'Mungkin begitu. Anda telah menghadapi masalah ini selama  bertahun-tahun dan mestinya mengetahui situasi dengan lebih baik  daripada saya. Tapi terlepas dari kesulitan politik dari oposisi Arab  yang mungkin atau mungkin juga tidak mengganggu jalan anda---tidak kah  pertanyaan mengenai aspek moral pernah menggugah anda? Tidak kah anda  berpikir bahwa ada yang salah di sisi anda dengan menyingkirkan orang  yang telah lama tinggal di negara ini?'
'Tapi ini negara kami,' jawab D. Weizmann sambil mengangkat alisnya.  'Kita tidak melakukan apapun selain mengambil kembali apa yang telah  dirampas dengan salah dari kita.'
'Tapi anda telah pergi dari Palestina selama hampir dua ribu tahun!  Sebelumnya anda telah memerintah negeri ini, dan hampir seluruh  wilayahnya, selama kurang dari lima ratus tahun.[2] Tidak kah anda berpikir bahwa orang-orang Arab bisa, dengan pembenaran  yang sama, dapat menuntut Spanyol untuk diri mereka sendiri---karena,  bagaimanapun juga, mereka memegang kekuasaan di Spanyol selama hampir  tujuh ratus tahun dan kehilangannya hanya lima ratus tahun yang lalu?'[3]
D. Weizmann terlihat menjadi tidak sabar: 'Omong kosong. Orang-orang  Arab hanya menaklukkan Spanyol; itu tidak pernah menjadi tanah air asli  mereka, dan benar bila pada akhirnya mereka diusir oleh orang-orang  Spanyol.'
'Maafkan saya,' jawabku, 'tapi menurutku ada beberapa kekeliruan  sejarah di sini. Lagi pula, orang-orang Ibrani juga datang ke Palestina  sebagai penakluk. Jauh sebelum mereka, sudah ada banyak suku-suku Semit  maupun non-Semit yang menetap di sini---orang-orang Amori, Edom, Filistin,  Moab, dan ittit. Suku-suku tersebut bahkan tetap tinggal di sini  ketika kerajaan Israel dan Yehuda berkuasa. Mereka juga tetap  melanjutkan hidup di sini ketika orang Romawi mengusir nenek moyang  kita. Mereka hidup di sini hari ini.Â
Orang-orang Arab yang menetap di  Suriah dan Palestina setelah penaklukkan mereka pada abad ke-7 selalu  hanya merupakan minoritas kecil dari populasi; orang-orang lainnya, apa  yang kita deskripsikan hari ini sebagai Arab Palestina atau Arab Suriah, realitasnya hanyalah ter-Arabisasi dari penduduk asli negara ini. Dalam  perjalanan selama berabad-abad, beberapa dari mereka menjadi muslim,  sementara yang lainnya tetap menjadi orang-orang Kristen; para muslim  secara alamiah menikah dengan teman-teman seagama mereka dari Arab.  Tetapi dapatkan anda menyangkal bahwa sebagian besar orang Palestina,  yang berbicara bahasa Arab, baik muslim maupun kristen, merupakan  keturunan langsung dari penduduk asli: asli dalam arti pernah tinggal di  negara ini berabad-abad sebelum orang Ibrani datang ke sini?'[4]
D. Weizmann tersenyum dengan sopan mendengar semburan saya dan mengalihkan pembicaraan ke topik lain."[5]Â
Panji Haryadi
Bersambung...
Catatan Kaki:
[1] Yasir Qadhi, "Leopold Weiss", dari laman https://www.facebook.com/yasir.qadhi/posts/10155529980948300, diakses 27 Desember 2017.