Mohon tunggu...
Panji Irfan
Panji Irfan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

guru SMP swasta di Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah. sedang belajar mengelola pula panjiirfan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kereta Api, Syahdu Sekali

11 Mei 2011   12:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:50 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teringat lagu anak-anak, "Naik kereta api tuut, tuut, tuut, siapa hendak turut ke Bandung Surabaya..." Berkereta api memang memiliki kekhasan sendiri dibandingkan dengan transportasi darat lainnya. Jika menaiki kereta api yang melintasi provinsi, maka gerbong itu akan menjadi semacam museum bergerak karena berubah-ubahnya suguhan budaya dan tabiat yang berbeda antardaerahnya. Kini, kereta api menjadi perbincangan hangat,  penumpang kereta membludak (terutama di ibu kota). Ini bukan hal baru, setiap jam kantor baik pergi atau pulang tiket kereta yang murah itu selalu habis. Kenapa gerbong penariknya tidak ditambah ya? Bisa jadi pertanyaan ini sudah ada jawabannya namun belum diketahui penulis. He.. Jadi instrumen untuk menertibkan penumpang adalah alat semprot yang berisi cat untuk menandai para penumpang yang naik di atap. Para petugas keamanan dan petugas administrasi lantas menentukan hukuman administrasi bagi penumpang pelanggar itu. Para penumpang yang bergelantungan dan jongkok di atap kereta menyadai bahwa setiap bulan ada yang meninggal karena pilihan mereka itu? Namun apakah penumpang itu punya pilihan lain jika banyak keterbatasan yang didera? Semoga saja penumpang, pejabat PJKA, dan instansi terkait lainnya dapat bekerja sama membuat moda transportasi ini nyaman, aman, dan menyenangkan untuk dikendarai, Amin. Senada dengan ikon-ikon optimis yang sudah tertempel di beberapa kereta di kota-kota besar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun