Mohon tunggu...
pangeran toba hasibuan
pangeran toba hasibuan Mohon Tunggu... Lainnya - jadilah seperti akar meski tidak terlihat, tetap tulus menguatkan batang dan menghidupi daun, bunga atau buah termasuk dirinya sendiri

Bukan apa yang kita dapatkan, tapi menjadi siapakah kita, apa yang kita kontribusikan, itulah yang memberi arti bagi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Saya Penyintas Covid-19

28 November 2021   14:17 Diperbarui: 28 November 2021   14:25 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Sesuatu yang ditakutkan selama ini akhirnya harus terjadi dan saya alami sendiri. Saya dinyatakan terpapar Covid-19 dengan gejala ringan setelah melewati swab antigen dan PCR dengan CT value 22. Rasanya seperti mendengar vonis mati, kala itu masih ramai-ramainya Covid-19 di bulan Mei 2021.

Gejala awal yang dirasakan bermula pada Kamis 20 Mei 2021 siang, tenggorokan serasa gatal ingin batuk tapi batuk tidak kunjung keluar. Pagi itu saya bertemu dengan dua orang rekan kerja tetap dengan menjalankan prokes, pakai masker, cuci tangan dan jaga jarak 1,5 meter. Siang harinya saya bertemu dengan seseorang teman guna melakukan pertemuan. Teman tersebut menceritakan bahwa dia pernah positip pada bulan agustus 2020 dan harus menjalani isoman. Saat mendengar penjelasan teman tersebut terbersit rasa khawatir, mengingat pertemuan kami lakukan di ruangan tertutup dan ber AC. Tapi teman saya sudah terkena lama bulan Agustus 2020, sudah cukup lama bukan?. Di situlah saya mulai merasakan seperti ada sesuatu di tenggorokan, gatal dan ingin batuk tapi tidak bisa.

Sore, sepulang dari pertemuan  saat mandi sudah mulai terasa sedikit menggigil. Malam hari sudah terasa demam, langsung minum obat penurun panas dan tidur. Isteri sempat mengkhawatirkan jangan-jangan kena Covid, tapi tidak saya anggap serius semoga ini hanya flu biasa. Esok harinya, Jumat terasa agak ringan meskipun masih sedikit demam. Sore hari langsung ke dokter,  pemeriksaan tensi normal 110/80, suhu 37.3 dan dokter menyarankan disuntik neurobion agar lebih cepat pulih dan diberikan obat serta vitamin C. Saat pemeriksaan gatal tenggorokan  tidak terasa mungkin karena pengaruih minum obat penurun demam sebnelumnya. 

Karena tidak ada keluhan lain, dokter tidak minta untuk dilakukan swab tes. Dokter mengatakan jika demam tidak turun selama 3 hari sebaiknya dilakukan tes swab.

Sabtu, hari ketiga masih demam, memutuskan memisahkan di kamar sendiri agar tidak menularkan kepada anggota keluarga. Rasa takut terpapar Covid-19 semakin kuat tapi segera sirna karena tidak ada gejala ikutan lain seperti batuk, rasa sesak. Hari keempat, Minggu sudah terasa lebih baikan, coba ukur suhu badan sekitar 37.2. Tapi, dalam hati sudah ada keinginan untuk periksa swab antigen agar ada kepastian apa yang terjadi sebenarnya.

Hari kelima, Senin mencoba ikut vaksin Covid-19  bersama keluarga, ada empat orang. Ternyata saat diukur suhu 38, padahal tidak merasakan demam. Petugas menyarankan segera swab. Isteri dan anak pertama lolos divaksin. Namun anak kedua tidak lolos karena suhu 37.1 diminta untuk melakukan tes swab. Akhirnya berdua dengan anak melakukan swab antigen, anak dinyatakan negatip, saya dinyatakan positip dengan gejala ringan. Dokter mengatakan cukup isoman 10 hari pasti sembuh, suhu diukur 37.4 dengan saturasi O2: 99%.  Sedikit tidak percaya karena sebelumnya suhu masih 38, dokter mengatakan salah satu gejala C-19 memang demikian.

Menurut dokter kondisi tubuh cukup baik, yang penting istirahat yang cukup makan makanan yang bergizi. Jika sampai muntah atau diare lebih dari tiga kali dalam sehari arus segera mencari RS untuk dirawat, demikian rekomendasi dokter.

Selama ini saya cukup ketat menjalani protokol kesehatan, rajin cuci tangan, menjaga jarak dan menghindari kerumunan. Memang, seminggu sebelum demam saya menghadiri dua pertemuan dengan banyak orang, karena tidak bisa dihindari. Kerumunan pertama, menghadiri acara adat Batak pemakaman saudara satu marga dan yang kedua menghadiri pernikahan anak abang sepupu di salah satu hotel. Tidak tahu pasti kerumunan mana yang berpotensi menularkan.

Dokter mengatakan umumnya pengidap Covid-19 yang tidak mengetahui,  merasa demam biasa tidak segera periksa ke dokter, hanya minium obat biasa ternyata saturasi oksigennya semakin turun dan akhirnya setelah kondisi semakin parah baru dibawa ke rumah sakit dan sudah tidak bisa tertolong lagi. Ini umumnya yang menyebabkan kematian apalagi mengidap komorbid.

Sampai di rumah langsung memisahkan diri di kamar, isolasi mandiri total.

Hari keenam, Selasa melakukan test PCR dengan menunjukkan hasil test swab antigen yang positip. Hasil tes PCR dinyatakan positip covid dengan CT value 22. Menurut pemberitaan jika seseorang positip melalui antigen maka untuk ted PCR tidak perlu membayar. Ternyata dalam prakteknya berbeda dengan yang diberitakan. Pihak klinik mengatakan tes PCR gratis berlaku jika dilakukan di Puskesmas. Rasanya komuikasi publik masih harus diperbaiki. Ini tidak ubahnya dalam sebuah promosi ada tanda * kecil, yang artinya Syarat & Ketentuan berlaku. Ternyata tidak seperti yang kita bayangkan.

Pada masa kemajuan sistem teknologi informasi saat ini, seharusnya pendataan maupun penanganan pasien dapat dilakukan terintegrasi sejak hasil dinyatakan positip oleh pihak RS maupun pihak laboratorium. Bukankah nomor telepon dan alamat pasien tercatat, mengapa tidak terkoneksi langsung dengan sistem yang ada di satgas, sehingga petugas dapat segera menindaklanjuti langsung pasien dan melakukan tindakan yang diperlukan.

Setelah memperoleh hasil tes PCR, langsung memberitahukan kepada kepala lingkungan (setingkat RT) tempat tinggal guna diteruskan kepada satgas Covid-19 tingkat Kelurahan dan diberitahukan kepada Puskesmas setempat. Hal ini guna mendapatkan dukungan (support) vitamin maupun obat-obatan yang dibutuhkan. Mencoba menghubungi call center Covid-19 tetapi tidak kunjung berhasil karena telepon tidak diangkat. Namun sampai sembuh tidak ada kunjungan ataupun dihubungi oleh pihak satgas Covid Kelurahan.

Mengingat saya isolasi mandiri dan tidak ada konsultasi dokter, akhirnya saya mencari tahu segala yang terkait dengan penanganan pasien isolasi mandiri melalui internet. Semua obat-obatan dan vitamin harus disediakan sendiri termasuk alat pengukur suhu tubuh dan saturasi oksigen. Mungkin ini yang dimaksud isolasi mandiri, semua harus mandiri tanpa ada bantuan.

Pada hari kedelapan (Kamis) atau tiga hari setelah PCR mengalami penurunan fungsi penciuman. Harum parfum tidak begitu tercium dengan baik, selain aroma alkohol. Namun untuk indera perasa masih tetap bisa membedakan rasa asin, manis, asam maupun pedas, hanya rasanya seperti ada lapisan yang menutupi bibir (terasa kebas). Mungkin ini pengaruh demam.

Selama masa isolasi mandiri saya memaksakan diri untuk makan yang banyak dan tetap mengonsumsi dua siung bawang putih mentah, siang dan malam. Sedangkan untuk sarapan pagi selalu dengan dua butir telur rebus selama sepulu hari terus menerus dengan dua potong roti tawar dan segelas susu serta teh manis. 

Adapun obat dan vitamin yang saya konsumsi adalah: Enervon C; Calcium D Redoxon; Vitamin D3 1000 IU; Natur-E 300; Vitacimin 500 mg; Zinc Sulfate Heptahydrate dan Nuvit sejenis suplemen Kesehatan. Sedangkan obat-obatan saya minum Panadol dan Lanamol 500 untuk penuurun demam; Amoxicilin 500 dan Azithromycin 500 sebagai antibiotik. 

Hal memberi semangat adalah dukungan keluarga serta penelitian yang menyebutkan bahwa virus Covid-19 akan hilang dengan sendirinya dari tubuh normal dalam masa 10 hari sepanjang daya imun tubuh baik, tidak ada penyakit penyerta maupun komplikasi, tentunya dengan dibantu obat dan vitamin. Ini terbukti, pada 02/06/2021 saya melakukan swap antigen ulang dan hasil dinyatakan negatip Covid-19 (sudah sembuh). Satu hal penting yang perlu diketahui masyarakat adalah jika sudah melewati masa isolasi madiri selama 10 hari dan ditambah dua hari dengan tidak ada gejala seperti demam ataupun rasa sesak napas maka sudah bisa berkumpul kembali dengan keluarga meskipun tetap harus menjaga protokol kesehatan.

Pada hari kelima setelah PCR (Sabtu) atau hari kesepuluh demam pertama saya mengonsumsi Ivermectin 12 mg, dan pada sore hari suhu sudah normal, 37C dan tidak merasa demam lagi.

Meski sudah dinyatakan sembuh namun masih menyisakan ganjalan dalam hati, mengapa nomor call center dan satgas covid propinsi Sumatera Utara tidak dapat dihubungi. Begitu juga dengan Kepala Lingkungan (setingkat RT) tidak  meneruskan kepada Puskesmas maupun layanan Kesehatan setempat. Apakah sesuai namanya, isolasi mandiri memang semua harus mandiri, mulai dari biaya sampai penanganan dan perawatan tidak ada pendampingan apalagi kompensasi?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun