Mohon tunggu...
Pangeran Mns
Pangeran Mns Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Indonesia, Negara Kaya Namun Rakyatnya Miskin

7 Juni 2018   13:53 Diperbarui: 7 Juni 2018   14:00 4089
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada tahun 360 SM, seorang filsuf Yunani, Plato menciptakan suatu karya yang diberi nama Critias, suatu karya yang menceritakan tentang Benua Atlantis, Benua yang menjadi sumber peradaban dalam bentuk budaya, kekayaan alam, ilmu pengetahuan, teknologi dll.

Banyak penelitian yang sudah dilakukan diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Prof. Arysio Nunes dos Santos, seorang atlantolog, geolog, dan fisikawan nuklir asal Brazil. Ia menegaskan bahwa Atlantis itu adalah wilayah yang sekarang disebut Indonesia. Setelah melakukan penelitian selama 30 tahun, ia mempublikasikan hasil penelitiannya dalam sebuah buku : Atlantis, The Lost Continent Finally Found, The Definitifve Localization of Plato's Lost Civilization (2005). Santos menampilkan 33 perbandingan, seperti luas wilayah, cuaca, kekayaan alam, gunung berapi, dan cara bertani, yang akhirnya menyimpulkan bahwa Atlantis itu adalah Indonesia. Sistem terasisasi sawah yang khas Indonesia, menurutnya, ialah bentuk yang diadopsi oleh Candi Borobudur, Piramida di Mesir, dan bangunan kuno Aztec di Meksiko.

Percaya atau tidak, fakta yang ada menunjukan bahwa indonesia sebagai negara kepulauan memang memiliki sumber daya alam yang begitu luar biasa melimpah. Tanah yang begitu subur, posisi geografis dan iklim tropis menjadikan tongkat kayu dan batu jadi tanaman, katanya.

Harta karun yang terpendam dibawah-bawah tanah serta perairan bumi indonesia adalah karunia Tuhan yang Tuhan berikan untuk bangsa indonesia agar bangsa indonesia bisa menikmati, memanfaatkan serta mensyukurinya sebagai nikmat Tuhan yang maha Pengasih lagi maha Penyayang.

Namun, ketamakan dan kerakusan bangsa eropa pada awal abad 16 telah menghancurkan segala sendi kehidupan masyarakat nusantara, kearifan lokal dan atau tatanan nilai yang luhur menjadi puing-puing yang hanyut oleh aliran darah dan air mata para leluhur yang mencoba mempertahankan haknya atas seluruh kekayaan bumi nusantara.

Dewasa ini, setelah hampir 73 tahun merdeka, indonesia masih belum dapat menuntaskan kemiskinan dan kebodohan. Penderitaan dan kesengsaraan rakyat yang berkepanjangan menciptakan suatu tanda tanya besar, SIAPA YANG MENIKMATI KEKAYAAN ALAM NEGERI INI?. data yang ada menunjukkan bahwa "ASING" menguasai sekitar 79% SDA indonesia.

Adapun data dari BPS , angka kemisikan di Indonesia per September 2017 mencapai 26,58 juta jiwa, sedangkan menurut versi Bank Dunia yaitu mencapai 70 juta jiwa. Hal ini menunjukkan ketidakmampuan negara untuk menyelesaikan kemiskinan dari hulu hingga ke hilir pada setiap era kepemimpinan yang ada.

Dalil yang selama ini terdengar hanyalah kemampuan negara untuk sekedar menurunkan, bukan menghilangkan kemiskinan itu sendiri. Memang benar, untuk bisa sampai pada titik tidak adanya lagi kemisikan membutuhkan suatu proses penurunan terlebih dahulu, akan tetapi saya pribadi melihat bahwa dalil untuk menurunkan tingkat kemisikan hanya sebuah kamuflase yang dibungkus oleh pemerintah untuk melegitimasi kepemimpinannya agar terus berlanjut hingga periode selanjutnya.  

Hal ini didasari pada pandangan saya bahwa kemisikan itu memang sengaja diciptakan guna mempertahankan stabilitas ekonomi liberal kapitalistik demi tetap tersedianya tenaga-tenaga murah yang jangankan untuk bermimpi jadi orang kaya, untuk sekedar berkhayal masih hidup esok hari pun mereka tak berani.

Mereka hidup ditengah tengah antara kepasarahan dan ketakutan akan realitas kehidupan yang tak pernah bisa lepas dari adanya conflict of interest antara penguasa dan pengusaha untuk sama-sama mengambil keuntungan dari adanya kelompok yang miskin.

Tentu kita mengetahui, bahwa problema yang terjadi di indonesia sangatlah banyak dan begitu kompleks, namun, permasalahan kemisikan adalah permasalahan yang paling fundamental karena berkaitan dengan isi perut seorang manusia.

Jika kita kaji lebih jauh dan mendalam, kemiskinan menjadi pemicu dari serangkaian kasus kriminal di negara ini, dari mulai pencopetan, penjambretan, pembunuhan, pemerkosaan dll yang tidak jarang banyak menelan korban dan berimbas pada terganggunya stabilitas nasional.

Menurut data dari BPS sendiri, kelompok rakyat miskin di indonesia hanya berpenghasilan Rp.11.000/hari. Hal ini menunjukan betapa sengsaranya nasib rakyat indonesia sebagai pemilik sah atas kekayaan alam di negara ini.

Bagaimana mungkin dengan penghasilan Rp.11.000 seseorang dapat menyantap lauk 4 sehat 5 sempurna,karena untuk sekedar bertahan hidup pun ia harus memutar otak terlebih dahulu agar perutnya tetap terisi sampai esok hari. Lalu apakah Rp.11.000 itu cukup bagi seorang pria yang sudah memiliki istri dan anak yang setiap malam menunggu kehadirannya untuk sebungkus nasi dan segelas susu?

Menjadi suati hal yang sangat ironi. Ditengah tangisan dan air mata rakyat jelata justru pemerintah sibuk dengan pembangunan infrastruktur yang notabene dananya berasal dari pinjaman dan investasi luar negeri .

Dalil yang diberikan pemerintah yaitu atas nama dan demi kepentingan rakyat atau sebagai upaya meningkatkan pendapatan ekonomi nasional. Benar adanya jika pembangunan infrastruktur dalam hal berkaitan dengan fasilitas publik memang memudahkan sekolompok masyarakat untuk menjangkau berbagai wilayah. Akan tetapi realitas yang ada menunjukan bahwa sebenarnya pembangunan infrastruktur tidak berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan rakyat.

Pembangunan infratruktur yang selama ini dikampanyekan oleh pemerintah pada dasarnya bukanlah suatu upaya untuk menurunkan atau bahkan meniadakan kemiskinan. Pembangunan infrastruktur justru membuat rakyat kita semakin tercekik dan terbelenggu oleh hutang luar negeri ataupun oleh investasi dari kerjasama bilateral yang persante keuntungannya lebih kecil dari persentasi kerugiannya dalam hal memenuhi kebutuhan dan kepentingan nasional.  

Bahkan saya melihat bahwa pembangunan infrastruktur adalah upaya para pemilik modal untuk mempercepat perputaran kapitalnya dengan membangun berbagai akses transportasi baik jalan tol, mrt dan lrt yang hendak mengangkut alat-alat dan bahan-bahan produksi serta para pekerja yang bermodalkan tenaga sehingga dapat tepat waktu untuk menghasilkan produk-produk kapitalis.

Hutang indonesia yang saat ini mencapai 4.915 Triliun merupakan bukti nyata tentang kegagalan negara dalam mengelola sumber daya alam indonesia yang melimpah ruah. Walaupun sudah dieksploitasi ratusan tahun lamanya oleh bangsa asing, sumber daya alam indonesia seakan tidak ada habisnya sehingga negara lain masih berbondong-bondong menjadikan indonesia sebagai santapan atau sapi perahnya. Dan posisi bangsa indonesia hanya sebagai penonton atas kenikmatan yang dirasakan oleh bangsa asing yang telah mengambil hak bangsa indonesia untuk hidup sejahtera dan layak sebagaimana yang telah diamanatkan dalam pasal 28 H UUD 1945 dan butir ke 5 Pancasila yang diantaranya mengandung makna keadilan atas hak ekonomi .

saya pribadi meyakini, bahwa sebenarnya yang menjadi sumber penyebab adanya kemiskinan itu sendiri bukanlah ketidakmampuan sumber daya manusia indonesia untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam indonesia yang selama ini dijadikan sebagai dalil dan seakan dikampanyekan oleh pemerintah sehingga menimbulkan rasa pesimistis dan ketidakpercayaan diri pada kualitas SDM indonesia sendiri.

Yang menjadi penyebab utama kemiskinan dan atau kesenjangan sosial adalah ketidak berpihakan pemerintah dalam hal ini kepada rakyat untuk mendorong mereka menjadi bagian dari penggerak ekonomi nasional dengan memberikan bantuan dana, fasilitas dan mempromosikan produk hasil kerjanya untuk dijadikan sebagai komoditas prioritas dibandingkan dengan produk asing.

Salah satu contoh dari ketidakberpihakkan pemerintah khususnya pada petani adalah dengan mengeluarkan kebijakan mengimpor 500.000 ton beras pada awal tahun 2018 ketika beras nasional justru mengalami surplus. Selain itu, Indonesia pun masih mengimpor barang kebutuhan pokok yang seharunya mampu dihasilkan, diproduksi serta di distribusikan oleh pengusaha lokal seperti kedelai, garam dan singkong.

Sangat miris ketika indonesia yang merupakan negara maritime dan agraris ini justru meminta kepada negara tetangga yang luas wilayah dan perairannya jauh lebih kecil dibanding indonesia.

Masalahnya kembali lagi, bukan karena petani indonesia tidak mampu untuk memenuhi permintaan dalam negeri, melainkan pemerintah yang tidak memiliki keberpihakkan kepada rakyatnya sendiri.

Indonesia yang konon diidentifikasi sebagai negeri atlantis karena kemegahannya, kekayaannya dan kehebatnya ratusan tahun sebelum masehi itu adalah sebuah realitas, namun kemakmuran, kesejahteraan dan keadilan hanyalah sebuah fatamorgana dan sebuah harapan yang utopis bagi rakyat jelata.

1 hal yang perlu disadari bahwa kemiskinan hanya mampu melahirkan kebodohan dalam segala hal dan kebodohan itu ,menjadi penyebab kemerosotan suatu peradaban.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun