Mohon tunggu...
Panji Haryadi
Panji Haryadi Mohon Tunggu... Penulis -

Gemar menulis mengenai sejarah dan peradaban Islam.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Masjid Kembar Bersejarah di Palembang

16 Desember 2017   00:59 Diperbarui: 16 Desember 2017   01:17 2184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjid Lawang Kidul, konon merupakan kembarannya Masjid Muara Ogan. Photo: Erie Khafif Mukti

"Kiai Marogan mempunyai dua anak yatim di Palembang. Karena hal  itulah beliau memutuskan untuk meninggalkan Mekah dan kembali ke  Palembang selamanya."

Artikel Sebelumnya di Kompasiana: Kiai Marogan, Ulama Kharismatik Palembang yang Menguasai 'Ilmu Sihir'

Di masa Kiai Marogan hidup, di Palembang hanya terdapat satu buah  masjid, yaitu Masjid Agung Palembang yang didirikan oleh Sultan Mahmud Badaruddin. Palembang merupakan sebuah daerah yang cukup luas, sehingga  Kiai Marogan mempertimbangkan untuk mendirikan masjid lagi untuk menampung kebutuhan beribadah umat Islam Palembang. Pada zaman itu Islam  sedang berkembang dan pengikutnya sudah mulai bertambah banyak. Jangan  pula bayangkan Palembang kondisinya seperti sekarang ini, pada waktu itu  bagi masyarakat Palembang yang misalnya tinggal di daerah Kertapati  atau Tangga Buntung, perjalanan menuju Masjid Agung dianggap cukup jauh.[1]

Dengan demikian, maka dibangunlah dua masjid lagi, satu berada di  daerah Ulu, satu lagi di daerah Ilir, kedua-duanya tepat berada di  pinggir sungai Musi. Masjid yang berada di Ulu dinamakan Masjid Muara  Ogan atau Masjid Kiai Muara Ogan, dinamakan demikian karena lokasinya  tepat berada di ujung Muara Ogan yang berbatasan langsung dengan Sungai  Musi. Satu lagi yang berada di Ilir dinamakan Masjid Lawang Kidul.  Sampai saat ini belum ditemukan literatur yang menjelaskan kenapa masjid  ini dinamai Lawang Kidul.[2]

Peta lokasi beberapa masjid bersejarah di Palembang. Photo: Google
Peta lokasi beberapa masjid bersejarah di Palembang. Photo: Google
Masjid Muara Ogan dan Masjid Lawang Kidul dikatakan merupakan  kembaran, karena desainnya sama persis dan diarsiteki oleh Kiai Marogan  sendiri ketika sedang proses pembangunannya. Kedua masjid ini dianggap  bersejarah karena termasuk masjid tua yang dibangun pada masa-masa awal  penyebaran Islam di Palembang. Masjid Muara Ogan dibangun pada tahun  1870, sedangkan masjid lawang kidul pada tahun 1889.[3]

Masjid Muara Ogan, masjid yang didirikan oleh Kiai Marogan, terletak di pertemuan antara Muara Ogan dengan Sungai Musi, Palembang. Photo: Panji Haryadi
Masjid Muara Ogan, masjid yang didirikan oleh Kiai Marogan, terletak di pertemuan antara Muara Ogan dengan Sungai Musi, Palembang. Photo: Panji Haryadi
Menurut penelitian Dr. Taufik Abdullah, pada abad ke-19 Palembang  belum mengenal pesantren seperti di pulau Jawa. Sehingga masjid di  Palembang pada waktu itu bukan sekedar digunakan untuk ibadah ritual  saja, tapi juga sekaligus digunakan sebagai tempat untuk belajar mengaji  dan pembinaan umat  yang mencakup pendidikan tentang akidah, syariah,  dan akhlak.[4]

Anak Yatim

Kiai Marogan semasa hidupnya dikenal sebagai orang yang sangat cerdas  dan cepat dalam mempelajari ilmu-ilmu agama yang diberikan kepadanya.  Tidak merasa cukup belajar di dalam negeri, maka dia meminta izin ke  ibunya untuk belajar ke Mekah untuk lebih memperdalam ilmu-ilmu agama  Islam.[5]

Di Mekah, beliau mempelajari dan memperdalam ilmu Tasawuf, ilmu  Falak, ilmu Fiqih, dan ilmu Hadits. Hal tersebut dapat diketahui dari isnad-isnad yang diterbitkan oleh Syekh Yasin Padang (Muhammad Yasin bin Muhammad Isa al-Fadani), mudir(pimpinan) Madrasah Darul Ulum di Mekah.[6]

Kemudian pada suatu hari, ketika Kiai Marogan sudah cukup lama  menuntut ilmu di Mekah, beliau berkata kepada teman-temannya di sana  bahwa beliau akan kembali ke Palembang selamanya dan tidak akan kembali  lagi ke Mekah. Mendengar hal tersebut teman-temannya terkejut dan  bertanya, "mengapakah Tuan Syekh mau juga pulang ke tanah Jawi  (maksudnya Indonesia)? Bukankah semua orang amat berharap selalu dekat  dengan Masjidil Haram di mana sekali shalat di sana dinilai Tuhan lebih  dari seratus ribu kali pahalanya dibandingkan dengan shalat di tempat  lain?"[7]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun