Â
Oh iya, ada yang tertinggal.
Di terminal ini bising sekali. Bising suara pedagang asongan yang berkeliaran kesana kemari. Pengamen yang bergantian dari satu bis ke bis lainnya tanpa jeda yang pasti.
Â
Namun setidaknya suara mereka suara rakyat. Bisingnya mereka masih enak didengar, nyaman ditelinga karena kita sama-sama rakyat, daripada mereka yang mengaku mewakili, berdebat hebat di televisi. Untuk apa?
Â
Perdebatan mereka agaknya tak membuat perut rakyatnya terisi. Susu bayi diwarung-warung itu pun bahkan tak mampu terbeli. Lalu apa?
Â
Ah, mungkin hanya menciptakan peraturan. Aturan-aturan yang semakin menyusahkan. Mencekik kehidupan. Semakin susah, semakin sulit, semakin tertekan.
Â
Ya, barangkali terminal ini adalah awal langkah dari sebuah impian. Impian yang membawanya pada perubahan. Tak peduli cacian, entah itu hinaan, cercaan, ah persetan!