Â
Latar Belakang
Kekerasan terhadap anak-anak terlantar hingga fakir miskin adalah peristiwa yang jarang bahkan hampir sama sekali tidak di bahas. Anak-anak terlantar dan fakir miskin seringkali menjadi korban diskriminasi, intimidasi dan kekerasan. Kekerasan yang terjadi seringkali terikat dengan fisik, seperti penganiayaan, dan lainnya, Hingga tanpa sadar korban mendapatkan kekerasan secara psikis jadi tidak hanya secara fisik tapi sampai psikis korban pun. Keberadaan mereka masih diabaikan dan selalu di diskriminasi.
Apakah bisa mereka memiliki hak asasi manusia dalam kebebasan dengan tidak dapat ruang bahkan perilaku seperti itu? Mereka terintimidasi karena lingkungan hidup secara sosial. Masyarakat selalu acuh akan korban kekerasan terhadap anak-anak terlantar dan fakir miskin di mana jelas terlihat tidak menegakan hukum bahkan secara hak asasi manusia mereka belum mendapatkan baik dalam kebebasan di muka umum hingga kesetaraan sosial misalnya dalam hal pekerjaan. Â
Kemudian dengan peranan Satpol PP sebagai penegak untuk ketertiban yang tanpa sadar melupakan hak kebebasan anak-anak terlantar hingga fakir miskin, Namun hal tersebut merupakan bertolak belakang dengan kegiatan Satpol PP guna meningkatkan citra lembaga. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk memberi pandangan bagaimana banyak kasus kekerasan dan acuhnya masyarakat dalam hak kebebasan terhadap anak-anak terlantar hingga fakir miskin di Indonesia yang selalu tidak mendapat perhatian lebih akan hak asasi manusia serta perlidungan HAM di hukum.
Tinjauan Pustaka
Hak Asasi Manusia adalah hak yang dimiliki manusia karena ia manusia. Makhluk sosial pasti memilikinya karena status sosialnya, tetapi karena sifat makhluk sosial.Â
Setiap orang dilahirkan dengan bahasa, budaya, warna kulit, dan kebangsaan yang berbeda yang mana mereka memiliki hak dan masih menerimanya. Selain itu, hak ini tidak dapat ditarik kembali. Artinya, seburuk apapun perilaku atau tingkah laku seseorang, dia tidak akan berhenti menjadi manusia. Dengan kata lain, hukum bersamanya sebagai makhluk sosial.
Sementara itu, Pasal 34 (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hanya menyatakan bahwa Negara menyelenggarakan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberikan kekuasaan kepada yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Bahwa semua orang harus diterjemahkan hanya sebagai warga negara Indonesia, bukan sebagai orang asing di Indonesia.
Pasal 34 (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mewajibkan negara untuk memelihara anak miskin dan terlantar. Pentingnya dan pentingnya pekerjaan untuk semua tercermin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 27 (2), yang mengatur bahwa setiap warga negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi rakyatnya. Pasal 34 (1) UUD 1945 dimaksudkan untuk melindungi keberadaan atau reproduksi anak miskin dan terlantar. Namun, realita masyarakat hal itu akan terjadi. Semakin banyak anak-anak miskin dan terlantar yang harus disalahkan atas hilangnya program pemberdayaan dan pendidikan mereka. (Rahayu, 2012)
Â