidak banyak karena Oktober 2024 harus meninggalkan kekuasaan, alias digantikan. Itu artinya, waktu untuk menggulirkan hak angket agar sang jenderal tak bisa berkuasa makin tipis. Cukupkah waktunya? Dua koalisi mulai atur siasat, awas jangan sampai tersesat. Di sisi lain, kelompok pak lurah dan sang jenderal juga harus bersiap-siap.
Jika pelanggaran dan kecurangan bisa dibuktikan lewat hak angket, dua putaran dalam pemilihan presiden bisa saja terjadi. Akan tetapi, apakah hak angket sudah cukup untuk membuktikan terjadinya kecurangan? Hati-hati dengan hak interpelasi. Senator dari partai koalisi pihak penantang bisa saja mencari bukti kecurangan dari para menteri.
Kembali melansir website resmi DPR, hak interpelasi bisa digunakan untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sepertinya kubu banteng punya banyak kartu as terkait hal ini.
Menteri-menteri yang berasal dari kandang banteng bisa saja memberi keterangan apabila pemerintah benar-benar melakukan kecurangan. Apakah penanggung jawab bansos akan bersuara? Kemungkinan besar iya. Pasalnya, salah satu indikasi kecurangan yang didapat para kubu penantang tidak hanya berada di TPS, akan tetapi terlihat juga sebelum kontestasi dimulai.
Tidak hanya penanggung jawab bansos, pengatur uang negara yang dekat dengan kubu merah juga berpotensi memberi kesaksian jika ada penyalahgunaan APBN. Hal itu tentunya akan memberatkan sang jenderal sehingga kemenangannya didelegitimasi. Sayang sekali sang peluru tak kendali jusru meninggalkan sarang saat sedang dibutuhkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H