Mohon tunggu...
panji nuzul
panji nuzul Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiwa

Mahasiswa 2020 Universitas Bhayangkara Jakarta Raya Fakultas Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebebasan serta Perlindungan kepada Anak-Anak Terlantar dengan Menegakkan HAM

27 Juni 2022   13:55 Diperbarui: 27 Juni 2022   14:08 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

KEBEBASAN SERTA PERLINDUNGAN KEPADA ANAK-ANAK

TERLANTAR DENGAN MENEGAKAN HAM

 

Panji Nuzul Desriyanto

(Dosen Pengampu : Saeful Mujab, S.Sos., M.I.Kom)

ABSTRAK

Setiap manusia berhak atas kebebasan meskipun dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang memiliki kebebasan karena peranan orang tua, tapi ada pula yang tidak memiliki hak kebebasan tersebut. Benarkah kita harus kaya untuk dapat di anggap ada? Kalau iya, apa yang membuat kebebasan bisa dapat di miliki ketika kita kaya? Kebebasan atas hak asasi manusia sering kali dikaitkan dengan status sosial (kaya). 

Secara tidak sadar, masyarakat akan menganggap hal tersebut biasa dengan melihat aktivitas para petugas Satpol PP yang membuat golongan fakir miskin dan anak-anak terlantar sulit mendapatkan hak kebebasan. Familiar bukan, dengan “satpol pp” kita semua tau ini? 

Apalagi jika mereka melakukan penindakan dengan sistem memaksa, alias sistem kasar dan keras.  Nah, melihat hal ini timbul pertanyaan kebebasan atau hak asasi manusia belajar dari sana bisa lebih peduli untuk memahami isi Pancasila hingga Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang harus dipelajari hingga dilaksanakan. 

Saat melihat hal ini, Satpol PP bekerja meningkatkan kinerja serta citra baik lembaga hingga mengabaikan hak asasi manusia serta kebebasan atas fakir miskin dan anak-anak terlantar. Upaya mendapatkan hak atau kebebasan untuk mereka dipaparkan dalam sudut pandang ilmiah. 

(Kata Kunci : Kebebasan Perlindungan HAM, Anak-Anak Terlantar, Fakir Miskin)

 

Latar Belakang

Kekerasan terhadap anak-anak terlantar hingga fakir miskin adalah peristiwa yang jarang bahkan hampir sama sekali tidak di bahas. Anak-anak terlantar dan fakir miskin seringkali menjadi korban diskriminasi, intimidasi dan kekerasan. Kekerasan yang terjadi seringkali terikat dengan fisik, seperti penganiayaan, dan lainnya, Hingga tanpa sadar korban mendapatkan kekerasan secara psikis jadi tidak hanya secara fisik tapi sampai psikis korban pun. Keberadaan mereka masih diabaikan dan selalu di diskriminasi.

Apakah bisa mereka memiliki hak asasi manusia dalam kebebasan dengan tidak dapat ruang bahkan perilaku seperti itu? Mereka terintimidasi karena lingkungan hidup secara sosial. Masyarakat selalu acuh akan korban kekerasan terhadap anak-anak terlantar dan fakir miskin di mana jelas terlihat tidak menegakan hukum bahkan secara hak asasi manusia mereka belum mendapatkan baik dalam kebebasan di muka umum hingga kesetaraan sosial misalnya dalam hal pekerjaan.  

Kemudian dengan peranan Satpol PP sebagai penegak untuk ketertiban yang tanpa sadar melupakan hak kebebasan anak-anak terlantar hingga fakir miskin, Namun hal tersebut merupakan bertolak belakang dengan kegiatan Satpol PP guna meningkatkan citra lembaga. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk memberi pandangan bagaimana banyak kasus kekerasan dan acuhnya masyarakat dalam hak kebebasan terhadap anak-anak terlantar hingga fakir miskin di Indonesia yang selalu tidak mendapat perhatian lebih akan hak asasi manusia serta perlidungan HAM di hukum.

Tinjauan Pustaka

Hak Asasi Manusia adalah hak yang dimiliki manusia karena ia manusia. Makhluk sosial pasti memilikinya karena status sosialnya, tetapi karena sifat makhluk sosial. 

Setiap orang dilahirkan dengan bahasa, budaya, warna kulit, dan kebangsaan yang berbeda yang mana mereka memiliki hak dan masih menerimanya. Selain itu, hak ini tidak dapat ditarik kembali. Artinya, seburuk apapun perilaku atau tingkah laku seseorang, dia tidak akan berhenti menjadi manusia. Dengan kata lain, hukum bersamanya sebagai makhluk sosial.

Sementara itu, Pasal 34 (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hanya menyatakan bahwa Negara menyelenggarakan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberikan kekuasaan kepada yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Bahwa semua orang harus diterjemahkan hanya sebagai warga negara Indonesia, bukan sebagai orang asing di Indonesia.

Pasal 34 (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mewajibkan negara untuk memelihara anak miskin dan terlantar. Pentingnya dan pentingnya pekerjaan untuk semua tercermin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 27 (2), yang mengatur bahwa setiap warga negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi rakyatnya. Pasal 34 (1) UUD 1945 dimaksudkan untuk melindungi keberadaan atau reproduksi anak miskin dan terlantar. Namun, realita masyarakat hal itu akan terjadi. Semakin banyak anak-anak miskin dan terlantar yang harus disalahkan atas hilangnya program pemberdayaan dan pendidikan mereka. (Rahayu, 2012)

 

Metode Penelitian

Dalam metode penelitian ini untuk mendukung kesempurnaan hasil artikel maka saya menggunakan bahan atau data-data baik secara jurnal, buku-buku serta refrensi pendukung lainnya.

Pembahasan

  • Penegakan Secara Hukum Hak Asasi Kebebasan Anak-anak terlantar dan Fakir Miskin

Undang- Undang Dasar 1945 (UUD 1945) merupakan Landasan konstitusional Negeri Kesatuan Republik Indonesia. UUD 1945 merupakan selaku hukum bawah paling tinggi dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa serta bernegara. UUD 1945 sudah di amandemen 4 kali pada tahun 1999, 2000, 2001, serta 2002 yang sudah menciptakan rumusan Undang- Undang Bawah yang jauh lebih kuat menjamin hak konstitusional masyarakat negeri. 

Anak- anak terlantar, Gelandangan serta pengemis( Gepeng), anak jalanan, pemerintah, serta UUD 1945 Pasal 34 ayat 1 silih berhubungan, amati UUD 1945 Pasal 34 Ayat 1 yang berbunyi Fakir Miskin serta anak- anak yang terlantar dipelihara oleh negeri. UUD 1945 Pasal 34 Ayat 1 tersebut memiliki arti kalau anak- anak terlantar, gepeng serta anak- anak jalanan dipelihara ataupun diberdayakan oleh negeri yang dilaksanakan oleh pemerintah, serta telah jelas pada pembukaan UUD 1945 ialah Pemerintah Negeri Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia serta segala tumpah darah Indonesia serta buat memajukan mensejahterakan universal, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta turut melakukan kedisiplinan dunia, perihal ini sepatutnya dilaksanakan oleh pemerintah bukan cuma selaku kiasan saja. 

Secara sah resmi, Negeri boleh menampilkan kepedulian terhadap masa depan anak- anak terlantar ini. Dalam Pasal 34 Ayat 1, UUD 1945 disebutkan:“ Fakir miskin serta anak- anak terlantar dipelihara oleh negeri.” Bersumber pada pada pasal ini hingga anak- anak terlantar ialah tanggung jawab negeri. 

Tetapi terdapat yang ganjil. Anak terlantar serta ataupun anak jalanan malah hadapi kenaikan secara kuantitas di daerah- daerah perkotaan serta daerah- daerah sub urban. Kenyataan ini menampilkan terdapat yang butuh diluruskan Jika demikian realitasnya, apakah ada iktikad Pasal 34 Ayat 1 UUD 1945, hendak dibaca: Fakir miskin serta anak- anak yang terlantar“ dipelihara” oleh negeri.“ Dipelihara” dalam ciri kutip, artinya senantiasa terdapat serta“ hendak dipelihara” kondisi yang demikian di negara ini. (Rahayu, 2012)

  • Pengaturan dan Pelaksanaan Pemeliharaan Anak-Anak Terlantar di Indonesia

Bagi UUD 1945,“ anak terlantar itu dipelihara oleh negeri”. Maksudnya pemerintah memiliki tanggung jawab terhadap pemeliharaan serta pembinaan anak- anak terlantar, tercantum anak jalanan. Hak- hak asasi anak terlantar, pada hakekatnya sama dengan hak- hak asasi manusia pada biasanya, semacam halnya tercantum dalam UU Nomor. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, serta Keputusan Presiden RI Nomor. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Right of the Child( Kesepakatan tentang hak- hak Anak). 

Mereka butuh memperoleh hak- haknya secara wajar sebagaimana seperti anak, ialah hak sipil serta kemerdekaan( civil righ and freedoms), area keluarga serta opsi pemeliharaan( family envionment and alternative care), kesehatan bawah serta kesejahteraan( basic health and welfare), pembelajaran, tamasya serta budaya( education, laisure and culture activites), serta proteksi spesial( special protection). 

Kesepakatan hak anak- anak yang dicetuskan oleh PBB( Convention on the Rights of the Child), sebagaimana sudah diratifikasi dengan Keppres no 36 tahun 1990, melaporkan, kalau sebab belum matangnya raga serta mental anak- anak, hingga mereka membutuhkan atensi serta proteksi. Bagi Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1988 Tentang Usaha Kesejahteraan Anak Untuk Anak Yang Memiliki Permasalahan Pasal 1 melaporkan“ Anak yang memiliki permasalahan merupakan anak yang antara lain tidak memiliki orang tua serta terlantar, anak terlantar, anak yang tidak sanggup, anak yang hadapi permasalahan kelakuan serta anak cacat”. (Ambat, 2013)

  • Perlindungan HAM Terhadap Anak-anak terlantar hingga Fakir Miskin

 Secara universal proteksi hukum dimaksud selaku peraturan perundang- undangan yang berlaku di Indonesia serta membagikan proteksi kepada tiap masyarakat negeri, salah satunya Anak terlantar bisa diberikan asuhan ialah bermacam upaya yang diberikan kepada anak selaku pengganti orang tua ataupun keluarga supaya anak spesialnya anak terlantar bisa tumbuh dengan normal baik secara rohani, jasmani, ataupun sosial. Peraturan Perundang- Undangan yang mengendalikan tentang anak terlantar ialah: Undang- Undang Bawah 1945 Undang- Undang RI No 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial. Undang- Undang RI No 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Undang- Undang RI No 23 tahun 2002 tentang Proteksi Anak. Undang- Undang RI No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang- Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pembelajaran Nasional. Undang– Undang No 3 Tahun 1997 Tentang Majelis hukum Anak. Keputusan Presiden RI No 36 Tahun 1990 Tentang Pengesahan Convention on the Right of the Child( Kesepakatan tentang hak- hak anak). Peraturan Pemerintah No 2 Tahun 1988 tentang Usaha Kesejahteraan untuk anak yang memiliki permasalahan). (Ambat, 2013)

Penutup

Kesimpulan 

Secara legalitas, bahwa masih jauh dari kata kesetaraan antara anak-anak terlantar dengan fakir miskin padahal jelas butuh ditegakkan berdasarkan Pasal 34 Ayat (1) UUD 1945 disebutkan: “Fakir miskin dan anak-anak terlantar” yang bertanggung jawab ialah negara.

Saran

Secara makhluk tuhan kita manusia, selalu berusaha memanusiakan manusia tanpa melihat sesuatu padanya.

            

Daftar Pustaka 

Ambat, T. (2013). Fungsi Negara Memelihara Anak-Anak Terlantar Menurut Undang-Undang Dasar 1945. Lex Administratum, 1(2), 42–46. Rahayu. (2012). Hukum Hak Asasi Manusia (HAM). 51.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun