Mohon tunggu...
Pangpung Leutik
Pangpung Leutik Mohon Tunggu... -

seseorang yang biasa biasa saja sedang mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wanita Hebat

3 Desember 2011   09:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:53 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sesuai dengan judul, kisah ini adalah tentang seorang wanita yang hebat, setidaknya menurut pendapatku.

Alkisah, hiduplah seorang suami istri yang dikarunia 7 orang anak. Sang suami adalah seorang anggota TNI-AD berpangkat Pembantu Letnan Dua (Pelda), sang istri hanyalah seorang ibu rumah tangga tamatan kelas 4 di Sekolah Rakyat (SR). Namun meskipun demikian kehidupan mereka bisa dibilang cukup, karena sang suami adalah orang yang sangat rajin dan ulet. Di belakang rumahnya dibuatlah kandang-kandang untuk memelihara ayam, di kolong rumahnya yang panggung dipeliharanya itik dan kelinci, juga disewanya kolam milik tetangga dan dibudidayakannya ikan gurame.

Lalu petaka datang, sang suami mulai sakit-sakitan. Menurut tenaga medis penyakit yang dideritanya adalah penyakit maag, namun kemudian menjadi infeksi pada bekas luka tembak di lambung. Luka tembak yang didapat  ketika beliau berperang melawan tentara Belanda dalam Agresi Militer Belanda ke II. Penyakitnya tersebut menyebabkan beliau tidak bisa makan nasi selama 2 (dua) tahun, hanya bisa makan umbi-umbian yang direbus.

Tepat pada tanggal 28 Oktober 1976  ketika anak pertamanya berumur 14 tahun dan anak ke-7nya berumur 11 hari, beliau meninggal dunia setelah dirawat selama 3 bulan di Rumah Sakit.  Tidak ada lagi yang ditinggalkannya, ikan gurame besar-besar di kolam habislah sudah untuk pengobatannya, itik-itiknya ntah kemana karena tidak ada lagi yang mengurusi, kelinci-kelincinya, ayam-ayamnya, satu persatu dijadikan lauk untuk makan sehari-hari.

Tinggallah sang istri mengayuh bahtera rumah tangga seorang diri, hanya dirubung ketujuh anaknya yang masih belum paham arti kehidupan. Beliau tak lagi bisa menangis, tak ada waktu untuk itu, karena 7 pasang mata anaknya selalu menatapnya penuh harap agar bisa bertahan hidup. Satu hal yang selalu terngiang di telinganya, adalah percakapan terakhir dengan sang suami ketika wanita itu hamil 9 bulan dan menyempatkan menengok ke rumah sakit. " Mah, maaf bapak tidak bisa mewariskan apa-apa pada anak-anak, apalagi padamu. Namun bapak masih menggantungkan harapan padamu, tolong... sekolahkan anak-anak. Meskipun akan sangat berat, yakinlah Alloh Swt. akan selalu memberi jalan."

Ketika malam-malam sepi menyergapnya, wanita ini hanya mampu memandangi wajah-wajah anaknya yang tertidur lelap di tengah rumah beralaskan papan rumah panggungnya, buku-buku bekas belajar berserakan belum sempat mereka rapihkan karena kantuk yang menggoda. Lalu wanita ini membereskannya, dimasukkannya satu persatu ke dalam tas usang 5 anaknya yang bersekolah. Air matanya terkadang menetes ketika batinnya tersiksa karena tidak mampu mengganti tas anak-anaknya yang sudah rusak, atau membelikan baju sekolah yang baru, karena sekarang ini baju-baju sekolah anaknyapun bekas orang lain.

Dalam kepahitan hidupnya, ada seorang pemilik warung kelontongan yang bermurah hati memberikan pinjaman ketika beras sudah habis atau minyak tanah telah kering di kompor. Meskipun istri sang pemilik warung terkadang marah-marah atas kemurahan hati suaminya. Namun kemana lagi dia meminta pertolongan....? Sehingga agar tidak menimpulkan prasangka pada statusnya yang janda, anak-anaknyalah yang disuruh untuk meminta pinjaman.

Waktu terus berlalu pahit getirnya hidup bukan hanya dia yang merasakan, namun anak-anaknyapun harus merasakannya. Hatinya menjerit ketika suaru hari anaknya melapor sambil memperlihatkan sepatunya bahwa ketika berangkat ke sekolahnya di Sekolah Pendidikan Guru (SPG) sepatunya tersebut copot alasnya dan dia mengikatnya dengan karet gelang. Batinnya mengerang kencang, ketika mendapat panggilan dari sekolah anaknya di Sekolah Teknik Menengah (STM) karena anak tertuanya itu berhari-hari bolos sekolah. Hatinya merintih ketika anaknya yang lain merengek ingin beli baju baru untuk ikut lomba menyanyi, dan hatinya terisak ketika anak perempuan lainnya bertingkah seperti laki-laki. Dan hanya Allohlah tempatnya mengadu, kepadaNya dia memohon.

"Kehidupan harus terus berjalan",  selalu itu yang ada di pikirannya. "Aku harus melaksanakan amanat suamiku", itu yang bergaung dalam kalbunya. Dengan ketabahannya, dengan perjuangannya, dan dengan prinsip "apa adanya" yang ditanamkan pada jiwa anak-anaknya kehidupan terus berjalan. Satu persatu anak-anaknya menyelesaikan sekolahnya dan mulai bekerja. Kemudian dengan bimbingannya, mereka mulai bahu membahu membantunya menyekolahkan adik-adiknya. Dari 7 orang, 6 orang anaknya menjadi PNS, dan 4 orang sudah menjadi sarjana.

Dalam usianya yang akan mencapai 72 tahun, tubuhnya masih kuat dan sehat.  Dan rona bahagia selalu terpancar di wajahnya.  Bahagia karena telah mampu melaksanakan amanat suaminya.

Sekarang ketika libur tiba, rumahnya selalu ramai oleh gelak tawa cucu-cucunya dari ke-7 anaknya, atau disudut lain ketika semua anggota keluarga berkumpul nampak anak-anaknya kakak beradik bernostalgia kehidupan masa lalunya... mereka selalu tertawa tetapi sambil berurai air mata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun