Mohon tunggu...
Moh. Haris Lesmana (Alesmana)
Moh. Haris Lesmana (Alesmana) Mohon Tunggu... Konsultan - Alumni Mahasiswa Konsentrasi Hukum Tata Negara

Sarana Menyalurkan Pemikiran dan Keresahan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Embrio Sila Pertama Pancasila (Ketuhanan Yang Berkebudayaan)

22 Mei 2022   01:01 Diperbarui: 22 Mei 2022   01:27 992
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ketuhanan Yang Berkebudayaan!!!

Itulah idealis Ir. Soekarno dalam mengejawantahkan  makna Ketuhanan.

Secara historikal, pada sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan (BPUPK) yang bertepatan dengan tanggal 1 Juni 1945, Ir Soekarnao mengusulkan 5  sila untuk menjadi dasar negara, yaitu :

1. Kebangsaan Indonesia;

2. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan;

3. Mufakat atau Demokrasi;

4. Kesejahteraan Sosial; dan terakhir

5. Ketuhanan Yang Berkebudayaan.

Yang Kemudian kelima nilai atau sila tersebut dinamai dengan Pancasila.

Setelah mengejawantahkan makna sila Kebangsaan Indonesia sampai Sila Kesejahteraan Sosial, barulah Ir. Soekarno tiba pada sila yang terakhir yaitu "Ketuhanan" .

Dalam pidatonya, Ir. Soekarno mengupas tuntas idealis dan apa maksud dari sila yang beliau usulkan tersebut.

Prinsip Ketuhanan!!! ujar Soekarno, bukan saja bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan dengan Tuhannya sendiri, yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa Al-Masih, yang Islam menyembah Tuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad, dan orang Budha menyembah Tuhan menurut kitab-kitab agamanya.

Hendaknya Negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya menyembah Tuhannya dengan leluasa. Segenap rakyat hendaknya Ber-Tuhan secara Kebudayaan, yakni dengan tiada "egoisme agama", dan hendaknya Negara Indonesia satu negara yang bertuhan!!!

Secara jelas, dalam pidato tersebut Ir. Soekarno menginginkan bahwasannya agama dapat menjadi sarana pemersatu bangsa, agama tidak hanya menjadi penghubung antara manusia dengan tuhannya, melainkan juga antar manusia dengan manusia. Tidak hanya menjadi media silaturahmi bagi yang seiman, melainkan menjadi pendamai antar umat yang berbeda keyakinan. 

Sehingga dikemudian hari bangsa Indonesia dapat menjadi bangsa yang berbudi luhur,  saling menghormati, saling menghargai tidak mementingkan fanatisme dan egoisme agama semata, melainkan menjunjung tinggi dan memprioritaskan kerukunan dan kedamaian bangsa dalam satu wadah yaitu "Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai Negara yang Bertuhan".

Pemikiran Ber-Ketuhanan yang seperti inilah yang menjadi "embrio" bagi sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa (Pancasila setelah disahkan sebagai dasar negara pada 18 Agustus 1945). Oleh karenanya, kita sebagai generasi penerus bangsa hendaklah menjaga sila-sila Pancasila tetap utuh dan saling jiwa menjiwai baik itu dengan memahami, menghayati dan mengamalkan Pancasila, begitu pula dengan penyelenggara pemerintahan hendaknya dalam pembentukan dan pelaksanaan regulasi atau kebijakan selalu selaras dan senantiasa berpijak pada nilai-nilai Pancasila.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun