Mohon tunggu...
pangeran toba hasibuan
pangeran toba hasibuan Mohon Tunggu... Lainnya - jadilah seperti akar meski tidak terlihat, tetap tulus menguatkan batang dan menghidupi daun, bunga atau buah termasuk dirinya sendiri

Bukan apa yang kita dapatkan, tapi menjadi siapakah kita, apa yang kita kontribusikan, itulah yang memberi arti bagi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Urgensi Sertifikat Vaksin Sebagai Syarat

19 November 2021   20:12 Diperbarui: 19 November 2021   20:17 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Secara nasional kasus terkonfirmasi positip Covid-19 menunjukkan tren laju yang semakin menurun untuk itu patut diapresiasi sekaligus diwaspadai agar tidak naik kembali. Sehubungan dengan itu pemerintah mulai membuka secara bertahap aktivitas perekonomian maupun aktivitas publik dengan menerapkan persyaratan.

Pencapaian tersebut tidak lepas dari upaya pemerintah dengan pemberlakuan PPKM dengan ketat serta terus melaksanakan program vaksinasi secara nasional untuk memperoleh 'herd immunity' (kekebalan kelompok) sehingga percepatan laju penularan Covid-19 bisa diturunkan. Kekebalan kelompok dapat tercapai jika 70% populasi sudah menerima vaksinasi lengkap.  Menurut data Satgas Penanganan Covid-19 saat ini jumlah yang telah menerima vaksin pertama sebanyak 33.22% atau 69.194.539 orang. Sedangkan yang sudah menerima vaksin dosis pertama dan kedua sebanyak 19.07 % atau 39.721.571 orang (per tanggal 08/09/2021). Melihat persentase penerima dosis lengkap tersebut baru 19.07% pemerintah harus berkejaran dengan waktu guna mencapai 'herd immunity' pada Oktober -- Nopember 2021 sesuai yang ditargetkan sekaligus mengevaluasi apakah kelambatan karena ketersediaan vaksin yang terbatas, jumlah vaksinator yang kurang  atau animo masyarakat yang rendah.

Sebagai bukti bahwa seseorang sudah menerima vaksinasi lengkap dosis pertama dan kedua maka seseorang akan mendapatkan sertifikat vaksin. Sertifikat diberikan dalam bentuk digital yang dapat diunduh (down load) terlebih dahulu melalui aplikasi Peduli Lindungi. Pada sertifikat vaksin tercatat data pribadi penerima mulai dari nama, alamat, NIK, nomor telephone, email, jenis vaksin yang diterima, lokasi, nomor batch vaksin, kode batang (bar code) serta kapan menerima vaksin.

Seiring dengan dibukanya aktivitas ekonomi maupun fasilitas publik, sertifikat vaksin ini menjadi penting karena pemerintah akan menerapkan sertifikat vaksin menjadi salah satu persyaratan selain hasil rapid tes PCR dan hasil tes swab antigen jika ingin masuk ke fasilitas umum atau ingin mendapatkan layanan publik termasuk jika akan melakukan perjalanan luar kota atau antar negara. Mengingat virus ini belum akan hilang dalam waktu dekat maka dengan demikian sertifikat vaksin  akan menjadi kelengkapan 'wajib' dalam kehidupan normal baru yang akan kita jalani. Pengecualian diberikan kepada orang yang memang tidak bisa menerima vaksin karena kondisi kesehatan yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.

Memang belum ada pengumuman secara resmi dari pemerintah apakah pemberlakuan syarat tersebut nantinya meliputi seluruh wilayah Indonesia atau hanya Jawa -- Bali saja. Tetapi secara bertahap pemerintah sudah melakukan uji coba pembukaan beberapa Mal di Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya dengan memberlakukan sertifikat vaksin sebagai syarat masuk selain penerapan protokol kesehatan kepada pengunjung maupun penjaga gerai. Seseorang yang sudah disuntik vaksin dianggap sudah memiliki kekebalan tubuh sehingga tidak mudah terpapar maupun menularkan. Disamping itu tentunya warga akan 'dipaksa' mau tidak mau harus disuntik vaksin terlebih dahulu. Sehingga seseorang akan berupaya untuk divaksin agar aktivitas publiknya tidak dibatasi dengan demikian semakin tinggi kepesertaan masyarakat yang divaksin semakin cepat pula tercapai kekebalan kelompok.

Pandemi Covid-19 mendera dunia begitu cepat dan dengan dampak yang begitu besar sehingga tak satupun negara yang siap dalam penanganan maupun antisipasi. Negara kita termasuk salah satu negara yang serius dalam penanganan pandemi ini dengan melakukan beberapa kebijakan, mulai dari penerapan protokol kesehatan 3M, 3T, PSBB, vaksinasi, PPKM dan sekarang penerapan kebijakan penggunaan sertifikat vaksin sebagai persyaratan. Sehubungan dengan penerapan kebijakan ini pemerintah perlu meninjau ulang pelaksanaannya apalagi sosialisasinya belum optimal mengingat kita memiliki UU no 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang mengatur asas adil dan tidak diskriminatif serta tidak mempersulit bagi masyarakat sehingga tidak menimbulkan keresahan baru.

Penerapan kebijakan ini dapat dipahami dalam konteks mencegah percepatan penularan selain mengejar tercapainya kekebalan kelompok. Namun tidak boleh dilupakan bahwa kondisi wilayah kita tersebar dan masyarakatnya juga beragam dan selain membutuhkan dukungan infrastruktur yang baik dan terpadu. Dengan demikian perlu dipertimbangkan serta antisipasi sehingga dampak yang merugikan bisa diminimalisir.

Salah satu dampak yang dapat merugikan masyarakat adalah penyalahgunaan data pribadi. Sebagai contoh, jika seseorang menunjukkan sertifikat vaksin guna mengakses layanan publik selanjutnya petugas fasilitas publik akan melakukan pemindaian terhadap sertifikat tersebut. Kemudian melalui sertifikat vaksin yang dipindai tersebut dapat diketahui apakah sudah menerima vaksin atau belum dan tentunya data pribadi orang tersebut juga akan terbaca. Bisa dibayangkan jika pemindai yang dilakukan di banyak tempat umum dan belum jelas bagaimana pengawasannya menjadikan rentan terhadap penyalahgunaan data pribadi. Belakangan ini sedang menjadi topik pembicaraan mengenai penyalahgunaan data pribadi dan beberapa sudah ada yang menjadi korban. Apalagi seperti kita ketahui pembahasan UU Perlindungan Data Pribadi sampai saat ini masih belum selesai.

Dalam hal ini harus diakui bahwa semua orang pasti tidak ingin kebebasan atau aktivitasnya dibatasi tetapi harus dipahami juga bahwa tidak sedikit warga yang belum atau tidak mau divaksin dengan berbagai alasan sehingga mereka tentu tidak memiliki sertifikat vaksin. Dengan kondisi seperti ini maka sertifikat vaksin akan menjadi primadona. Karena dibutuhkan banyak orang, hukum ekonomi supply and demand akan berlaku dan akhirnya  sertifikat vaksin rawan untuk dipalsukan dan diperjualbelikan. Kita mengetahui bersama beberapa waktu yang lalu pihak kepolisian berhasil menangkap pelaku pemalsu sertifikat vaksin setelah mengakses data melalui aplikasi Peduli Lindungi secara ilegal. Seperti saat mula diberlakukan PSBB dimana untuk melakukan perjalanan harus dibuktikan dengan hasil test swap antigen atau tes PCR negatip Covid-19 tidak sedikit kasus pemalsuan yang terjadi termasuk kasus penggunaan alat tes swap antigen yang bekas pakai pernah ditemukan di bandara Kualanamu Sumatera Utara.

Untuk dapat mengakses aplikasi Peduli Lindungi kita harus memiliki perangkat gawai atau komputer yang memiliki jaringan internet. Namun belum semua wilayah kita terjangkau jaringan internet sehingga tidak semua orang dapat mengakses aplikasi tersebut, belum lagi bagi kelompok lansia tidak semua paham dan dapat menggunakan aplikasi ini. Timbul pertanyaan, apakah seorang lansia dari desa yang tidak memiliki telepon genggam yang berbasis android tidak boleh masuk ke pusat perbelanjaan di kota ataupun mendapat layanan publik meskipun sudah divaksin hanya karena tidak bisa menunjukkan sertifikat vaksin? Kita masih ingat selama masa Pembelajaran Jarak Jauh tidak sedikit murid yang kesulitan mengikuti pelajaran karena keterbatasan jaringan internet. Disamping itu masih lekat dalam ingatan berita yang sempat viral terjadi di Makassar, seorang bapak berusia 64 tahun harus menempuh 15 km naik sepeda untuk mendapatkan vaksin karena tidak memiliki hand phone sehingga tidak bisa mendaftar vaksin secara online.

Mengapa kita tidak mencoba cukup dengan memasukkan NIK, seseorang dapat diketahui apakah sudah vaksin atau belum? Ini bukanlah hal yang sulit mengingat negara kita memiliki banyak SDM yang ahli dan mumpuni. Bagi seseorang yang tercatat belum vaksin dapat langsung menerima suntikan vaksin di tempat. Untuk itu pemerintah harus menambah lebih banyak gerai (outlet) untuk vaksinasi Covid-19 di area publik. Apalagi Presiden Joko Widodo menargetkan 2 juta vaksinasi per hari. Cara ini tentu lebih efektif, sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui.

Hal yang tidak kalah penting adalah apa yang disampaikan Kementerian Kesehatan bahwa seseorang yang sudah disuntik vaksin Covid-19 tidak menjadi jaminan tidak akan terpapar kembali virus SARS-CoV-2 dengan demikian juga berpotensi menularkan. Beberapa kasus terjadi orang yang sudah disuntik vaksin dua kalipun masih terpapar Covid-19. Dengan demikian pemberlakuan sertifikat vaksin dianggap sebagai jaminan aman menjadi tidak dominan. Jika diibaratkan seperti kenderaan atau rumah meskipun telah dilengkapi sistem anti maling sekalipun masih dapat dibobol jika pemilik lengah.

Oleh karena itu memberlakukan sertifikat vaksin sebagai salah satu syarat untuk mengakses layanan / fasilitas publik maupun syarat untuk beraktivitas sebaiknya ditinjau ulang.

Pandemi Covid-19 yang mendera dunia sekarang ini mengajarkan kita untuk memulai kebiasaan cara hidup normal baru (new normal). Tanggung jawab pribadi untuk menjaga kesehatan diri dan orang lain (lingkungan) perlu ditumbuhkembangkan serta melakukan protokol kesehatan harus menjadi kebiasaan. Semoga situasi yang mulai membaik ini tidak diperburuk dengan pemberlakuan persyaratan yang bisa lebih disederhanakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun