Dasar pemikiran negara federal sebenarnya adalah suatu maksud pemerataan tugas kenegaraan yang paling efisien. Di jaman sepesat sekarang, segala tindakan yang memusat akan menjadi birokratis dan lamban perjalanan pulang-perginya. Menjadi mahal pula segala prosesnya. Di tangan manusia-manusia yang berkarakter cenderung korup dan tidak memiliki wawasan kebangsaan, bentuk negara seperti apapun akan menyengsarakan rakyat banyak, walaupun ukuran tingkat kerugian, kerusakan, dan mahalnya tentu berbeda.
Tetapi penyelenggaraan negara federal akan meminta harga yang lebih mahal walaupun untuk jangka panjang akan jauh lebih berpotensi bagi kemakmuran rakyatnya.
Bagi negara kita yang mayoritas kesadaran kebangsaannya relatif kurang, apalagi di pusat-pusat kekuasaan, dengan bukti-bukti tersiarkan setiap hari, maka membicarakan soal kebangsaan apalagi demi pandangan ke depan menjadi seperti usaha sia-sia. Yang diketahui mereka hanyalah ideologi dan kebanggaan abstrak, apalagi bagi mereka yang sudah berada di zona nyaman. Bahkan mereka yang sudah berada di zona super nyaman akan tidak segan-segan menggunakan segala sumberdaya-nya mempertahankan status-quo negara ini beserta perangkatnya. Yang berbicara adalah kepentingan perut sekelompoknya bukan lagi perut satu negara.
Kalau mau jujur, semua kenyamanan yang terpusat hanya di pulau Jawa dan hanya beberapa ibukota propinsi, masih jauh panggang dari api atas cita-cita kemerdekaan RI. Kondisi minus NTT yang geografisnya relatif tidak subur, infrastruktur nilainya 2-3 dalam skala 10, sarana-prasarana sangat menyedihkan, tingkat pendapatan 'fantastis' Rp.30-40 ribu per bulan, walau tiap tahun APBD disubsidi karena pendapatan asli daerah ini tidak ada artinya. Hal seperti ini sulit dibayangkan khalayak normal di negeri ini. Bahkan tidak pula oleh sebagian Kompasianer yang mungkin nikmat di luar negeri sana. Dengan bisa nulis di sini, pastilah kita semua juga ada di zona nyaman.
Bisakah Anda semua bayangkan segala tayangan Pansus dan pertikaian busuk di Jakarta disaksikan oleh mereka yang di NTT ? Atau tayangan-tayangan TV-TV swasta tentang kemewahan Jakarta, yang bahkan di Jakarta-pun tidak cocok tayang bagi warga yang masih miskin, apalagi di NTT.
Langkah yang masih dilakukan oleh para penentu di Jakarta yang masih miskin wawasan kebangsaan, dan semuanya berada di zona nyaman, memang baru sampai pada cara otonomi daerah. Sistem subsidi silang masih diterapkan mengingat banyak daerah minus, tetapi daerah surplus yang daerahnya masih centang perenang pembangunannya pasti merasa tidak adil.
Urusan Hankam di negeri kepulauan yang luas ini juga perlu jalur komando memusat seperti sifat alaminya, sementara dalam sistem federal, layaknya dalam bernegara pasti melekat erat soal Hankam juga yang jalur komandonya pasti akan lebih rumit mengingat sifat karakter bangsa ini belumlah mencapai tahap madani kalau mau dibilang tidak terlalu mulia, yang disebabkan karena salah satunya oleh pengabaian pemerintah pusat (de facto banyak berasal dari pulau Jawa) selama ini. Apalagi 'teladan' para aparatur pemerintah pusat, bank sentral, sangat mengkhawatirkan.
Ingat pembantaian mengerikan oleh bala-tentara bayaran gubernur propinsi Maguindanao, Filipina baru-baru ini, yang bukan tidak mungkin yang seperti itu akan terjadi apabila negara kita jadi berbentuk federal di saat masyarakatnya belum siap menjadi madani. Baru GAM saja sudah begitu meresahkan, belum bicara soal kemungkinan kebodohan dan keserakahan penguasa setempat yang kemungkinan besar akan diakali perusahaan imperialis trans-nasional dari luar yang akan mengeruk habis kekayaan alam di daerahnya tanpa bisa dicegah. Baru Freeport dan Newmont saja, kita yang sekarang NKRI tidak berdaya, apalagi nanti kalau federal.
Menuju bentuk federal harus dimulai dari pusat yang harus segera melepas segala fungsi memusatnya untuk dibagikan ke daerah-daerah. Surabaya dan Makassar mulai langkah seperti itu walau dibanding Jakarta masih sangat jauh. Tetapi PR kita masih banyak di negeri seluas ini. Apabila kota-kota pendistribusi ekonomi di daerah terhadap Jakarta mirip seperti perbandingan kota-kota besar AS yang lain terhadap New York, maka bentuk federal pasti menjanjikan pemerataan yang lebih efisien dan efektif. Tinggal di manapun di ibukota propinsi seperti tinggal di Jakarta minus keburukannya.
Bentuk negara federal sangat mendukung cita-cita wawasan kebangsaan, jangan dikira sebagai pandangan yang bertentangan. Kesatuan hanya jargon-jargon yang disukai mereka yang ada di zona nyaman atau mereka yang kurang mengerti wawasan kebangsaan. Tetapi sebaliknya federal juga bukan ditampilkan dengan keberisikan, seharusnya dengan simpatik. Tanda dua-duanya tidak mengerti dan susah diharapkan perjuangan mereka demi kepentingan rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H