Mohon tunggu...
Pangat Muji
Pangat Muji Mohon Tunggu... -

Mendidik generasi masa depan agar selalu ingat Moral, Tanggungjawab, Kontribusi kepada Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Ormas Piaraan, Menag Ikut Order?

4 Oktober 2010   23:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:43 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_278996" align="alignright" width="200" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Piaraan yang semula bisa diatur-atur lama kelamaan menjadi galak dan mengancam keamanan. Sesungguhnya banyak organisasi kejahatan (dan kekerasan-red) yang dapat dipatahkan sejak dini jika aparat keamanan mau. Namun, dalam kenyataannya, kelompok kejahatan (dan kekerasan-red) dibiarkan dan dibeking aparat keamanan. Tentu saja keberanian dan kekuatan para penjahat (pelaku kekerasan-red) yang begitu hebat tidaklah datang tiba-tiba, tetapi melalui proses panjang, yang terkadang mendapat angin bekingan aparat keamanan sendiri. Itulah Tajuk Rencana Kompas, Senin 4 Okt 2010 judul: Pelajaran dari Meksiko. Beberapa waktu lalu, beberapa Kompasianer menulis dan menengarai bahwa keberadaan ormas yang dekat dengan kekerasan di Jakarta telah sesuai dengan gambaran di atas. Tindakan-tindakannya yang berbahaya bagi Bhinneka Tunggal Ika dibiarkan berlalu begitu saja, setelah berbuat, dengan enak saja menyatakan bahwa si pelaku bukan lagi anggota mereka, ketua cabang sudah dipecat. Habis perkara! Berbuat dulu, lalu pecat! Padahal 1 hari sebelum ketahuan oleh media tentang keterlibatan puluhan anggotanya, ketua ormas preman itu mencak-mencak minta bukti dan akan menuntut sana-sini. Bah ! Ormas ini dibentuk sebagai Pengamanan Swakarsa (Pam Swakarsa) oleh Jenderal Wiranto, Panglima TNI waktu awal masa reformasi (periode Habibie Presiden RI) itu sebagai kekuatan kontra demo mahasiswa-rakyat pro reformasi. Begitulah, pada masa itu hingga sekarang, order-order untuk kontra demo mengalir sebagai rejeki tak halal mereka dengan menggebugi sesama umat Islam, sesama anak bangsa. Di saat-saat lowong, bertopenglah mereka sebagai polisi kontrol sosial untuk gebugin rakyat yang waria, gay, yang perlu hiburan malam dipalaki, atau memorak-porandakan acara-acara demi popularitas mereka memikat umat Islam lain yang polos-naif. Belakangan semakin kuatlah mereka karena posisi aneh yang diciptakan pemerintah. Dipakai sewaktu-waktu dibutuhkan. Kementerian-kementerian pun tidak mau kalah memakai jasa mereka. Tengah bulan lalu dalam wawancara eksklusif dengan Tempo, Menag Suryadharma Ali menyatakan sikapnya atas Ahmadiyah. Menag SA menyatakan mengikuti pendapat mayoritas untuk meneken perintah pembubaran Ahmadiyah. Dalam hal ini Menag SA lupa posisinya ada di mana, sebagai apa. Seminggu dua minggu kemudian terjadilah perusakan mesjid Ahmadiyah di Ciampea, yang kuat diduga dimotori oleh kelompok ormas di atas. Apakah Menag SA yang meminta order ke ormas piaraan itu? Tak kurang, Yenny Zannuba Wahid (putri Gus Dur) mengkritik SA, dalam tulisannya Robohnya Kerukunan Beragama, Kompas, 25 Sept 2010: Kasus HKBP Bekasi dan kasus Ahmadiyah sebelumnya memperlihatkan bahwa 'sense of minority' belum dimiliki oleh sebagian warga negeri ini, termasuk beberapa pejabat negara. Alih-alih menegakkan konstitusi, mereka malah menggunakan posisinya untuk melegitimasi represi terhadap kelompok yang berbeda keyakinan meski UUD menjamin hak setiap warga (untuk) berkeyakinan. Menag SA dalam konteks keputusan yang diutarakan dalam wawancara dengan Tempo dapat dikategorikan menggelapkan mata, seolah tugas utamanya sebagai Menteri Agama hanya mengurusi penyelenggaraan haji dan membubarkan Ahmadiyah. Padahal dari anggaran APBN untuk Depag, urusan pemulihan kerukunan mencapai 37% nya. Alih-alih digunakan sebagaimana mestinya, kuat diduga dana itu untuk biaya legitimasi represi termasuk memberi order dan membayari ormas piaraan yang sarat kekerasan berkedok dan berjubah agamis. Mungkin SBY sengaja memasang intelegensi dungu di jajaran Kementeriannya untuk mengendalikan parpol-parpol yang bisa di-dungu-kan, karena para ketua parpolnya dibiarkan tetap menjabat ketua parpol sambil menjadi menteri walaupun miskin intelegensi apalagi kompetensi. Strategi dan kecerdasan politik SBY hanyalah demi alasan politis makro bukan kemaslahatan rakyat mikro.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun