Mohon tunggu...
Moh. Haris Lesmana (Alesmana)
Moh. Haris Lesmana (Alesmana) Mohon Tunggu... Konsultan - Alumni Mahasiswa Konsentrasi Hukum Tata Negara

Sarana Menyalurkan Pemikiran dan Keresahan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Bagaimana Jika Pancasila Menjadi Hukum Positif Indonesia?

24 Januari 2023   15:07 Diperbarui: 24 Januari 2023   15:58 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pancasila sebagai norma dasar memiliki fungsi untuk memberikan validitas pada norma-norma hukum yang ada dibawahnya. Jika dipadankan dengan teori kelsen tersebut, Pancasila tidak termasuk sebagai norma hukum karena faktor yang melegitimasi setiap norma hukum akan menjadi bagian dari hierarki norma hukum, kecuali  norma  dasar. Sebab posisi norma dasar sebagai premis awal, menyebabkan norma dasar melampaui tata hukum positif yang bersifat transcedental-logic dengan kedudukan di atas hukum positif. 

Tanpa adanya norma dasar yang memberikan validitas pada konstitusi, norma-norma tidak akan memiliki karakter hukum, dan norma-noma di bawah konstitusi, produk hukum legislator, peradilan, dan organ pemerintahan juga tidak memiliki sifat hukum karena suatu norma hanya dapat diturunkan dari norma lain. Norma dasar menurut Kelsen memiliki fungsi, bahwa sebagai sistem normatif, sistem hukum membutuhkan “titik potong” dalam upaya mencari validasi.

Selaras dengan itu, Maria Farida selaku pakar hukum ketatanegaraan menyatakan bahwa Pancasila merupakan norma tertinggi sehingga tidak lagi dibentuk oleh norma di atasnya. 

Pancasila ditetapkan terlebih dahulu yang kemudian fungsinya untuk tempat bergantung norma-norma hukum yang ada di bawahnya, sehingga Pancasila sebagai norma tertinggi keberlakuannya tidak dapat dilacak lagi tetapi harus diterima tanpa diperdebatkan lagi, baik itu sebagai hipotesis, fiktif, dan aksiomatif. Oleh karenanya, validitas Pancasila tidak perlu untuk dipertanyakan dan diperdebatkan kembali apalagi dengan mentransformasi Pancasila menjadi hukum  positif yang justru "mengkerdilkan" Pancasila yaang merupakan hukum dasar.

 Jika kita berlogika, transformasi Pancasila sebagai norma nonhukum menjadi norma hukum dapat berpotensi mengacaukan sistem ketatanegaraan Indonesia, sebab akan timbul masalah baru terkait lembaga mana yang berwenang untuk mewujudkan wacana tersebut mengingat sebagai awal segala norma hukum, Pancasila tidak dihasilkan oleh lembaga legislatif, tidak dibuat oleh organ pembuat hukum, dan keberadaannya diakui begitu saja.

Lantas siapa yang melahirkan Pancasila? Pancasila lahir sebagai jawaban orang-orang Indonesia atas pengalaman ko-eksistensi sebagai bangsa majemuk yang ingin hidup tenteram dan rukun. Oleh karena itu, keadilan, sikap adil, perikemanusiaan, dan keadian sosial misalnya, merupakan berberapa kata kunci (dalam Pancasila) untuk menjamin kokohnya Negara Kesaturan Republik Indonesia yang rukun dan tenteram.

Permasalahan lainnya jika Pancasila menjadi hukum positif dan masuk dalam hierarki peraturan perundang-undangan adalah lembaga mana yang berwenang untuk menguji Pancasila dengan norma hukum dibawahnya (termasuk menafsirkan nilai-nilainya)?  mengingat status quo saat ini Mahkamah Konstitusi berwenang menguji undang-undang terhadap UUD NRI Tahun 1945 dan Mahkamah Agung berwenang menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang.

Selain itu jika dikaji lebih mendalam lagi, Pancasila sebagai norma dasar dapat dikatakan melampaui grundnormnya kelsen dikarenakan Pancasila menurut Soekarno diciptakan oleh bangsa Indonesia sendiri, dan merupakan kristalisasi perasaan-perasaan, keinginan-keinginan serta isi jiwa bangsa Indonesia secara turun menurun. 

Oleh karenanya Pancasila juga dapat dikatakan sampai pada derjajat volkgeist-nya (jiwa bangsa) Von Savigny yang terletak pada sifat Pancasila sebagai cerminan jiwa bangsa.

Menurut Savigny, tiap bangsa memiliki volkgeist. Terdapat hubungan organik antara hukum dengan volkegist. Bahkan, hukum sejatinya hanyalah cerminan dari volkgeist. Oleh karena itu, hukum yang tumbuh dan berkembang dalam kerangka volkgeist, harus dipandang sebagai hukum kehidupan yang sejati. Legislasi oleh negara, hanya penting selama ia memiliki sifat deklaratif terhadap hukum sejati suatu bangsa.

Oleh karenanya, wacana untuk mentransformasikan Pancasila dari kondisi sekarang ini menjadi hukum positif dapat dikatakan sebagai suatu pemikiran yangkurang matang. Memang benar, wacana tersebut memiliki niat baik dengan tujuan untuk mengkonkretkan bentuk dan daya ikat Pancasila, namun patut untuk dikaji kembali secara mendalam melalui teori-teori hukum, sejarah dan politik hukum pembentukan Pancasila, serta konsekuensinya terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk dapat menemukan legitimasi dan urgensi yang lebih kuat atas aktualisasi dari  wacana tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun