Mohon tunggu...
Pangat Muji
Pangat Muji Mohon Tunggu... -

Mendidik generasi masa depan agar selalu ingat Moral, Tanggungjawab, Kontribusi kepada Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Penolakan Konferensi Internasional LGBT Surabaya Melanggar HAM?

25 Maret 2010   01:44 Diperbarui: 4 Februari 2016   08:42 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MUI Jatim bersuara keras meminta Kepolisian Surabaya tidak mengeluarkan izin Konferensi itu. Demikian pula Wakil Walikota Arif Affandi. Kemudian diamini oleh Polwiltabes dgn alasan pertimbangan potensi gangguan keamanan dan pihaknya siap membubarkan paksa dgn alasan tidak mau mengambil resiko sekecil apa pun.

Polwiltabes Surabaya: Mereka (panitia) jangan berkelit di balik HAM karena penghormatan terhadap HAM juga harus diikuti penghormatan HAM orang lain dan suatu negara.

LGBT (Lesbian Gay Biseksual Transeksual) bisa dilihat sebagai sesama manusia dengan preferensi (selera) seksual yang berbeda dengan selera seksual alami yang dikotomis (positif-negatif, yin-yang, pria-wanita). Hal ini masih diperdebatkan hingga kini apakah itu suatu penyakit yang bisa disembuhkan atau kodrat sebagaimana penyandang cacat bawaan genetis DNA. Secara psikologis dan genetika, keilmuan keduanya telah mengerti dan menemukan tingkat varian yang begitu berbeda-beda sebagaimana juga terdapat dalam aspek biologis dari biodiversitas semua ciptaan Tuhan di muka dunia ini.

Baiklah itu secara fisik materi, tetapi bicara tentang manusia, kita seharusnya melengkapi secara utuh dalam hal tubuh fisik, pikiran/intelegensia, serta jiwa. Secara kemasyarakatan sebagai tubuh sosial yang lebih besar dan luas, hal-hal yang masih belum ditemukan harmoni-nya tentulah memang rawan terhadap pandangan-pandangan yang bisa merugikan, memilukan, dan juga ketidakadilan, karena mustahil dalam alam raya ini ada keseragaman mutlak. Pengelompokan kesamaan hingga menjadi klasifikasi memang ada, tetapi secara utuh sebagai mosaik (dalam hal ini: mosaik kebangsaan) kebhinnekaan adalah harkat dan kodrat suatu bangsa, di manapun di muka bumi ini.

Peradaban suatu bangsa dan negara ditentukan oleh kemampuan bangsa itu untuk masuk ke dalam dataran pandangan dan wawasan yang mengerti hakekat alami kemanusiaan dunia, yang sebenarnya sederhana yaitu kesamaan derajat dan harkat sebagai manusia ciptaan Tuhan. Pendidikan dan tingkat sosial tidak lebih hanyalah pernak-pernik dalam rangka mencari makan, bermain-main, dan berinteraksi. Sedangkan hal beragama adalah wilayah jiwa seseorang yang melatarbelakangi, sebagai sopir kendaraan tubuh dan pikirannya.

Wajarlah penolakan dan ketakutan atau reaksi MUI Jatim atau pihak-pihak lain yang anti konferensi itu jika dilihat dari tingkat peradaban mereka sendiri lengkap dengan segala prasangka dan prejudice-nya.

Wajar pula pihak yang mendukung dan ingin adanya izin konferensi itu karena mereka memiliki agenda suatu edukasi kemaslahatan kelompoknya sendiri, juga sebagai pemberitahuan bagi yang belum masuk kelompok itu, kaum terpinggirkan, kaum yang belum menemukan harmonisasi dirinya karena berbeda/ liyan, selain sebagai peringatan bahaya HIV/AIDS karena gaya dan pola hidup yang beresiko tinggi tanpa pendidikan seks yang benar (walaupun yang ini sekarang bukanlah eksklusif menimpa kaum liyan ini, kaum heteroseksual dan pengguna jarum suntik narkoba juga lebih rentan dan besar persentase-nya).

Masalahnya adalah kedudukan pemerintah, lembaga, dan tokoh masyarakat dalam konteks memberi arahan dan perlindungan demi harmonisasi masyarakat atas suatu kenyataan adanya kelompok yang ini. Mau tutup mata, sebelah mata, atau menyambut sebagai tanda masyarakat yang beradab karena mengerti dan memahami. Apakah nilai kepura-puraan terus dipegang, apakah ketidaktahuan disikapi dengan menolak mentah-mentah? Sampai kapan sikap ini terus dipegang mengingat usia keberadaan mereka setua usia manusia di bumi ini. Bagaimana apabila di antara kerabat dekat maupun jauh para tokoh yang menolak itu ada yang termasuk LGBT?

Bagaimana pulakah kiranya pendapat Gus Dur soal yang ini semasa hidupnya? Kemungkinan besar Gus Dur akan selalu membela kaum tertindas dan terpinggirkan, kaum liyan, demi kemanusiaan yang berkodrat bhinneka.

Peelu kiranya kita positif saja menyikapi apapun yang ada di masyarakat, mereka juga keluarga kita sebagai manusia, sama-sama ciptaan Tuhan, penghuni planet Bumi yang mulai menua dan renta ini. Waktu kita pendek di bumi ini, tamatnya usia kita adalah kiamat kita. Tidak perlu menunggu kiamat planet ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun