Mohon tunggu...
Pangat Muji
Pangat Muji Mohon Tunggu... -

Mendidik generasi masa depan agar selalu ingat Moral, Tanggungjawab, Kontribusi kepada Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mimik Muka Bibit-Chandra, Kapal KPK Mulai Karam

17 Maret 2010   03:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:23 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wajah tegang dan serba salah Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah tidak bisa menyembunyikan perasaan galau di hati mereka, ketika ditanya apa tindakan dan mengapa KPK sampai sekarang belum menindaklanjuti rekomendasi Sidang Paripurna DPR tentang kasus Century.

Pembelaan jutaan masyarakat kepada mereka berdua melalui Facebook, media massa TV dan cetak, aksi demonstrasi di jalan, di gedung kejaksaan agung yang berujung pada pembebasan mereka walaupun SBY enggan, lamban, dan berat hati melakukannya, mungkin tidak dapat mereka lupakan.

Kasus rawan rekayasa yang menimpa dan menghancurkan mantan Ketua KPK Antasari juga pasti ada dan menghantui benak mereka berdua sehari-hari.

Sekarang bola panas kasus Century sudah di kaki KPK. Sejatinya, KPK juga bingung dan lemah daya mau diapakan kasus Century ini. Di sana ada SBY yang sudah dengan angker seolah menyiratkan jangan diusut. Di sana PD juga teriak dan berusaha membujuk ke mana-mana: Biarkan KPK (memeti-eskan kasus Century)! Sementara di belakangnya, DPR juga mulai marah dan tersinggung dan mulai mengancam memotong anggaran KPK apabila kinerjanya terus memburuk dan melamban. Rakyat juga mulai bersuara menyemangati KPK yang telah ditikam dengan 8 pelemahan internal dan 9 tusukan eksternal (menurut ICW).

Sementara Kejaksaan Agung dan Kepolisian hanya berpangku-tangan menanti ajal sekaratnya KPK, atau membiarkan KPK akan jadi hantu penasaran, kemudian mereka bertepuk-tangan. Bibit dan Chandra sadar bahwa kapal KPK mereka mulai tenggelam ! Tumpak tampak siap-siap menikmati pensiun di tanah Karo dengan bergelimang tanda dan barang jasa.

Tampaknya kejadian bernegara oleh Logika Rakyat (bukan oleh Logika  SBY dan rezimnya) sudah terjadi dimulai dari kasus Cicak-Buaya, Pansus Century, dan sekarang seharusnya akan terjadi: Penyelamatan Kapal KPK. Saatnya lagi bangkit dengan tema Penyelamatan KPK. Dua orang Bibit-Chandra tidak cukup daya upaya untuk menyelamatkannya. Biarkan mereka kita angkat sebagai simbol perlawanan terhadap Monster Besar Penghancur Bangsa, yang tidak berwujud tetapi merasuki semua elemen-elemen korup dari kursi tertinggi hingga terendah para pengelola negara ini.

Sudah saatnya ICW dan elemen lain pengawas peneliti kasus korupsi dan pengawas birokrasi bangsa bersatu-padu dengan pihak media massa cetak dan TV menyuarakan tanpa henti hingga elemen mafia di lembaga penegak hukum, Kepresidenan, Legislatif bisa dienyahkan dari muka bumi Indonesia. Parpol-parpol diredusir hingga tinggal yang bersih-bersih saja.

SERUAN kepada para pembela mahadewa SBY, mahadewi Mega, mahacukong Ical, juga Anda bertiga yang terhormat (SBY, Mega, Ical) tidakkah Anda sadar dari mana Anda berasal. Belalah ayah-ibumu, anak-cucumu, rakyat banyak bernama Indonesia.

Kalau dalam hadits Nabi pernah berkata: "Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China.", maksudnya mungkin pada esensi filosofi China bahwa: nama baik (karena bekerja demi rakyat dan kejujuran) lebih langgeng dan lebih penting daripada harta dan kedudukan.

Bagaimana teman-teman Kompasianer?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun