Mohon tunggu...
Zidan Mustaqim
Zidan Mustaqim Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Pengelana waktu; suka jalan-jalan. titik!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gempa dan Tsunami Datang, Menelan Korban Lagi

4 Oktober 2018   00:58 Diperbarui: 4 Oktober 2018   01:02 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh Ichdinas S. Mustaqim

Pembelajar Budaya; Relawan Gempa dan Tsunami Aceh 2004; Relawan Gempa dan Letusan Merapi Jogja 2006 - 2010.

Lagi.  Bencana alam melanda Indonesia. Setelah beberapa waktu lalu gempa mengguncang Lombok, Nusa Tenggara Barat dan nengakibatkan ratusan korban jiwa, kali ini gempa, disertai tsunami kembali terjadi melanda Donggala, dan Kota Palu, Sulawesi Tengah (28/09/2017), saat matahari sore beranjak pupus. 

Media online nasional detiknews.com hari ini (03/10/2018) merilis bencana itu telah menelan 1.407 korban jiwa. Ribuan pengungsi tersebar di banyak titik dalam kondisi yang serba terbatas. Gempa berkekuatan 7,4 M yang disertai tsunami juga telah melumpukan pelbagai fasilitas fital. Peristiwa itu menyebabkan pasokan air minum dan makanan lumpuh. Kepanikan makin menjadi saat kondisi listrik mati.

Merespon kabar tersebut, Presiden Jokowi bertindak cepat. Di hari kedua beliau langsung terbang bersama jajaran pejabat yang berkepentingan langsung pada bencana tersebut. Agar segala upaya dapat dilakukan secepat mungkin untuk kembali memulihkan keadaan Donggala dan Kota Palu. Begitu juga dengan TNI - POLRI. Dan peneguhan komitmennya dalam upaya pemulihan Presiden datang kembali (03/10)-memastikan segalanya berjalan baik. 

Keadaan Di Lokasi Bencana

Tidak banyak orang yang memahami betul bagaimana kondisi psikologis masyarakat korban bencana alam sebagaimana setuasi digambarkan di atas: minimnya pasokan air dan makanan; tidak adanya listrik dan akses informasi; serta kerapkali isu akan terjadinya gempa susulan dan tsunami, dan isu menyesatkan lainnya, semakin membuat masyarakat (pengungsi) di lokasi bencana semakin tidak menentu. Apalagi hubungan tranportasi darat, laut, dan udara belum dapat beroperasi. Sehingga pengungsi terpaksa harus tetap bertahan di tengah segala keterbatasan dan isu yang sulit diidentifikasi kebenarannya saat itu.

Karenanya dapat dipahami, ketika masyarakat berusaha survive dengan keadaan yang demikian. Berusaha bertahan hidup dengan cara "primitif". Pemerintah dengan respontif menangkap hal itu, maka kebijakan mengganti kebutuhan "makanan dan minuman" yang diambil masyarakat terdampak bencana di toko-toko ritel, adalah "tindakan tepat", untuk menghidari hal yang lebih buruk terjadi. Meski ada juga terjadi tindakan kriminal murni dari orang-orang yang memanfaatkan keadaan.

Keberadaan Relawan

Seperti biasa, respon masyarakat Indonesia sangat cepat. Pelbagai daerah mulai nengumpulkan beragam bantuan berupa makanan, barang dan kebutuhan yang diangap penting untuk para pengungsi dan korban.  Ada juga yang menyiapkan relawan. Hal ini tentu sangat penting mengingat banyaknya korban jiwa yang diduga masih banyak yang tertimbun tanah atau puing-puing bangunan sangat membutuhkan banyak tenaga. Belum lagi puluhan ribu pengungsi yang tersebar di banyak titik sangat perlu mendapatkan pelayanan bantuan dari lintas disiplin ilmu. Karenanya urgensi keberadaan relawan sangatlah penting pada tahapan pemulihan paska bencana.

Namun demikian perlu juga diperhatikan bahwa keberadaan para relawan di lokasi bencana yang memiliki kesiapan mampuni, dan tak kalah pentingnya: mental. Ini artinya keberadaan relawan yang dikirim ke lokasi bencana tidak cukup bermodal semangat, tenaga, dan keahlian saja, sebab penanganan dalam setuasi bencana dibutuhkan juga mental yang kuat. Sehingga apa yang hendak dikerjakan dapat dilaksanakan. Tidak malah menyulitkan. Alih-alih membantu mengevakuasi jenazah, malah sakit atau trauma setelah menyaksikan langsung jenazah yang kebetulan sudah dalam keadaan berhari-hari di tumpukan bangunan atau lain sebagainya.

Akibatnya bantuan yang diharapkan di lokasi bencana tidak terlaksana sesuai harapan. Tidak sedikit juga jenis relawan  lain yang malah menjadikan lokasi bencana sebagai lokasi "wisata", padahal ada pekerjaan dan tanggungjawab kemanusiaan diembannya. Karenanya selektif dalam mengirim relawan juga hal yang sangat penting ditetapkan kualifikasinya.

Perkuat Perangkat Kebencanaan

Sudah saatnya Indonesia kini benar-benar memperkuat sistem-lembaga dan SDM kebencanaan. Belajar sungguh-sungguh dari negara-negara yang sudah mapan dalam hal itu. Letak geografis nusantara yang begitu menguntungkan, tetapi sekaigus menyimpan potensi bahaya yang begitu besar dan menakutkan. Indonesia berada di wilayah cincin api. 

Sudah ratusan ribu korban jiwa akibat pelbagai bencana yang terjadi terhitung sejak gempa dan tsunami Aceh Desember 2004 lalu menghentakkan dunia. Tsunami sangat besar sepanjang pradaban moderen umat manusia terjadi di Indonesia. Hal inilah yang membuat para ilmuan dunia datang melakukan penelitian. Hal ini pula yang merefleksikan kejadian "purba" sebagaimana tertulis dalam kitab-kitab suci agama-agama samawi (baca: Nuh/ Noah). Membuktikan kebenaran Tuhan dalam sudut pandang religius. Ada catatan ilmiah penting kemudian yang dikemukakan oleh para ilmuan kita. Sebagaimana bencana-bencana alam sangat besar juga pernah terjadi di alam nusantara pada masa lampau. Letusan Krakatau purba; terjadinya Danau Toba, dll.

Beberapa waktu lalu NTB, dan beberapa hari ini di Donggala, Sigi, dan Kota Palu. Sudah cukup ratusan ribu korban jiwa tewas. Sudah saatnya kini kita berbenah diri, bertindak dengan kesadaran paripurna, agar penanganan pra dan paska bencana alam tidak lagi atau sekurang-kurangnya meminimalisir jumlah jatuhnya korban jiwa. Kita sangat prihatin, sebagian besar korban jiwa bahkan (tidak) belum teridentifikasi identitasnya saat dimakamkan. 

Sementara keluarga korban tentu sangat kawatir menunggu kabar, berharap mereka dalam keadaan baik, menunggu dan terus menunggu kabar. Untuk sementara waktu, atas nama kemanusiaan sudah seharusnya siapapun MENIGGALKAN HIRUK-PIKUK POLITIK! Mari bahu-membahu membantu para korban dengan cara dan kemampuan masing-masing. Sebagamana sejatinya budaya mayarakat Indonesia hidup! 

Sudah dimetahui geografis Indonesia "menyimpan" bahaya yang amat besar, maka mungkin sebaiknya pembangunan daerah jangan melulu berpijak pada kontruksi (imajinasi pembangunan) ala barat. Perlu juga dikaji teknologi bangunan yang nenek moyang kita tinggalkan dalam beradaptasi (survive) dengan alamnya. Pray Donggala, Kota Palu!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun