Mohon tunggu...
Panji Tirta
Panji Tirta Mohon Tunggu... -

Penggiat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Mengurai Benang Kusut Pertanian Indonesia

4 April 2015   12:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:33 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harga gabah yang sangat murah, langka, dan mahalnya harga pupuk, menjadikan dilema yang kronis bagi petani di Indonesia. Masa panen raya yang seharusnya di bumbui rasa suka cita dengan memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi petani hanya menjadi lamunan saja, Pasalnya hasil dari panen kali ini tidak sebanding dengan harga dan biaya yang di keluarkan oleh petani. Menengok kebijakan–kebijakan dan perkembangan pertanian Indonesia dari masa ke masa, maka seharusnya pemerintah mampu belajar dari pengalaman–pengalaman yang sudah di alami oleh industri pertanian Indonesia. Dilema para petani di Indonesia terus meradang, mulai dari hilangnya pupuk yang berada pasar secara tiba–tiba sehingga harga pupuk yang terus meroket hingga murahnya harga jual gabah dan terlambatnya panen raya tahun ini akibat musim. Kemarin, 20 maret 2015 Presiden Jokowi mengumumkan kebijakan harga gabah dari semula Rp.3.300 per kilogram sekarang dinaikkan menjadi Rp.3.300 per kilogram. Hal ini tak ayal menjadikan “angin segar” bagi para petani yang saat ini sedang menjalani musim panen, para petani di buat bingung dan kecewa oleh para tengkulak yang semena–mena mematok harga gabah, sebab untuk proses produksi dan perawatan saja petani sudah dipersulit, mulai dari kelangkaan pupuk hingga harga pupuk yang mahal.

Prestasi–prestasi yang pernah diraih oleh industri pertanian di Indonesia, misalnya saja pada era orde baru pada masa tersebut industri pertanian di Indonesia meraih prestasi yang sangat gemilang. Sejak tahun 1968 sampai dengan tahun 1992, produksi padi sangat meningkat. Dalam tahun 1968 produksi padi mencapai 17.156 ribu ton dan pada tahun 1992 naik menjadi 47.293 ribu ton yang berarti meningkat hampir tiga kalinya. Perkembangan ini berarti bahwa dalam periode yang sama, produksi beras per jiwa meningkat dari 95,9 kg menjadi 154,0 kg per jiwa. Prestasi yang besar khususnya di sektor pertanian telah mengubah posisi Indonesia dari negara pengimpor beras terbesar di dunia dalam tahun 1970-an menjadi negara yang mencapai swasembada pangan sejak tahun 1984. Kenyataan bahwa swasembada pangan yang tercapai pada tahun itu, juga selama lima tahun terakhir sampai dengan tahun terakhir Repelita V tetap dapat dipertahankan Kesejahteraan Penduduk.

Revolusi Agraria

Revolusi Agraria merupakan suatu perubahan cara bercocok tanam dari cara tradisional berubah ke cara modern untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Hal ini bisa melalui penelitian dan penemuan bibit unggul serta modernisasi alat-alat pertanian. Revolusi Agraria tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga di Amerika dan Negara-negara Asia lainnya. Mekanisme pertanian dengan penggunaan alat-alat pertanian modern seperti bajak dan mesin penggiling, Penggunaan pupuk-pupuk baru dan penggunaan metode yang tepat untuk memberantas hama, misalnya dengan alat penyemprot hama, penggunaan pestisida, herbisida, dan fungisida Indonesia harus berbenah terhadap pertanianya. Prestasi yang pernah terukir apakah akan hanya menjadi kenangan belaka, atau bisa menjadi pelajaran yang bisa diterapkan oleh pemerintah saat ini. pembukaan areal pertanian dengan pengolahan tanah.

Strategi Pertanian

Peran utama Departemen Pertanian dalam membina hubungan kerja sama dengan pemerintah daerah. Program-program dari Departemen Pertanian harus dilengkapi dengan bermacam-macam inisiatif dari badan pemerintahan nasional lainnya. Pemerintahan lokal yang akan berada di garis depan dalam pemgimplementasian program, organisasi produsen di pedesaan yang bergerak di bidang agribisnis, dan para petani yang harus menjadi partner penting demi mendukung proses perubahan ini. Cara ini memerlukan usaha terpadu yang lebih besar dan kerjasama antara Departemen Pertanian dan Departemen Pemerintah lainnya yang menangani infrastruktur, pemasaran pertanian, proses pertanian, dan fasilitas perdagangan. Adanya desentralisasi, staf dinas di kabupaten telah dipindahkan ke tingkat pemeritahan lokal, bersamaan dengan implementasi fungsi-fungsi pemerintahan, seperti penyuluhan dan regulasi

Perlu meningkatkan pendapatan petani melalui diversifikasi lebih lanjut. Diperkirakan sekitar 24 juta hektar lahan kering memiliki potensiyang belum dikembangkan. Rumah tangga miskin di daerah ini memilikitingkat ketergantungan lebih tinggi daripada pertanian, karena sektorperekonomian yang bukan berasal dari pertanian tidak dapat berkembang.Diversifikasidalam hal ini menjadi penting, begitu pula berbagai kebijakanyang merangsang tumbuhnya usaha peternakan, tumpang sari sayuran,penanaman kembali hutan-hutan di daerah-daerah kecil dengan tumbuhanberkayu dengan nilai tinggi, serta diversifikasi kacang mete atau buah-buahan.Seluruh usaha tersebut dapat berperan serta untuk mencapai penghasilanyang lebih stabil, dan mengurangi tingkat kemiskinan di daerah tersebut.Terdapat bermacam-macam kesempatan untuk menunjang pertumbuhan di daerah-daerah tersebut.

Memperkuat kapasitas regulasi. Departemen Pertanian mengatur dan mengawasi berbagai standar yang mempengaruhi produktifitas petani dalam kasus ini adalah tentang langka dan mahalnya harga pupuk yang di keluhkan petani, pemerintah harus bertindak tegas terhadap para oknum–oknum nakal pemasok pupuk.

Namun semua itu seakan sia–sia saja, politik merupakan harga yang sangat mahal yang harus di bayar oleh kebijakan dan rencana yang sudah di bentuk. Sudah kita ketahui bahwa di balik semua ini tentunya ada oknum pelaku politik yang berusaha menghambat kebijakan–kebijakan pemerintah. Seharusnya pemerintah lebih banyak memberikan subsidi untuk sektor pertanian dan mendukung setiap kegiatan positif yang dicanangkan oleh para petani, dikarenakan sektor ini sangat berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Akankah Indonesia hanya dapat menjadi negara pengimpor beras, sedangkan negara kita merupakan negara agraris ? ironi yang terus berkelanjutan.

Oleh: Panji Tirta N.P

Mahasiswa Fakultas Ekonomi, Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan, Konsentrasi Moneter 2012 Universitas Jember

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun