Dua puluh sembilan hari telah berlalu semenjak terompet manusia-manusia bebas ditiupkan dari ujung labialis. Setiap batas, setiap pijakan, setiap waktu konon memiliki spesifikasi khas intrik cerita masing-masing pemeran panggung sandiwara. Kehebohan menghiasi pergantian masa. Ucapan kasih dan doa juga tak kalah mengiringi fenomena itu. Telah bertambah satu, angka terakhir di masehi kalender yang terpampang di pojok komputerku. Itulah salah satu cerita tahun baru kira-kira barang empat minggu yang lalu. Yang lama sudah tertinggal di belakang, dan kini saya menghadapi layar panggung yang baru. Layar panggung penuh teka-teki, penuh lika-liku. Bukan untuk dihindari atau disingkirkan. Namun untuk diatasi dan diselesaikan. Maka dari itu, terciptalah resolusi-resolusi yang harus saya siapkan sebagai fondasi perubahan. Sejenak saya menyandarkan fikiran seraya beristirahat setelah selesai menghadapi beberapa ujian akhir di semester kelima dalam menyandang predikat sebagai mahasiswa. Dalam istirahat ini beberapa kali saya sempat merenung, dan beberapa kali pula renungan saya terenggut untuk berfokus dalam dunia ke”Mahasiswa”an. Dunia yang tidak hanya melulu tentang berangkat dan pulang untuk menuntut ilmu di sebuah kelas. Jauh lebih dari itu, ini semua mengenai sebuah “dunia titik balik”. Dunia beserta isinya yang dihuni oleh berbagai macam manusia yang terpelajar yang nantinya akan dihormati karna ilmunya. Dunia titik balik teruntuk semua mahasiswa. Bagaikan Chandradimuka bagi kisah hidup Wisanggeni dalam wiracarita pujangga Jawa. Mengubah dia-dia yang tadinya kosong ilmu menjadi para pendekar modern. Punggawa-punggawa negara yang memiliki hutang jiwa pada kemajuan bangsa ini, In-do-ne-sia. Sejujurnya di semua dunia tak ada muncul pihak yang baik jika tidak ada pihak yang jahat, tak ada muncul si Gundala jika tanpa ada si Ghazul, tak terkecuali dunia titik balik ini. Dunia modern ialah dunia yang sarat ilmu, orang yang lebih pandai dalam berilmu ialah orang yang lebih dihormati. Insinyur menghormati Doktor, juga Doktor pastilah dia menghormati Profesor. Tidak sedikit mereka-mereka para mahasiswa yang menuang prestasi. Tidak hanya di tanah ibu, bahkan Eropa Amerika telah mereka jelajahi. Dari sedemikian itu banyak dari mereka kembali ke pertiwi mengabdikan bakti, membagikan ilmu yang belum berakar di sini. Itulah sekiranya Gundala-Gundala yang ada di bumi persada. Namun tak menampik, tak sedikit pula mahasiswa-mahasiswa berjalan melenceng bahkan salah masuk koridor. Terbalut dalam keseakanan. Mengenai tahta jabatan dalam dunia ke”Mahasiswaan”. Cerita turun temurun menjadi panutan, yang seharusnya ilmulah yang jadi pegangan. Mereka yang sadar ataupun tak sadar menyerahkan diri untuk bermetamorfosa menjadi Ghazul di Dunia Titik Balik. Dunia yang akan menyerahkan pemuda-pemuda godokan Chandradimukanya bagi In-do-ne-sia. Aih, mahasiswa dan pemuda! Sadar dan bangkitlah!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H