Mohon tunggu...
Moh. Haris Lesmana (Alesmana)
Moh. Haris Lesmana (Alesmana) Mohon Tunggu... Konsultan - Alumni Konsentrasi Hukum Tata Negara FHUB

Sarana menyalurkan pemikiran, hobby, dan mengisi kegabutan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pancasila sebagai Sintesis Agama dan Negara

15 Juli 2022   15:54 Diperbarui: 15 Juli 2022   16:07 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenernya persoalan utama antara negara dan agama bukan terletak pada nilai dasar yang terdapat pada kedua konsep. Negara memang dari awal merupakan sebuah konsep politik, yang berarti kehadirannya melibatkan kontrak politik dari setiap warga negara. Sebagai konsep politik, sejak awal kelahirannya negara sudah merepresentasikan kepentingan publik. 

Publik dalam artian ini dimaknai sebagai kebutuhan yang melampaui urusan individu, kelompok, atau entitas sosial tertentu dalam sebuah aneka kehidupan warga negara yang kompleks, ditinjau dari aspek keagamaan, keetnikan, kedaerahan, maupun elemen sosial partikular lainnya.

Agama dan negara (secara nilai) dianggap tak dapat disatukan menurut para sekularis bertolak pada asumsi bahwa negara merupakan urusan publik, sementara agama adalah urusan privat. Pemahaman bias ini berimplikasi pada pembelahan antara urusan agama dan politik dalam kerangka bernegara (polity). 

Pancasila sendiri melihat parsialitas ini sebagai pangkal masalah dari ketidakmampuan mensinergikan negara dan agama itu sendiri. Karenanya, Indonesia sejak pembentukannya menolak blok yang berkiblat kepada Declaration of American Independence dan Manifesto Komunis. Keduanya asama-sama menjunjung tinggi nilai sekulerisme dalam kehidupan polity. 

Satu hal yang nyaris tidak pernah ditemukan dalam sejarah kehidupan masyarakat Indonesia, dari masa prakemerdekaan hingga kemerdekaan.

Sebagai doktrin paripurna, Pancasila bertolak dari keyakinan terhadap pentinya penyatuan anasir agama dan entitas kebangsaan dalam konsep negara Indonesia. 

Bahwa keduanya tidak dapat dipisahkan, meski tak juga harus dicampuradukkan. Keduanya dapat bersanding dan mendorong satu sama lain. Agama dibutuhkan dalam konteks penyokongan nilai-nilai moral dan etis bagi tata hidup yang harmonis dan emansipatif. 

Negara Indonesia tanpa agama-agama yang ada didalamnya hanya akan menjadi negeri yang barbar. Agama berperan besar dalam membentuk fondasi sosial masyarakat Indonesia, jauh sebelum konsepsi negara-negara diperkenalkan. Karenannya, menegasikan agama-agama yang ada tidak hanya mengingkari sejarah bangsa, tetap sekaligus melucuti jati diri bangsa Indonesia.

Problem utama sulitnya mempertemukan kepentingan negara dan agama terletak pada kebesaran hati masing-masing pemeluk agama untuk hidup akur dalam semangat diskursus publik yang deliberatif (mufakat unruk bersama). 

Maka, PR tersebut dikembalikan pada masing-masing umat beragama, bukan memotong kompas lewat penggeseran agama dalam urusan politik. Pemerintah semestinya mampu menyusun regulasi yang diharapkan dapat merangkul agama dalam urusan publik. 

Sebab, baik kehidupan politik maupun agama, sama-sama menginginkan terciptanya masyarakat beradab, adil dan sejahtera. Tidakklah problem sosial yang tadinya merupakan tanggung jawab negara, juga pada waktu yang sama merupakan tanggung jawab keagamaan? Lalu mengapa keduanya dianggap tidak dapat dipertemukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun