Salah satu isi  Sumpah Pemuda, Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia relatif lebih sulit memaknainya dalam konteks persatuan dan membangun rasa kebangsaan Indonesia dibandingkan kedua butir lainnya. Bagaimana wujud menjunjung bahasa persatuan saat ini?
Jika bahasa Indonesia dipahami sebatas sarana berkomunikasi  maka semua orang Indonesia bisa berbahasa Indonesia tetapi belum tentu paham berbahasa Indonesia yang baik dan benar
Semua kita memiliki tanggung jawab yang sama untuk mengenalkan, menyebarluaskan dan membiasakan penggunaan kosa kata bahasa Indonesia yang baik dan benar termasuk dalam penggunaan sebagai padanan bagi istilah asing. Kita bisa mencontoh Jepang, Korea, China dan Thailand dalam fanatisme (nasionalisme) penggunaan bahasa negaranya. Meskipun pada acara yang bersifat internasional mereka tetap mencantumkan aksara mereka  selain bahasa Inggris. Nasionalsime mereka dalam berbahasa sangat tinggi.
Pemahaman berbahasa Indonesia yang baik dan benar tentu tidak lepas dari kurikulum yang diberikan sejak pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Mengamati kurikulum pendidikan bahasa Indonesia di tingkat sekolah dalam satu dekade terakhir, terlihat Kemendikbud lebih mengedepankan pendidikan literasi bagi siswa. Seharusnya pemahaman mengenai kaidah tata bahasa Indonesia juga perlu mendapatkan porsi yang sama, karena tidak sedikit siswa-siswa kita yang belum paham di mana dan kapan penggunaan bahasa formal dan informal, misalnya penggunaan kata 'aku' dan 'saya'.
Begitu juga dengan penggunaan istilah yang diadopsi dari bahasa asing, banyak yang tidak menyadari adanya kekeliruan atau ketidaktepatan pemakaian karena kita lebih sering menerjemahkan langsung dari kata asing tersebut, terdengar indah namun minim makna. Seharusnya disaring terlebih dahulu dengan menggunakan kaidah tata bahasa Indonesia. Kita harus membiasakan yang benar bukan membenarkan yang biasa karena kekeliruan yang terus menerus tanpa ada koreksi akan menjadi kebenaran.
Sebagai contoh misalnya, "Komite Nasional Keselamatan Transportasi"  (KNKT). Sepintas tidak ada yang salah karena istilah tersebut merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, 'National Transportation Safety Committee (NTSC)' yang pengertiannya adalah komite yang berurusan atau yang mengurusi  tentang keselamatan transportasi secara nasional.
Jika menggunakan kaidah tata bahasa Indonesia - dikenal kaidah DM (Diterangkan Menerangkan) - untuk penulisan suatu istilah maka yang benar adalah "Komite Keselamatan Transportasi Nasional". Sebagai perbandingan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional bukan Badan Nasional Kependudukan dan Keluarga Berencana.
Begitu juga dengan kata 'presidensi' Â yang akhir-akhir ini kerap kita dengar maupun baca seiring dengan penunjukan negara Indonesia sebagai pemimpin kelompok negara-negara G20. Salah satu judul berita media cetak menuliskan "Presidensi G20 RI Berikan Optimisme". Perlu diketahui bahwa kata 'presidensi' berasal dari bahasa Inggris 'precidency' yang artinya jabatan presiden; kepresidenan. Lantas, mengapa kita selalu menggunakan kata 'presidensi', apakah tidak ada padanan kata yang lebih tepat dalam bahasa Indonesia menggantikan kata 'presidensi' tersebut?
Selain itu, ada juga media yang memuat judul berita "Jepang Dukung Penuh Keketuaan RI di G20". Pada judul ini 'presidensi' diterjemahkan sebagai 'keketuaan'. Jika merujuk arti 'precidency' maka penggunaan 'keketuaan' lebih tepat, hanya memang 'keketuaan' jarang kita gunakan. Jika kita mengambil pengertian bahwa Indonesia ditunjuk sebagai pemimpin kelompok negara-negara G20 maka kata 'kepemimpinan' menjadi lebih tepat.
Tentu pembaca akan lebih mudah memahami makna judul berita seperti ini,: "Kepemimpinan RI di G20 Berikan Optimisme" dan "Jepang Dukung Penuh Kepemimpinan RI di G20".
Pertumbuhan bahasa Indonesia sering kali tercemar oleh gairah berlebihan penuturnya yang umumnya oleh kaum elite para cendekia dan birokrat yang akhirnya diikuti oleh awam. Meskipun penggunaan bahasa asing bukanlah ancaman bagi eksistensi bahasa Indonesia tetapi penggunaan bahasa perlu disesuaikan dengan porsi masing-masing sesuai konteksnya. Penggunaan bahasa Indonesia tetap harus dikedepankan karena kelestarian bahasa bergantung pada penuturnya (E Aminudin Aziz).