Adalah capres Hatta Rajasa yang memulai kampanye negatif atas dirinya sendiri ketika dengan nada tidak paham, beliau menjawab pertanyaan soal kenaikan elpiji 12 kg yang mencapai 70 persen yang terjadi secara mendadak tanpa sosialisasi. Menteri Hatta menjawab bahwa itu adalah keputusan korporasi (Pertamina) bukan kewenangan Pemerintah karena elpiji 12 kg tersebut tidak disubsidi Pemerintah. Nah!
Pertamina adalah BUMN strategis terutama mengelola hasil perut Bumi negeri ini. Pemiliknya adalah 100 persen Pemerintah yang diatur melalui Kementerian BUMN. Keputusan (gegabah) kenaikan fantastis harga elpiji 12 kg dengan alasan apapun ketika tanpa sosialisasi benar-benar suatu cermin buruk sekaligus kampanye hitam bagi Menteri BUMN Dahlan Iskan yang juga kebetulan nyapres. Untung beliau belum pernah dimintai komentar di media massa soal elpiji ini. Janggal!
Misteri Dirut Pertamina Karen Agustiawan yang melakukan langkah sangat tidak sensitif kepentingan publik ini, mengingat beliau pasti juga bukan (maaf) pejabat publik kategori pas-pasan uji kelayakan menjadi Dirut Pertamina, beliau pasti adalah kategori 'Kartini' bangsa ini yang patut kita banggakan, tidak mungkin buta Pasal 33 ayat 3 UUD'45. Sedang bagaimanakah hubungan atasan-bawahan antara Dirut Karen dengan Menteri BUMN Dahlan Iskan?
Jawaban Menteri Hatta seperti pisau bermata dua. Yang satu kampanye hitam buat pencapresan beliau sendiri, karena menjawab secara naif dan di luar logika. Sedangkan satunya adalah suatu desakan agar Pertamina melakukan audit publik dan disiarkan di media massa agar keputusan korporasi BUMN diketahui rakyat dan bila perlu, dengan audit, maka mungkin dimaklumi seandainya harus naik 100 persen sekalipun.
Tanpa melakukan audit publik, maka jangan disalahkan apabila selalu ada kecurigaan bahwa kenaikan elpiji adalah akal-akalan tingkat tinggi keculasan para politikus demi membiayai kampanye-nya, setelah metode model bail-out bank Century sudah tidak mungkin lagi diulangi jaman sekarang.
Seandainya kenaikan elpiji diamini dan diteruskan tanpa perlawanan, maka siapakah yang mendapat hasil dari keuntungan 70 persennya, untuk elpiji se Indonesia Raya? Wallahualam.
Sementara itu..
Mengapa pula tidak ada yang bertanya ketika US Dollar naik lebih dari 20 persen (menjadi Rp 12.300,-) yang berarti menghilangkan uang rakyat dan negara sebesar itu dibanding sebelumnya yang kisaran Rp.9800,-, walaupun dengan cara brillian melalui mekanisme pasar. Karena konon para ahli yang sangat pintar tetap tidak mengetahui mengapa bisa naik sebesar itu. Siapakah yang diduga mendapat keuntungan fantastis itu ?
Adalah kejanggalan tanpa alasan yang memuaskan, tiba-tiba pula Bank Indonesia melepaskan tanggungjawab pengawasan atas bank-bank BUMN dan swasta nasional, yang seperti terkesan menghapus jejak atas apa yang terjadi 3 bulan terakhir terkait kenaikan fantastis US Dollar atas Rupiah.
Maka, tanpa audit publik atas Bank Indonesia, jangan disalahkan pula apabila ada kecurigaan mengarah pada kepentingan kampanye Capres 2014. Siapakah pihak yang sungguh sangat kriminal mencuri uang rakyat dan negara melalui modus super wahid canggih ini? Kalau memang demikian, maka dibanding yang ini, kasus Century seperti mainan anak-anak.
Saya bermimpi, Pemilu Presiden ataupun semua pemilu di Indonesia diadakan dengan penghitungan manual sehingga uang rakyat dan negara bisa diselamatkan dari hura-hura bodoh dan kejahatan mega keuangan yang sebagian besar dipakai untuk membayar program komputer kecurangan penghitungan suara.