Mengundang Prabowo dan membentuk Tim Independen 9 tokoh (yang teruji rekam jejak karya-nya) dalam rangka menyelamatkan posisi Kepresidenan yang sedang tersandera karena ulah individu KPK dan Polri. Dua langkah jitu Jokowi yang mampu melegakan harapan publik terutama para pemilih Jokowi, bahwa presiden pilihannya bukan boneka kerupuk tetapi bola karet.
Adalah PDIP yang sedang murka sehingga mengabaikan logika publik ketika seorang petingginya, Pramono Anung dengan garang mempersoalkan tidak adanya payung hukum Tim Independen. PDIP sangat tidak nyaman dengan langkah Presiden.
Ketika Tim Independen (6 org hadir) diperkenalkan oleh Presiden Jokowi di Istana Presiden di Jakarta, Tim Wantimpres dan para promotornya telah tertampar keras-keras. Kalla, Megawati, Paloh sangat tidak nyaman dengan langkah Presiden. KIH menjadi tidak nyaman dengan langkah Presiden.
Gongnya, ketika Presiden Jokowi mengundang Prabowo di Istana Bogor, inilah langkah terjitu dengan langsung berkomunikasi dengan bos 'de facto' KMP, demi bersiap menghadapi kemarahan KIH yang mulai kelihatan belangnya, serta ke depan untuk membuka hubungan baik dengan mayoritas DPR yang dikuasai KMP.
Ketika debat Capres antara Prabowo-Jokowi, penulis pernah menyampaikan bahwa Prabowo terlihat punya karakter yang baik sebagai sosok yang sportif, setia kawan, dan ada ketulusan , malahan penulis khawatir dengan sifat asli Jokowi. Tetapi sifat kesetiakawanan Prabowo rupanya membuatnya bersekutu dengan para pemimpin parpol yang buruk rekam jejak politiknya serta terindikasi oleh publik sebagai para koruptor. Kekalahan tipis Prabowo telah menunjukkan hal ini, betapa sebenarnya hampir setengah rakyat pemilih 'melihat' kepribadian Prabowo, sementara lebih dari separuh terkesan oleh citra merakyat Jokowi tanpa peduli kualitas inheren yang dibawa Jokowi, serta tidak mau memilih Prabowo karena perkawanannya dengan para paria 'politis', yang terbenam lumpur, tersedak biaya haji, dan lain-lain yang diametral dengan kerjaan KPK.
Peristiwa gaduh KPK-Polri karena ulah politis AS dan ulah- tindakan konyol Kabareskrim BW akan bisa menjadi pintu masuk ajang pembersihan cepat pemerintahan Jokowi, agar mulai melangkah tanpa dibayangi KMP (Kalla, Mega , Paloh) dan tidak kuatir KMP pimpinan Prabowo di DPR.
Penulis pernah pula menyinggung agar Jokowi sebaiknya merapat ke SBY (terkait kepiawaian strategi SBY selama menakhodai RI). Sementara Jokowi hanya 'perlu' nama besar sebagai Presiden yang baik karena mencintai dan bekerja untuk/ demi Rakyat. Para menteri juga layak di-evaluasi setelah 100 hari, dan mungkin juga perlu mulai dibersihkan dari titipan-titipan yang berujung menjadi para menteri yang tidak layak.
Mungkin Jokowi selama ini sedang melakukan praktek filosofi Jawa seperti alm. Presiden Soeharto yaitu "Mikul Dhuwur Mendhem Jero" (Memikul Atas Menyimpan di Dalam) dalam hubungannya dengan Megawati Soekarnoputri Presiden RI ke 5, mengingat Mega adalah putri Bung Karno, yang kita pahami bahwa jasa BK tak terperi besarnya bagi bangsa kita. Kemudian hingga jasa Mega mengangkat Jokowi menjadi Capres pemenang. Solusi elegan misteri SKL-BLBI perlu diterapkan tanpa gembar-gembor ala AS yang tidak terbiasa dengan cara filosofi Jawa yang selain "Mikul" tadi juga "Menang Tanpa Ngasorake" (Menang sambil tetap menjaga harkat lawan)
Tetapi kita pun tidak ingin Jokowi terperangkap dalam legenda Jawa satir-getir soal 'kutukan' keris Empu Gandring yang sarat pengkhianatan dan kudeta 'berdarah' demi kekuasaan politis semata. Omong-omong soal keris Empu Gandring, mungkin keris ini adalah lambang dari KPK dan Polri sekaligus. Siapa pemegang keris Empu Gandring (KPK-Polri) sekarang? Seharusnya Presiden atau paling tidak Jokowi sedang berusaha merebutnya kembali, melalui para empu Tim Independen dan sosok Prabowo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H