Mohon tunggu...
Moh. Haris Lesmana (Alesmana)
Moh. Haris Lesmana (Alesmana) Mohon Tunggu... Konsultan - Alumni Konsentrasi Hukum Tata Negara FHUB

Sarana menyalurkan pemikiran, hobby, dan mengisi kegabutan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Teori Hukum, Kedudukan, dan Peran Pancasila

28 September 2022   16:54 Diperbarui: 28 September 2022   16:59 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Membahas mengenai Grundnorm, kelsen membahasnya dalam dua konteks. Pertama "posisi" Grundnorm dan yang kedua adalah "peran" Grundonrm. 

Mengenai posisi Grundnorm, Kelsen mendudukannya sebagai premis awal yang diasumsikan menjadi dasar di mana segala sesuatunya dimulai. Grundnorm tidaklah diturunkan dari manapun, validitasnya juga diterima begitu saja. Sehingga Grundnorm adalah dasar yang tidak memerlukan penyesuaian dengan norma lain. 

Posisi Grundnorm sebagai "premis awal", menyebabkannya tidak tergolong sebagai bagian dari hukum positif, melainkan melampauinya. Grundnorm bersifat transcedental-logic yang berada di atas hukum positif. Meski demikian, ia menjadi penentuan validitas dari seluruh tata hukum positif.

Oleh karenanya, sebagai awal segala norma hukum maka Grundnorm tidaklah dihasilkan oleh lembaga legislatif. Grundnorm juga tidaklah dibuat oleh organ pembuat hukum, melainkan kehadirannya diakui dengan begitu saja.

Status Grundnorm sebagai premis awal, berimplikasi pada perannya. Sehingga Grundnorm menjalankan peran sebagai batu uji validitas bagi tata hukum positif. Jika tata hukum, seperti yang diejawantahkan oleh Kelsen adalah susunan hirarki dari hubungan-hubungan norma, maka Grundnorm adalah puncak dari hal tersebut.

Dikarenakan norma yang diejawantahkan oleh Kelsen berhubungan satu dengan yang lain, di mana yang pertama lebih tinggi kedudukannya dari padanirma kedua, dan demikian selanjutnya dari atas ke bawah. Maka, norma yang lebih rendah atau yang di atasnya, tidak boleh bertentangan dengan norma yang lebih tinggi. 

Sehingga setiap norma hukum memperoleh pengesahan dari norma di atasnya, dan pada tingkat terkahir, semua norma hukum memperoleh pengesahan dari Grundnorm atau norma dasar.

Dalam teorinya, Kelsen tidak menjelaskan mengenai isi atau seperti apa isi dari Grundnorm itu. Kelsen juga tidak membahasnya. Inilah salah satu titik lemah dari Kelsen sebagai seorang Neo-Kantian beraliran Marburg yang mana metode inilah mengantarkan Kelsen pada faham hukum murni.

Bagi Kelsen, isi atau materi hukum bukanlah wilayah kajian hukum. Melainkan masuk wilayah kajian ilmu-ilmu lain, seperti politik, filsafat, etika dan lain sebagainya. Studi hukum murni yang diejawantahkan oleh Kelsen hanyalah berurusan dengan validitas formal suatu norma, bukan mengenai isi/materi norma itu. 

Dengan kata lain, hal yang relevan bagi hukum murni adalah bentuk formal/legalitasnya dari suatu norma, bukan isi dari norma itu sendiri. Karena itulah, Kelsen merasa tidak memerlukan pembahasan terkait isi suatu norma hukum, termasuk isi Grundnorm.

Secara jelas, kekaburan isi dari Grundnormnya Kelsen akan membuka ruang bagi banyak kemungkinan. Grundnorm diibaratkan sebagai ruang bagi banyak kemungkinan. Persis di titik lowong itulah, Radbruch, seorang Neo-Kantian beraliran Baden, memberi jaminan yang lebih pasti. Radbruch menetapkan keadilan sebagai mahkota dari tata hukum. 

Sehingga untuk mengisi cita keadilan ini secara konkret, maka harus menengok pada fasilitas keadilan dan finalitas keadilan dengan "memajukan kebaikan hidup manusia" untuk menjadi aspek penentu isi hukum.

Keadilan y oleh Radbruch ditempatkannya sebagai cita hukum (rechtsidee) yang sejatinya memiliki posisi yang sama dengan Grundnorm-nya Kelsen. Rechtsidee dan Grundnorm sama-sama mengandaikan ada norma atau nilai yang melampaui atau berada di atas tata hukum positif. 

Bedanya, Grundorm-nya Kelsen tidak ditentukan isinya secara pasti. Sedangkan rechtsidee-nya Radbruch, ditentukan isinya secara limitatif, yakni memajukan kebaikan hidup manusia. Norma moral-keadilan inilah yang menjadi dasar dari hukum sebagai hukum. Memajukan kebaikan hidup manusia, menjadi ukuran bagi adil tidak adilnya tata hukum.

Jauh sebelum pemikiran-pemikitan di atas, sudah muncul mengenai adanya "norma yang lebih tinggi" sebagai pedoman hukum positif. Doktrin yang dimaksud adalah doktrin hukum alam/kodrat. Bagi doktrin hukum kodrat, di atas huku positif yang diciptakan manusia terdapat hukum kodrat yang sempurna, berupa prinsip-prinsip moral baku yang bersubstansi moral Tuhan yang tentu saja mulia, luhur, baik, dan adil.

Aristoteles, merumuskan secara padat mengenai sari hukum kodrat, demikian: hidup terhormat, tidak mengganggu orang lain, berikan pada tiap orang apa yang menjadi haknya. Dari tiga sari hukum alam inilah, kemudian berkembang ragam teori mengenai keadilan.

Selaras dengan Grundnormnya-Kelsen, posisi hukum kodrat berada di atas hukum positif buatan manusia. Ia berfungsi mengoreksi kekurangan dan keterbatasan hukum perundang-undangan. Hukum positif dengan demikian tidak dapat membenarkan dirinya sendiri, tetapi menuntut legitimasi nilai-nilai moral/hukum kodrat.

Kebenaran hukum tidaklah dapat dimonopoli atas nama otoritas pada pembuatnya, seperti pada aliran legal postivsm, melainkan pada aslanya yang otentik yakni nilai-nilai moral. Sehingga hukum terikat pada norma-norma etis, di mana idea keadilan merpakan yang paling dasar.

Dalam kerangka ajaran Thomas Aquinas, doktrin hukum kodrat tidak saja mengakui otoritas ilahi dalam hukum, tetapi juga mengedepankan supremasi moral. Ia menjadi pedoman moral yang memandu pembentuk hukum positif untuk mempromosikan kebaikan.

Dengan demikian, teori hukum kodrat selalu menuntun kembali sekalian wacana tentang hukum dan institusi hukum kepada basisnya yang asli, yakni prinsip-prinsip moral dan keadilan. Hukum kodrat memilih melakukan pencarian keadilan secara otentik ketimbang terlibat dalam wacana hukum positif yang berkonsentrasi pada bentuk, prosedur, serta proses formal dari hukum.

Pada intinya, ajaran hukum kodrat-nya Thomas Aquinas adalah ajaran tentang pendasaraan hukum pada etika. Makanya, ungkapan yang khas dalam hukum kodrat adalah, promote the good, an unjust law is no law at all, dan lain sebagainya.

Doktrin hukum kodrat dan teori Radbruch di atas adalah contoh mengenai isi suatu norma dasar yang akan menjadi asal atau sumber nilau yang mesti mendasari hukum positif.

Dari pemikiran-pemikiran di atas, terlihat jelas bahwa selalu ada nilai yang dianggap mengawali, lebih utama dan mendasari keberlakuan suatu hukum positif. Sebelum ada norma-norma hukum, dianggap selalu ada norma yang mendahuluinya, yang dijadikan dasar dalam memberi bentuk dan isi aturan-aturan hukum positif.

Pancasila dengan nilai-ilainya memiliki kualifikasi sebagai norma dasar, utamanya jika dilihat dari isi dan raison d'etre-nya sebagaimana Pancasila merupakan keyakinan normatif Indonesia.

Sebagai keyakinan normatif, Pancasila menjadi dasar penilaian ternang apa yang berharga dan apa yang penting, dan apa yang tidak, serta membentuk kehidupan yang baik dan bermakna. Bagi hukum, Pancasila berfungsi sebagai norma dasar yang memberi fondasi moral-etik yang memberikan misi bagi hukum guna mewujudkan Indonesia menjadi rumah bagi semua penghuninya (yang majemuk) untuk hidup tenteram didalamnya.

Rumah bagi semua dan hidup tenteram, merupakan kata kunci bagi misi hukum Indonesia. Misi itu, merangkum berbagai soal tentang eksistensi kita sebagai bangsa majemuk. Merawat Ke-Indonesia-an yang berarti mengakui dan menerima kebhinekaan sebagai kenyataan eksistensial.

Misi itu mengharuskan adanya perlindungan yang sama bagi semua unsur nation dari Sabang sampai Meraue tanpa kecuali, adanya hak yang saa bagi sleuruh suku bangsa yang ada untuk mendiami rumah Indonesia, dan adanya kewajiban yang sama bagi para penghuninya untuk menjaga kelestarian rumah Indonesia itu dan menjaga ketentraman hidup bersama.

Dengan kata lain, misi ini tidak mengijinkan segala bentuk perlakuan diskriminasi yang bersifat primodial terhadap siapapun dan kelompok manapun. Pengekangan palagi pendindasan kepada perorangan maupun kelompok, oleh karena mereka berada, harus diharamkan oleh negara dan hukum.

Menjaga rumah indonesia sebagai rumah bagi semua, dan jaminan bagi para penghuninya untuk hidup tenteram, tidak boleh diserahkan pada kerelaan dan toleransi orang per orang atau golongan tertentu, melainkan harus menjadi tanggung jawab mutlak negara dan hukum. Sebabnya adalah, setiap orang cenderung melakukan kesalahan, dan karena itu tingkahlaku yang benar tidak merugikan orang lain, tidak dapat diserahkan kepada moralitas pribadi tiap orang, tapi perlu diatur dengan peraturan hukum positif.

Mengingat misi tersebut sangat kursial bagi kebutuhan Indonesia, maka ia mesti menjadi titik start dalam memproyeksi arah politik hukum yang berarti kepentingan menjaga rumah Indonesia sebagai rumah bagi semua, dan jainan bagi para penghuninya untuh hidup tenteram, harus melandasi politik seluruh kebijakan hukum dan menjadi konsiderans utama, guna menjadi pedoman bagi seluruh kegiatan berhukum.

Sumber: Bernard L Tanya Dkk dalam bukunya yang berjudul Pancasila dalam Bingkai Hukum Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun