Mereka terkepung. Seperti menghirup udara di ruang hampa. Sebisanya menutup lubang hidung dari gempuran asap. Tapi sia-sia. Angin berhembus kencang dari timur membawa partikel asap hasil kebakaran hutan dan lahan. Mereka panik. Tak ada yang terlewat dari terjangan badai jerebu. Pun bara api di dasar gambut tempat raga berpijak seakan menunggu tumbal.
KEPALA api kian menjalar seturut deru angin yang mengencang, lalu melahap dan menyantap lahan-lahan kering di tanah gambut yang demikian luas. Sungguh situasi yang tak bersahabat dengan manusia.
Ketika itu, puluhan anggota TNI-Polri bertungkus lumus memadamkan api di tengah belantara pedalaman Bengkalis. Tepatnya di zona penyangga areal Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu (GSK-BB) Kabupaten Bengkalis, Riau, pada penghujung Agustus 2019.
Bermodal mesin pompa 2 tak dan selang-selang panjang, kepala api diburu dan dibinasakan. Semangat juang bergelora terpancar dari raut-raut wajah puluhan personel seragam cokelat dan loreng yang bersikukuh berkolaborasi.
Front pertarungan terdepan lalu ditentukan, garis demarkasi ditetapkan dan wilayah penyangga belakang dipastikan. Perang melawan api dimulai. Targetnya tak bisa tidak: zona nol kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Ujung selang kemudian ditarik ke sumber air di parit terdekat, mesin pompa dinyalakan dan merekapun mulai bertempur menantang sang bala api. Satu orang memegang kepala selang, yang lainnya menarik atau mengulur.
Ada pula yang meratakan jalur, sebagian menjaga mesin dan memastikan ketersediaan debit air. Mereka bekerja sama dan berbagi peran dengan kompak, sumber bara api disiram hingga ke dasar gambut. Demikian berulang-ulang di setiap spot, titik panas api harus benar-benar dipastikan padam.
Selama berhari-hari personel gabungan tersebut mesti bermalam di lokasi itu. Persisnya di sebuah tempat yang berdekatan dengan Danau Sembilan; zona inti Cagar Biosfer GSK BB yang belum seutuhnya dijamah manusia.
"Sudah berhari-hari personel diterjunkan di areal karhutla ini," kata AKBP Yusup Rahmanto di lokasi.
Orang nomor satu di jajaran Kepolisan Resort Bengkalis ini rupanya sudah bermalam di sini selama dua hari terakhir. Perkampungan kecil yang jaraknya sangat jauh dari pusat kota tersebut tak melunturkan semangatnya untuk menjinakkan api.
Titik koordinat terparah karhutla berada di Desa Tasik Serai, Kecamatan Talang Muandau yang melebar hingga ke Kecamatan Bandar Laksmana, menurut pantauan satelit Badan Pertanahan Nasional.
Untuk menjangkau lokasi, Posmetro Rohil memakan waktu nyaris tiga jam dari pusat kota Duri Mandau, Kabupaten Bengkalis. Bukan hal yang mudah untuk bisa sampai ke sana. Selain memakan waktu lama, medan yang dilalui juga tak kalah menantang.
Posmetro Rohil beranjak dari Markas Koramil 04 Mandau di Duri menggunakan kendaraan roda empat, bersama anggota Intelijen TNI, dan satu rekan wartawan dari Riau Televisi.
Selama 2 jam perjalanan darat, sampailah kami di titik kumpul Pos Babinsa yang lokasinya persis berhadap-hadapan dengan Pos Bhabinkamtibmas, di Desa Bukit Kerikil, Kecamatan Bandar Laksmana, Bengkalis.
Notabene-nya, Bukit Kerikil inilah yang merupakan jalur lintasan terdekat untuk bisa mengakses ke kawasan karhutla tadi. Di sini pula dibangun basecamp untuk memfasilitasi segala kebutuhan tugas pemadaman.
Dari tempat ini rombongan kemudian bergerak lebih ke dalam menuju titik-titik api. Mereka yang terdiri dari Kapolres Bengkalis AKBP Yusup Rahmanto dan Komandan Distrik Militer 0303/Bengkalis Letkol Timmy Prasetya Harmianto beserta jajaran mesti melanjutkan perjalanan lagi, hingga memakan waktu 50 menit.
Selain TNI dan Polri, di titik hotspot tersebut juga ada unsur lain dari Manggala Agni, BPBD, Damkar, Masyarakat Peduli Api serta perwakilan perusahaan swasta yang ikut terjun memadamkan api.
Terlihat jelas di depan sana, kabut-kabut asap tebal telah membumbung tinggi akibat kebakaran yang telah menjadi langganan setiap tahun bagi warga setempat.
Benar saja, sampai di kedalaman hutan itu jalur darat tak lagi bersahabat. Dua buah perahu kayu mesin atau warga setempat menyebutnya Pompong sudah bersandar di dermaga yang terbuat dari kayu lapuk untuk mengangkut para personel.

Plak! Pompong seukuran 4 x 1 meter itu pun bocor tipis di sana-sini.
Meski demikian, perjalanan tetap dilanjutkan, sekalipun air gambut yang hitam pekat mulai menggenangi dasar biduk dan membasahi sepatu PDL.
Para abdi negara itu tak terlalu menghiraukannya. Ada hal lain yang lebih penting untuk dilakukan, yaitu pemadaman. Mungkin demikian benak mereka.
Sesampainya di titik tujuan, mereka langsung disambut oleh terjangan jerebu yang membadai. Udara jadi terasa pekat dan panas, demikian pula jarak pandang menjadi sangat terbatas. Para personel TNI-Polri langsung membuat persiapan-persiapan untuk bergulat dengan api. Mereka melakukan briefing singkat tentang kondisi lapangan seraya kemudian berdoa kepada Tuhan agar tugas ini dimudahkan.
Pemadam Karhutla, Penghuni Belantara Api
Bersenjatakan selang--alih-alih senjata api yang biasanya mereka pegang--para personel alat negara dari TNI-Polri menemui berbagai macam rintangan di lapangan. Mulai dari kaki yang terperosok ke dalam gambut yang kopong, selang terbakar hingga bola-bola api yang berterbangan atau persediaan logistik yang menipis. Belum lagi keselamatan diri yang terancam.
Tapi, semua itu bukanlah hambatan. Bagaimanapun itu memang sepadan dengan hasilnya. Toh para petugas itu telah terbiasa mempertaruhkan jiwa raganya demi ibu pertiwi.
Tapi bukan hanya persoalan hambatan saja, dalam hal aksi pemadaman karhutla juga dibutuhkan pikiran yang tenang disertai kemampuan dalam menyusun strategi dan skill terbaik. Jika tidak, yang dilakukan ini takkan berhasil bagus dan terus berlarut-larut dalam penanganan.
Untuk itu diperlukan leadership matang yang bisa memberikan arahan yang tepat, dalam hal ini kehadiran para Komandan di lapangan sangat berpengaruh.
"Kita upayakan sebisa tenaga manusia untuk memadamkan api di areal ini. Water boombing menggunakan helikopter juga telah bolak-balik dilakukan aparat gabungan guna memadamkan karhutla ini," kata Dandim Bengkalis, Letkol Timmy Prasetya H didampingi AKBP Yusup Rahmanto, Sabtu 31 Agustus 2019.
Di sana, para petinggi ini juga memberikan bantuan logistik dan motivasi kepada seluruh anggota yang terjun melakukan pemadaman agar tetap kuat melawan api dan asap.
"Kalau begini terus akan sulit padam. Jadi salah satu cara nanti kita bendung kanal yang berdekatan dengan lahan, agar air naik, lahan lembab dan resiko kebakaran ke depan bisa diminimalisir," tegas Dandim dan Kapolres dalam merembukkan solusi.
Berada di belantara hutan rupanya bukan mimpi buruk bagi para personel mereka, semua dilakukan demi tugas dan tanggung jawab sebagai abdi negara. "ini tanggung jawab kita bersama," katanya lagi.

Atas tanggung jawab mulia tersebut, petugas rela meninggalkan keluarga berhari-hari.
Demikianlah hakikat profesi mereka; pemadam kebakaran hutan dan penghuni belantara api.
Kondisi Cagar Alam GSK-BB
Dalam situs resmi Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Provinsi Riau menyatakan bahwa Suaka Margasatwa (SM) Giam Siak Kecil pertama kali ditunjuk pada 3 November 1983 berdasarkan SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau sekitar 50.000 hektare.
Tiga tahun kemudian, Menteri Kehutanan menambah luasan jadi 84.967 hektar lewat keputusan Nomor 173/Kpts-II/1986 tentang tata guna hutan kesepakatan Riau.
Pada 2009, UNESCO menetapkan kawasan ini menjadi cagar biosfer dengan mengabulkannya dengan SM Bukit Batu sehingga total luasnya menjadi 705.271 hektare dengan beberapa pembagian. Zona inti 178.722 hektare, zona penyangga 222.426 hektare, dan zona transisi atau bagian paling terluar 304.123 hektare.
Pantauan Non-Government Organisation Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) lewat satelit Terra-Aqua Modis, sepanjang 2019 di bentang Giam Siak Kecil ada terdapat 425 titik panas dengan tingkat kepercayaan di bawah 70% dan 153 titik lebih 70%. Sebagian titik panas tersebar di konsesi HTI.
Ada 163 titik kurang 70 persen dan 14 titik lebih 70 persen. Level lebih 70 persen biasa terindikasi terjadi kebakaran.
Sementara dari data yang dihimpun anggota Kodim 0303/Bengkalis, areal yang terbakar tersebut memasuki angka ratusan hektare, sehingga mengharuskan petugas untuk terus menjinakkan api dengan peralatan dan kemampuan seadanya.
Sekian.
***
Laporan: PANJI AHMAD SYUHADA, Bengkalis
Catatan : Tulisan ini telah dinobatkan sebagai juara 1 Anugerah Jurnalistik Polri tahun 2019.
***



Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI