Mohon tunggu...
Moh. Haris Lesmana (Alesmana)
Moh. Haris Lesmana (Alesmana) Mohon Tunggu... Konsultan - Alumni Mahasiswa Konsentrasi Hukum Tata Negara

Sarana Menyalurkan Pemikiran dan Keresahan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menjaga Demokrasi Indonesia: Pembelajaran dari Buku How Democracies Dies dalam Konteks Pemilu dan Pilkada Serentak 2024

5 Desember 2024   11:22 Diperbarui: 5 Desember 2024   11:22 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk menjaga agar kedua norma inI tetap terjaga, lembaga penyelenggara dan pengawas pemilu seperti KPU dan Bawaslu harus bekerja secara independen dan transparan. Mereka harus memiliki kewenangan yang cukup untuk menindak pelanggaran yang merusak proses demokrasi. Selain itu, masyarakat juga harus aktif dalam mengawasi jalannya pemilu dan Pilkada, memastikan bahwa hukum dan regulasi tidak digunakan untuk tujuan yang tidak sah atau untuk mempertahankan kekuasaan sempit.

MEDIA DAN KEBEBASAN PERS

Dalam sebuah demokrasi yang sehat, kebebasan pers dan media yang independen memainkan peran krusial. Namun, dalam konteks politik Indonesia yang kerap kali terpolarisasi, media sering kali tidak bebas dari tekanan politik, baik dari pemerintah maupun dari kelompok-kelompok politik tertentu. Media yang seharusnya menjadi alat untuk mengedukasi dan memberi informasi kepada publik, sering kali berfungsi sebagai alat untuk memperburuk polarisasi dan menyebarkan narasi-narasi yang mendukung kepentingan tertentu.

Levitsky dan Ziblatt menyoroti bahwa serangan terhadap media dan kebebasan pers adalah salah satu indikasi utama bahwa demokrasi sedang terancam. Jika media di Indonesia semakin terkendali oleh kekuasaan politik tertentu, maka publik akan kehilangan akses pada informasi yang objektif. Lebih buruk lagi, jika hoaks dan disinformasi dibiarkan berkembang tanpa kontrol yang memadai, maka proses demokrasi termasuk Pemilu dan Pilkada akan terancam tidak berjalan dengan adil.

Memandang Pesta Demokrasi 2024 yang telah usai, penting bagi media untuk memainkan peran independen dan profesional, memberikan ruang bagi berbagai pandangan politik, serta membantu masyarakat untuk memahami isu-isu penting secara objektif. Tanpa kebebasan media, warga negara akan kesulitan membuat keputusan yang cerdas berdasarkan informasi yang benar. 

PENGGUNAAN KEKUASAAN NEGARA UNTUK KEPENTINGAN POLITIK

Penggunaan kekuasaan negara untuk kepentingan politik tertentu menjadi salah satu ancaman terbesar bagi demokrasi Indonesia, baik dalam Pemilu maupun Pilkada. Ketika aparat negara, seperti polisi, militer, atau lembaga negara lainnya, digunakan untuk mendukung calon atau kelompok politik tertentu, maka proses demokrasi yang seharusnya bebas, adil, dan transparan akan terdistorsi. Dalam How Democracies Die, Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt mengingatkan bahwa demokrasi bisa hancur ketika kekuasaan dipusatkan dan digunakan untuk membungkam oposisi. Ini terjadi melalui berbagai cara, seperti manipulasi pemilu, penindasan terhadap aktivis politik, atau intervensi aparat keamanan dalam kampanye politik. Jika praktik semacam ini dibiarkan, maka bukan hanya kualitas demokrasi yang terancam, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik yang ada.

Pada Pemilu dan Pilkada 2024 terdapat indikasi penyalahgunaan kekuasaan , terutama dengan mobilisasi aparat negara untuk mendukung calon yang sejalan dengan kekuasaan yang ada. Beberapa laporan di masa lalu menunjukkan bahwa partai politik yang berkuasa kadang memanfaatkan lembaga negara untuk keuntungan politik, baik melalui penggunaan sumber daya negara yang tidak proporsional maupun dengan memobilisasi aparat untuk menekan lawan politik. Misalnya, dalam Pilkada-pilkada sebelumnya, ada upaya yang jelas untuk menekan calon-calon dari oposisi dengan cara intimidasi fisik atau psikologis, serta pemanfaatan birokrasi untuk mendukung kemenangan calon yang pro-pemerintah. Selain itu, manipulasi media dan akses informasi politik juga sering digunakan untuk mempengaruhi opini publik dan menguntungkan calon tertentu, yang tentunya tidak mencerminkan prinsip demokrasi yang sehat dan setara.

Jika fenomena ini terus berlanjut pada periode selanjutnya, maka demokrasi Indonesia akan menghadapi ancaman serius. Demokrasi bukan hanya soal memilih pemimpin, tetapi juga tentang menjaga agar proses tersebut berlangsung adil dan bebas dari intervensi kekuasaan yang tidak sah. Penggunaan kekuasaan negara untuk mendukung kepentingan politik tertentu dapat merusak prinsip dasar demokrasi, seperti kesetaraan politik dan perlindungan terhadap kebebasan berpendapat. Dampak jangka panjangnya, selain merusak kredibilitas pemilu, juga bisa menyebabkan polarisasi sosial yang semakin tajam, di mana kelompok-kelompok tertentu merasa terpinggirkan dan kehilangan kepercayaan pada sistem politik. Hal ini tentunya bisa menggoyahkan stabilitas politik Indonesia dan memperburuk kondisi sosial secara keseluruhan.

POLARISASI EKSTRIM DAN SENTIMEN ELIT

Polarisasi politik terjadi ketika perbedaan ideologi dan kepentingan politik menjadi begitu tajam sehingga mengarah pada konfrontasi yang semakin intens antara kelompok yang saling bertentangan. Hal ini sangat berisiko dalam sistem demokrasi, karena dapat mengganggu keterbukaan, dialog, dan konsensus yang seharusnya menjadi ciri utama demokrasi yang sehat. Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt dalam buku How Democracies Die mengingatkan bahwa polarisasi dapat menciptakan jurang yang dalam antara kelompok politik, yang mengarah pada pemahaman bahwa lawan politik bukan sekadar berbeda pendapat, tetapi sebagai musuh yang harus dikalahkan dengan segala cara. Ketika norma toleransi politik hilang, perdebatan politik tidak lagi bersifat konstruktif, tetapi berubah menjadi perang retorika yang merusak kepercayaan antar warga negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun